[10] - Warm from him

93 7 9
                                    

"Woah... ramai sekali..." kalimat itu keluar tanpa aba-aba dari mulut Vanya. Gadis itu sedang berdiri di depan jendela yang menghadap ke arah lapangan kampus. Bus-bus yang sangat keren itu berparkiran di lapangan. Kalau gak salah ada 5 bus yang tadi berdatangan satu per satu.

Melihat ke arah jam dinding, Vanya beranjak ke tempat tidur nya. Tas mungil yang sudah dipersiapkannya semalam tertenteng indah di sebelah pinggangnya.

Jangan cari Mery lagi, gadis itu sudah dari tadi keluar dan bergabung dengan teman-temannya.

Vanya keluar dari kamar setelah mengambil kunci kamar nomor 12 itu.

Berjalan sendirian di tengah panjangnya lorong, lalu menuruni tangga demi tangga. Hingga sampai di lantai dasar.

Vanya keluar dari daerah lobby, dan resmi menginjak lapangan.

Huf, setelah menarik nafas, lalu membuangnya. Vanya mulai berjalan ke tengah-tengah lapangan. Mencari wajah Harold. Atau gak Zara. Tak memakan waktu lama, wajah laki-laki itu sudah sangat jelas di mata Vanya. Tanpa ba-bi-bu Vanya menjumpai Harold dan berdiri di samping laki-laki itu.

"Hai!" Sapa Harold saat melihat Vanya sudah ada di sebelahnya sambil nyengir. Vanya juga kembali menyapa Harold. Harold sepertinya tidak sendiri, karena yang Vanya lihat, Harold sedang berbincang dengan laki-laki dihadapannya.

"Dia siapa?" Bisik Vanya pada Harold.

"Senior aku, yang satu kamar. Kenalan dong." Jawab Harold.

Vanya menjulurkan tangannya, "Vanya.."

"Seon," jawab laki-laki itu lalu tersenyum tipis.

Vanya kembali bertanya, "bukannya yang ikut hanya kelas satu?"

"Ah, iya memang. Aku sudah dapat izin dan nanti aku ikut sama temanku." Vanya tidak mau kembali bertanya lagi, cukup meng'oh'kan saja.

Beberapa menit berlalu, akhirnya seluruh mahasiswa mulai diatur dan mulai memasuki bus masing-masing. Vanya satu bus dengan Harold. Sudah pasti.

Dan mereka duduk bersampingan.

Usai itu, bus mulai berjalan dan membelah jalanan. Karena dekat kaca, Vanya melihat-lihat ke arah jalanan. Dan sesaat dia melihat ke belakang, mobil SUV berwarna hitam yang ikut keluar bersama bus-bus.

Hanya itu, setelahnya ia bercerita dengan Harold dan makan cemilan yang sudah disiapkannya.

Hingga tak sadar, bus mulai melambat dan berhenti. Tempat pertama, studio lukisan.

Secara, berurutan mahasiswa mulai turun satu per satu dari bus. Memandang sekitar, dan ada yang langsung berfoto. Vanya telah turun bersama Harold dan mulai berbaris.

Vanya menggertakkan giginya, lalu mengusap-ngusap lengannya. "Aku tidak tahu udaranya akan sesejuk ini."

Harold disebelahnya mengangguk, "hm.. panas di sini itu udah dingin di Jakarta."

Vanya terkekeh, setuju. Lalu tentor mulai memberikan instruksi yang sangat jelas. Jadi, tentor memberikan kesempatan untuk berkeliling dan juga mempelajari setiap arti lukisan. Dan kalau bisa, memfoto untuk ide-ide dalam mendesain lagi.

Mulai.

Vanya dan Harold mulai memasuki studio, dan mata mereka sudah di sambut dengan lukisan yang terpampang indah di dinding. Motif flora dan fauna digabung satu dengan kreatifnya. Membuat Vanya juga jadi kebingungan melihatnya.

"Aku bisa meniru seperti ini," tiba-tiba Harold berkata dengan nada membanggakan. Vanya mendelik, "serius?"

Harold mengangguk santai. "Siapnya 2 bulan tapi. Kau tidak percaya?"

Restart In ItalyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang