Part 5

39.1K 3K 59
                                    

Sore hari ini angin menelusup masuk ke celah hati mereka. Dingin. Itu yang mereka rasakan. Ihsan dengan segala pikirannya dan Keira yang ingin segera menemui ayahnya.

"Saya permisi" Ujar Keira langsung karena melihat Ihsan hanya termenung saja.

"Siapa yang memperbolehkan mu pergi?" Tanya Ihsan menghentikan langkah Keira.

"Aku ingin menemui ayahku apa itu juga harus dapat ijin darimu. Aku ini bukan tanggung jawabmu" Pekik Keira kesal.

"Kau tanggung jawabku. Kau salah satu santriwati di pesantren ini."

Keira diam. Jadi dia di samakan dengan para santriwati pengagumnya itu. Ada sedikit kekecewaan di hatinya mendapati dirinya tidak spesial di mata Ihsan. Apa yang Keira inginkan sebenarnya.

"Saya akan menyuruh Parjo mengantarmu dan ajak Zahra untuk menemanimu" Ihsan kembali membuka suara.

"Kenapa harus seribet itu? Aku bisa berangkat sendiri."

"Turuti apa yang saya katakan. Ajak Zahra bersamamu sebelum itu suruh dia bertemu denganku" Ujar Ihsan tidak mau di bantah.

"Kau ini menyebalkan. Sikap pemimpinmu itu. apakah aku harus menciummu lagi agar mulut itu bungkam seribu bahasa" Pekik Keira pelan tapi tajam.

Keira diliputi kekesalan sehingga mengatakan hal seperti barusan tapi setelah dia sadar apa yang dia katakan wajahnya merah sempurna.

Ihsan yang mendengar pekikan Keirapun mendadak kaku di tempat. Ihsan melihat wajah gadis di hadapannya merah sedangkan wajahnya pias seketika.

Ada yang aneh dengan jantungnya di saat Keira mengatakan hal itu. Ada satu detakan kuat menghantam rongga dadanya sehingga wajahnya pias dengan tangannya menjadi dingin.

Setelah itu detak jantungnya berpacu cepat. Susah sekali Ihsan untuk menormalkan wajahnya agar terlihat biasa - biasa saja.

Ihsan memilih berbalik memunggungi Keira.

"Panggil Zahra dan suruh untuk menemui saya dulu."

Ihsan meninggalkan Keira. Setelah kepergian Ihsan Keira menghela nafas lega. Tadi berdiam kaku dengan ustadz muda itu pasokan oksigen disini mendadak menipis.

Keira berjalan cepat mencari Zahra. Melihat anak remaja itu Keira langsung menariknya untuk menemui Ihsan.

Keira menunggu di luar karena Zahra sedang berbicara dengan Ihsan entah membicarakan apa. Lumayan lama perbincangan itu dan akhirnya Zahra keluar.

"Kata ustadz Ihsan berangkatnya besok pagi saja sekarang sudah mau maghrib. Tidak baik perempuan keluar di malam hari."

Keira berdiri kesal dan berlalu begitu saja. Dia tidak sabar mengembalikan uang ini kepada ayahnya tapi karena semua peraturan itu Keira harus menunggu sampai besok.

**

Ke esok paginya di saat sarapan di kantin wajah Keira terlihat keruh sekali. Zahra yang ada di sampingnya pun tidak berani menegurnya sama sekali.

Merekapun kini beriringan menemui Ihsan di ruangannya untuk pamit pergi. Ihsan melihat Keira enggan sekali hanya untuk mendengar wejangan Ihsan.

Di dalam mobil menuju kantor ayahnya pun Keira tetap bungkam. Sesampainya di kantor pemerintahan itu. Keira meminta menunggu pada Zahra dan juga Parjo.

Langkah Keira cepat menuju ruangan ayahnya. Sesampainya di ruangan ayahnya dan kini sudah berharap - hadapan dengan seorang lelaki paruh baya yang terlihat begitu berwibawa.

"Anak ayah. Ada apa kesini?" Tanya nya.

Ayahnya selalu memperlakukan Keira dengan baik. Segala keinginan Keira selalu di penuhi tapi Keira tahu ada yang salah dari cara ayahnya menafkahi dirinya yang membuat Keira berontak dengan tidak menuruti segala aturannya.

IhsanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang