Angin di Penghujung Musim Gugur

144 12 10
                                    


Keadaan semakin buruk dalam beberapa hari kedepannya. Tidak ada hal baik yang terjadi di sisa musim gugur kali ini. Aku juga terlalu lelah dengan setiap masalah yang terjadi di sekitarku. Tapi sangat tidak enak menjadi orang asing di tengah-tengah teman sekelasmu. Setidaknya aku hanya bisa bergantung pada seseorang saat ini dan dia adalah Megumi yang menyebalkan.

"Hari ini kau sendirian lagi? Kasihan sekali. Kau sudah dibuang oleh mereka," komentarnya tidak sedap seperti biasa.

"Daripada dibuang, lebih tepatnya aku yang membuang mereka," sahutku sembari memasukkan tempura ke mulutku.

"Kau? Membuang mereka? Wow, hebat sekali," komentar Megumi sembari menelan makan siangnya.

Seperti biasa, kami berada di belakang sekolah. Tidak, itu bukan seperti biasa. Sepertinya ini adalah kebiasaan baru kami. Baru beberapa hari ini kami menghabiskan waktu bersama-sama seperti ini.

"Kau sendiri, tidak bersama teman-temanmu?" tanyaku sembari bersusah payah menelan makananku.

Megumi berhenti mengunyah. Selama beberapa saat dia diam sehingga aku menjadi khawatir. Aku takut jika lagi-lagi kata-kata kejamku telah menekan titik yang salah. Aku tidak mau kejadian-kejadian buruk selama beberapa hari ini terulang lagi.

"Mereka... mereka tidak perlu aku. Toh, mereka bisa pergi sendiri kemanapun mereka mau," jawabnya dengan nada ceria yang sama sekali tidak cocok dengan kalimatnya. "Lagipula aku bukan ibu yang harus menyertai mereka kemana pun."

Aku mengangguk beberapa kali. Dan saat aku membuka mulutku, Megumi memotong dengan cepat.

"Jangan berpikir mereka mengucilkanku, yah?!" sambungnya smebari menunjukku dengan ujung sumpitnya.

"Ta-tadinya aku berpikir begitu."

"Mereka tidak mengucilkanku, kok. Hanya... terkadang aku tidak terlalu nyaman dengan mereka."

"Huh, bisa juga begitu?"

"Tentu saja. Ah, jangan bilang kau tidak akrab dengan teman sekelasmu!"

"Bukan begitu!"

"Lalu... kenapa kau selalu sendirian? Setidaknya kau punya teman satu teman perempuankan?"

"Hhh, aku tidak sempat berteman dengan anak-anak lain karena Yuu dan Ren selalu berada di sekitarku. Dulu... aku punya. Tapi... dia meninggal." Lidahku terasa asing saat mengatakan bagian terakhir dari kalimatku.

"Sungguh? Maaf."

Aku menggeleng.

"Tapi bukannya aneh jika kau tidak punya teman selain mereka? Maksudku selain si tuan berandal, si sok narsis, dan gadis... itu..." Gumi berkata dengan sangat hati-hati saat mengucapkan 'gadis itu', seolah takut bahwa bisa saja itu membuatku menangis tersedu-sedu.

"Ren... mengancam mereka."

"Apa? Bukankah itu sebuah penindasan? Kenapa kau tidak melaporkannya?" Mata Megumi melotot dengan ekspresi berlebihan.

"Ren... tidak seburuk itu."

"Tidak buruk? Tapi dia mengancammu?"

"Dia... teman masa kecilku. Ah, entahlah. Mungkin dia memang membenciku."

"Membencimu?"

"Sikapnya sangat membingungkan. Terkadang dia sangat baik dan selalu membantuku, tapi terkadang dia sangat menakutkan. Terkadang dia menyebalkan dan dia selalu melakukan apapun dengan paksaan. Kemudian dia mengancam agar tidak ada satu orangpun yang bicara padaku atau mereka akan mati. Saat aku tanya apa dia membenciku, dia bilang dia membenciku. Tapi beberapa saat kemudian dia menciumku..." Mendengar ucapanku sendiri, pipiku memanas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisetsu wa watashi dake nokoshite #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang