[13] - Far Away From You

51 5 1
                                    

RAYMOND  sudah memeriksa CCTV setiap lorong dan ruangan, memerhatikan kegiatan antara Vanya dan Mery. Walaupun CCTV tidak ada di dalam kamar mereka, tapi ada di depan pintu kamar mereka, tepatnya di plafonnya. Satu hal yang sering Raymond tangkap dari layar komputer, Mery sering membanting pintu sangat kuat dan berlalu dengan wajah yang sangat kesal.

Mereka bisa jadi bertengkar di dalam sana.

Sesosok laki-laki masuk ke dalam ruangan dan berkata, "ada apa kau memanggilku?"

Raymond menoleh, lalu menghadap Harold, "apa mereka sering bertengkar?" Pertanyaan itu membuat Harold mengarahkan bola matanya ke arah lain. Kendati tak tahu harus menjawab apa.

"Yah... aku tidak tahu rincinya, hanya saja Vanya sering berbicara tentang Mery pada ku. Dan yang ku tangkap, Vanya tidak suka Mery."

Alis mata Raymond tertaut tak mengerti, Vanya tidak suka Mery. Vanya tidak akan membenci orang kalau tidak ada penyebabnya. Dan pasti ada penyebabnya. Raymond kembali bertanya, "kau pernah bicara dengan Mery?" Harold mengangguk, "beberapa kali, aku tidak dekat dengannya. Kau tahu... sikap Mery tidak terlalu menyenangkan."

Raymond mengangguk lalu kembali menatap layar, "oke, terimakasih informasinya. Kau bisa keluar."

Raymond meraih ponselnya, tepat setelah Harold keluar, ia mencoba memanggil Vanya, sayang ponselnya mati. Membuat Raymond menghela nafas. Satu hari berlalu tanpa gadis itu, dan Raymond bisa merasakan hal yang berbeda. Ia kehilangan arah dengan pikirannya yang bertubi-tubi.

***

"Kamu kenapa tiba-tiba mau pergi ke Venice 3 hari?" Di pagi yang cerah ini Vanya mendapatkan pertanyaan dari Alex saat ia baru saja menyesap kopi dan meletakkan cangkir kopi itu. Vanya tak acuh menjawab, "bukan urusan kamu."

Alex bertabah dalam hati, "mama aku heran, Nya. Cuman itu."

"Sekali lagi, bukan urusan kamu."

"Kamu, punya masalah," tebak Alex tanpa ragu. Vanya mengendikkan bahunya, lalu bangkit dari kursi dan menuju ke kitchen set nya. Simpel, ia akan memasak nasi goreng daging sapi di Venice ini. Tak sampai 30 menit, nasi goreng daging sapi selesai, ia menyajikan 2 piring dengan tatanan yang rapi.

Vanya membawa nya ke meja dan meletakkannya tepat di depan Alex, "makan pagi," katanya singkat.

Alex menyambutnya dengan senyuman tipis, ah, ia menikmati makanan hidangan Vanya lagi. "Makasih Nya." Katanya manis. Lalu ia mengambil sendok dan garpu, membaca doa, lalu mulai melahapnya. Mari dia makan saja, karena tidak perlu di curigai lagi kemampuan Vanya memasak, nasi goreng. Mantap.

"Hm, nasi goreng kurang-kurangin kepo," jawab Vanya setelah mengunyah suapan nya. Karena suara Alex terdengar seperti lalat bego.

Tling. Tling.

Vanya langsung menggeser layar nya dan meletakkan ponselnya di telinga, "mama?" Tanyanya semangat. "Iya, aku udah sampai, tapi kenapa harus sama Alex?" Alex yang dihadapannya hanya bisa mengusap dada. "Aku oke ma, aku tahu Venice, aku bisa sendiri.."

"Kak Vero di mana? Vanya rindu," ujarnya. Disitu Alex mengerjap beberapa kali, ada sedikit cemburu, kapan ia akan mendengar Vanya berkata padanya, "aku rindu."

"Hm... gitu... ya udah deh ya ma, Vanya tutup dulu." Setelah berpamitan, Vanya memutuskan panggilannya. Ia meletakkan benda pipih itu di sebelahnya, lalu melahap makanannya kembali.

Restart In ItalyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang