"Jadi lo setuju?" suara seseorang tiba-tiba terdengar.
Aku menoleh, sepertinya sudah menjadi kebiasaan orang itu datang tiba-tiba.
"Kok diam aja? Belum siap? Kalo belum kenapa disini?"
Dia sepertinya bisa membacanya dari raut muka ku. Aku sendiri tidak tau apa yang membawa ku kesini. Seperti sudah seharusnya, walaupun aku takut.
"G-gue… takut." Hening, aku melanjutkan. "Gue takut kalo ini gak berhasil lagi. Dulu gue udah pernah coba buat move on. Tapi, selalu gagal." sambungku mencurahkan ketakutanku pada orang itu.
"Oke, gini ya. Itu gagal karena lo pasti maksa banget kan buat move on nya, right?"
Maksa… ya aku mencobanya dengan, mungkin maksa.
"Pertama, kalo lo mau move on, lo gak boleh perintah diri lo buat ngelupain dia. Kalo gitu, lo pasti yang ada malah makin Cinta."
Benar.
"Kedua, kalo lo mau gue bantuin, lo harus nikmatin prosesnya."
Aku masih terdiam. Orang itu melirikku sebentar, "itu masih berlanjut. Jadi mau?"
Aku menarik dalam-dalam napasku, dengan perlahan membuangnya. "Oke, gue udah bungkusin semua barang-barang yang mungkin bisa buat gue inget sama dia, tapi masih di kamar. Tenang, ntar gue pindahin ke gudang. Kalo tentang ngikutin dia di cafe, bakal gue usahain. Dan…"
Aku menyodorkan handphone ku, "gue gak tega ngapusnya, tolong hapusin."
Orang itu mulai meraih handphone ku. Mengotak-atik nya sebentar.
"Nih, udah." dengan menyodorkan handphone ku.
"Kalo lo masih pengen nangis atau galau-galau-an sama barang yang ngingatin ke dia, silahkan nikmatin nanti malam. Besok dan seterusnya, gue bakalan mastiin lo gak akan pernah nangis lagi buat dia."
Dia berlalu pergi, meninggalkan ku sendiri.
Semoga, kamu bahagia dengan dia-mu. Dan aku bahagia dengan dia-ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck
Short Story¡. Baca saat kamu merasa sulit untuk melupakan segala kenangan dengannya, juga dengan dirinya. Bahkan ketika aku melihatmu bersama perempuan lain, aku masih dan tetap mencintaimu.