Arti keberadaanku bagimu

80 9 3
                                    


Di sepanjang perjalanan, Ren tidak banyak bicara seperti biasa. Itu membuat suasana di antara kami semakin buruk. Tapi Ren seolah tidak memerdulikan semua itu. Semua itu membuatku tersenyum masam. Ren tidak pernah seperti ini. Sekalipun dia bersikap dingin, dia tidak akan diam seperti ini. Dia akan selalu menggangguku. Dan melihat Ren yang begitu pendiam justru membuatku takut.

"Ren..."

"Kita sampai."

Hanya seperti itu dan Ren sudah masuk sebelum aku melanjutkan perkataanku. Aku tersenyum masam sambil memasuki ruang depan. Aroma masakan ibu dan rasa lapar setidaknya mencairkan suasana aneh ini. Aku segera menyusul Ren ke ruang makan dengan senyum ceria.

"Woah, aku lapar sekali!" kataku sambil menarik kursiku.

Tapi gerakanku terhenti sesaat karena Ren terus mengawasiku dengan pandangan yang dingin. Aku menelan air liurku dengan susah payah kemudian duduk dengan sangat hati-hati seolah jika aku tidak melakukannya, aku akan celaka. Ibu sepertinya tidak menyadari suasana canggung kami berdua karena beliau tetap menyiapkan makanan dengan ceria.

Saat kami makan bersama, hanya ibu yang bicara. Terkadang aku atau Ren akan menimpali seperlunya saja. Tapi sepertinya ibu tidak terlalu memperdulikannya. Setelah semua makanan tandas, Ren segera pulang ke rumahnya. Padahal biasanya dia akan berlama-lama di sini. Sepertinya suasana hatinya benar-benar buruk. Dan semua ini pasti gara-gara aku.

"Apa ada masalah di antara kalian berdua?" tanya Ibu saat kami berada di ruang keluarga.

"Ah, entahlah."

"Sepertinya hubungan kalian sedang buruk. Apa telah terjadi sesuatu?"

"Ng, entahlah. Aku hanya membangunkan dia karena sepertinya dia mimpi buruk, kemudian dia pergi kekamar untuk ganti baju, dan aku menemukan kado dan membukanya.... dan... dia marah. Seperti itu kronologinya. Aku benar-benar hanya melakukan hal itu."

"Kado?"

"Ng, sepertinya begitu. Tapi aku tidak tahu apa isinya karena dia segera mengambilnya sebelum aku sempat lihat isinya. Ah! Dia selalu bermimpi buruk."

"Mimpi buruk?"

"Ya. Kemarin dan hari ini." Aku diam-diam sejenak, kemudian kembali berkata-kata, "Ibu, aku merasa aneh setiap kali ke rumah Ren. Dia tinggal sendirian tanpa siapa-siapa, tidak ada yang mengunjunginya, dan dia masih di bawah umur untuk tinggal sendiri. Bukankah itu aneh?"

"Lupakan tentang itu. Kau bilang dia mimpi buruk?"

"Ah, ya. Dia meracau dan... dia seperti kesakitan. Itu hanya mimpi, tapi bukankah aneh jika dia sampai seperti itu."

"Dia... kesakitan?"

"Ya. Jadi itu membuatku terganggu. Ini hanya menurutku, tapi apakah dia pernah mengalami trauma atau hal seperti itu?"

"Dia tidak memberitahumu apa-apa?"

Aku menggeleng untuk menjawab ucapan ibu. "Dia selalu bersikap dingin jika aku berusaha mencampuri urusannya. Dan dia akan menjaga jarak dariku setelah itu. Dia seolah berusaha agar aku tidak masuk ke dalam hidupnya. Tapi bukankah itu tidak adil? Dia selalu mencampuri urusanku tapi tidak pernah sekalipun membiarkanku mencampuri urusannya."

"Hhhh, begitu."

"Ng, aku rasa dia tidak mempercayaiku."

"Aku rasa anak itu akan sulit mempercayai orang lagi."

"Ng? Apa ibu tahu sesuatu? Apa ibu juga akan merahasiakannya dariku? Ibu tidak percaya padaku?"

"Bukan begitu. Waktu Ren-chan pindah kemari, ayahnya bilang padaku untuk mengurusnya. Itu saja."

Kisetsu wa watashi dake nokoshite #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang