Mimpi Buruk

80 10 4
                                    


Aku menghela nafas panjang, sebelum akhirnya tanganku bergerak membuka pintu. Tapi sama sekali tidak ada sahutan dari dalam rumah. Bahkan aku sampai berteriak-teriak memanggil Ren. Tapi tetap tidak ada sahutan. Apa dia tidak ada di rumah, pikirku. Iseng, aku memutar handel pintu dan pintu pun terbuka. Aku mendengus. Dia benar-benar kebiasaan. Selalu saja membiarkan rumah tidak terkunci.

"Bagaimana jika ada pencuri yang masuk," gerutuku lalu masuk ke rumahnya tanpa permisi.

Rumah Ren masih gelap. Apa dia benar-benar tidak ada di rumah? Dengan hati-hati, aku melangkah ke dalam rumah Ren seperti pencuri. Aku mencari-cari saklar untuk menyalakan lampu. Saat lampu menyala, aku tersentak kaget. Aku nyaris saja berteriak kalau saja pandanganku tidak menangkap rambut pirang Ren.

"Hoh, benar-benar... kenapa dia tidur di sana? Membuatku kaget saja," gerutuku lalu mendekat pada Ren yang duduk di sofa ruang tamu dengan mata tertutup.

Aku meletakkan kotak makan di meja, kemudian duduk di sebelah Ren. Aku memanggil Ren pelan, tapi tidak ada sahutan. Yang terdengar adalah deru nafas yang tidak beraturan. Aku menunduk, mengawasi wajah tidur Ren yang tampak tidak nyaman. Aku mengguncang pundak Ren pelan, tapi Ren tidak bergeming.

Justru kepala Ren yang goyah dan jatuh ke pundakku. Selama beberapa saat aku tidak bergeming. Aku kemudian teringat saat kami masih kecil dulu. Aku, Rin dan Ren sering tidur seperti ini. Tapi sekarang kami hanya berdua. Meskipun begitu, entah kenapa aku merasa bahwa Rin ada di sisiku juga.

Aku tersenyum, mendengarkan detak lembut jantung kami yang saling berpacu. Tapi aku rasakan bahwa detak jantungku berbeda. Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Aku tidak mengerti kenapa, tapi beberapa hari ini jantungku selalu seperti ini saat bersama Ren.

Tiba-tiba saja Ren bergerak tidak nyaman. Aku kira dia sudah bangun, tapi matanya masih tertutup. Bulir-bulir keringat bermunculan di keningnya. Bibirnya bergetar. Tangan kirinya terangkat dengan liar, seolah dia sedang meraih seseorang.

"Jangan tinggalkan aku. Mama, jangan pergi! Mama!" racaunya.

Aku meraih tangannya yang terangkat dengan tangan kiri dan aku genggam erat di pangkuanku. Tangan kananku terangkat dengan ragu-ragu. Aku ingin menenangkannya. Biasanya ibu akan menepuk dan mengelus rambutku jika aku sedang gelisah. Tapi aku tidak tahu apakah hal ini berlaku sama pada Ren.

Aku menghela nafas berat. Aku mengangkat kepala Ren lalu aku pindahkan kepala Ren di ceruk leherku. Aku mengelus puncak kepalanya seperti yang dilakukan ibu. Pada saat itu barulah aku menyadari bahwa Ren menyimpan sesuatu di kepalan tangan kirinya. Aku berusaha membuka kepalan tangannya dan sebuah kotak kecil berwarna hijau daun jatuh ke kaki meja.

Aku ingin mengambilnya, tapi itu tidak tidak mungkin. Jadi aku hanya menghela nafas berat. Aku bertanya-tanya apa isi dari kotak itu dan untuk siapa. Entah kenapa aku merasa tidak nyaman mengetahui fakta bahwa Ren menyiapkan hadiah untuk seseorang. Mengalihkan perasaan tidak nyaman itu, aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.

Kemudian mataku terpaku pada kalender. Ada tanggal yang dilingkari dengan warna kuning. Kemudian aku ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun mama Ren. Jadi ini alasannya dia tidak datang ke rumahku dan juga hadiah itu... apa dia sedang menunggu kedatangan ibunya? Kemudian aku teringat saat kami masih kecil. Di setiap ulang tahun orangtuanya, Rin dan Ren selalu menunggu kepulangan orangtuanya tepat di sini. Aku selalu menemani mereka dan kami akan menunggu sampai larut malam.

Karena orangtua mereka adalah orang yang sangat sibuk, mereka sering pulang larut malam. Mereka selalu pulang saat Ren dan Rin sudah tertidur. Aku ingat bahwa mama Ren dan Rin sangat cantik. Dia memiliki rambut pirang yang berkilau dan mata biru yang menawan. Pokoknya dia seperti bidadari. Aku belum pernah melihat wanita yang secantik dia. Sedangkan ayahnya adalah seorang pria yang rupawan.

Kisetsu wa watashi dake nokoshite #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang