Selangkah

130 11 5
                                    


Pada musim gugur kali ini, aku melewatinya tanpa sosok seorang Iroha. Rasanya sangat menyakitkan saat melihat ke bangku Iroha yang kini telah kosong. Yuu lebih pendiam dari terakhir kali yang aku ingat. Aku rasa aku tahu perasaan Yuu. Mereka selalu bersama sejak kecil. Pasti rasanya sangat berat kehilangan orang yang penting dalam hidupnya. Bersamaan dengan musim yang berganti, aku berharap bahwa aku dapat melupakan Wil. Tapi itu sedikit sulit. Sepertinya membutuhkan waktu untuk bisa melupakan sosok dan senyumannya.

Aku memejamkan mataku, mencoba mengusik perasaan kesepian yang tiba-tiba saja menyelinap dalam diriku. Aku mencoba untuk fokus pada pelajaran Hiyama-sensei. Tapi suara dari muka kelas mengusik fokusku.

"Hei, hei! Kau! Kotohira-kun!" tegur Hiyama-sensei saat Ren melangkah dengan wajah tidak bersalah.

Ren menghentikan langkahnya, menoleh pada Hiyama-sensei sambil menelengkan kepalanya. Segera saja sikapnya itu membuat murid yang lain berbisik-bisik. Kelas berubah seperti dengungan lebah. Aku menoleh ke kanan dan kiriku dan mataku langsung bertemu dengan mata letih Yuu yang entah sajak kapan duduk di sebelah kiriku. Aku segera menghindari tatapannya. Mengingat bagaimana dia menghiburku waktu itu membuatku malu.

"Tolong lepaskan dia, karena masih ada orang lain yang melihatmu." Ucapannya waktu itu masih tergiang ditelingaku.

"Miku, telingamu memerah," komentar Yuu. "Apa yang sedang kau pikirkan?"

Mendengar komentarnya, aku segera menutup kedua telingaku kemudian menjawab, "Aku... sedang tidak memikirkan apa-apa, kok!"

"Benarkah? Tidak kelihatan seperti itu. Kau juga mnghindariku beberapa hari ini."

"Menghindarimu?" Itu memang benar. Selama beberapa hari ini aku menghindarinya. Tapi tidak mungkin aku menjawab sejujur itu. Lagipula Yuu adalah salah seorang dari temanku yang jumlahnya dapat aku hitung dengan jari. "Aku... hanya sibuk saja beberapa hari..."

BRAAAk!

Sebelum aku meneruskan kata-kataku, suara meja beradu membuatku menoleh ke samping dengan reflek. Dan wajah tersenyum iblis Ren terpampang begitu dekat denganku. Selama beberapa saat aku tertegun, mencoba mencerna apa yang terjadi. Kemudian mataku jatuh pada meja kami yang sudah bergabung.

Aku kembali melihat pada Ren kembali. "Kau! Kau... apa yang kau lakukan! Hei!"

Seketika kami kembali menjadi pusat perhatian. Hiyama-sensei yang hendak menulis di papan tulis menghentikan gerakannya kemudian menoleh pada kami. Dia mengernyitkan alisnya, seolah terganggu dengan apa yang dilihatnya.

"Kau lagi, Kotohira-kun? Kau baru saja datang terlambat, mengabaikan gurumu, dan sekarang kau membuat ulah," ucap Hiyama-sensei sinis.

Ren mengangkat tangannya. "Maaf, sensei. Tapi aku tidak punya buku pelajaran anda."

Hiyama-sensei memejamkan mata, lelah dengan semua ulah yang sudah diperbuat Ren.

"Tch, terserah kau saja," katanya letih lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda.

Aku memandang Ren dengan harapan bahwa tatapanku dapat melubangi kepalanya. Tapi Ren menoleh padaku dengan tatapan santai. Sepertinya dia sama sekali tidak terganggu dengan pelototan mataku. Dia merogoh ke dalam tasnya dan menunjukkan lembar ujian musim panasnya. Dan aku hanya bisa melongo menatap nilai ujiannya.

Ren tersenyum dan aku merasa bahwa saat itu juga aku ingin menggali lubang untuk diriku sendiri. Ini jelas bukan hal yang aku inginkan. Kemudian aku ingat percakapan kami di festival waktu itu.

Kisetsu wa watashi dake nokoshite #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang