Jeritan tanpa suara Sohyun memenuhi ruangan. Jeritan yang di lakukan dalam tubuh yanh bergetar hebat. Tanpa sadar kemarahannya kali ini membuat tangannya mampu menyentuh sebuah bungkai foto dirinya dan Nam joo hyeok dan menepiskannya hingga bingkai itu terlempar dan menghantam dinding. Serpihan kaca dari figura itu berserakan di lantai. Membuat pasangan yang sedang berciuman itu langsung serentak dan menatap bingkai foto yang sudah berpindah tempat dan hancur berantakan.
Tanpa menunggu reaksi mereka selanjutnya, Sohyun langsung berlari meninggalkan ruangan itu. Menembus pintu yang tertutup. Berlari di sepanjang lorong dengan tangisan sekaligus kemarahan yang masih membara.
Sohyun terus berlari. Mencari seseorang yang akan memberikannya sedikit pelukan. Hanya sedikit saja, agar rasa sakit ini reda.
Tapi siapa? Adakah seseorang yang bisa memeluk tubub kasat matanya.
Hingga akhirnya di sinilah Sohyun berada. Menagis di pojok kamar rumah sakit yang di diami tubuh aslinya. Meringkuk dengan rasa sakit yang menghantam-hatam dadanya."Kenapa kamu mencurangi aku seperti ini? Padahal aku sudah memberikan seluruh hati dan hidupku untukmu. Tanpa kamu mencurangiku, papa memang sudah berencana akan mewarisakan seluruh aset perusahaan yang di milikinya itu untukmu, untuk kita. Apakah itu belum cukup?" Rintihan dan gumamnya terus terdengar dari mulut Sohyun.
"Jika kamu ingin meninggalkanku, kamu bisa langsung pergi. Mungkin aku akan sakit jika hal itu sampai terjadi tapi pasti tidak akan sesakit saat ini. Kenapa harus dengan cara ini? Jika memang sejak dulu kamu tak mencintaiku, kenapa malah kamu memaksakan diri untuk terus bersamaku?"
Sohyun terus merancau dalam rasa sakit hatinya yang begitu dalam. Rasa teesia-sia, rasa teekhianati itu sunggu tak ada obat yang mampu menyembuhkannya. Bahkan ia harus melihat adegan menjijikkan itu dengan mata kepalanya.
Walaupun Sohyun tak ingin tahu lagi semua itu. Ia harus tetap mengetahui semuanya. Hidup memang menyakitkan. Karena kali ini Sohyun belajar, bahwa dari rasa sakitnya ini ia akan menjadi semakin dewasa menghadapi masa depannya kelak.
Masih terlalu pagi sekarang. Matahari pun belum mengeluarkan sinarnya yang paling terang. Sohyun langsung bangkit berdiri begitu melihat Nam joo heyok memasuki ruangan.
"Sohyun! Sohyun!" Teriak Nam joo heyok yang gugup memenuhi ruangan.
Mama menatap Nam joo heyok dengan wajah yang kebingungan. Papa apalagi, matanya yang masih mengantuk nyaris membuat dirinya tertidur lagi.
"Ada apa Nam joo hyeok? Sepagi ini kau membuat keributan. Kami baru saja hendak beristirahat karena semalam Sohyun menangis," tegur mama dalam nada tak senang.
"Sohyun menangis? Berarti Sohyun sudah sadar?" Tanya Nam joo hyeok lagi dalam bias wajah tak dapat di lukiskan, entah senang atau sedih.
***
Tiga jam berikutnya, serasa ruangan sakit itu bagai neraka kecil yang membuatnya berkali-kali menjerit kesakitan. Papa dan Mama akhirnya pulang untuk beristirahat. Nam joo hyeok menunggui tubuh Sohyun yang terbaring kaku. Duduk di sisi pembaringan, menggenggam erat tangannya.
Jangan pernah membayangkan bahwa Nam joo hyeok akan meninabobokan dirinya dengan untaian kata rindu dan cinta.
Kali ini apa yang terucap dari mulut Nam joo hyeok sungguh menyakitinya. Lebih sakit daripada melihat adegan memuakkan di Apartemen Nam joo hyeok semalam."Jangan pernah bangun, Sohyun! Sama sekali jangan," itu kalimat pertama yang di ucapkan kevin padanya setelah Mama dan Papa takada lagi di ruangan itu.
"Entah mengapa, aku merasa sebentar lagi kamu akan bangun, Sohyun. Tapi kali ini kumohon, jangan bangun! Aku tak pernah menginginkan lagi kamu bangun. Masih ada banyak rencanaku yang belum terwujud."
KAMU SEDANG MEMBACA
Searching for lost love
RandomSebuah kecelakaan menghancurkan seluruh impian yang dibangun Sohyun. Cinta, persahabatan dan penghianatan membuat hidupnya menjadi penuh warna. Kelumpuhan kakinya, perjalanan tubuh kasat matanya hingga akhirnya ia nemukan jawaban atas seluruh perjal...