Fragilite: Dia [2]

3.3K 180 5
                                    

"Cinta mengajarkan banyak hal, termasuk patah hati."

····


"Brukk" suara tas terlempar dari pemilik nya, menyadarkan Seseorang yang baru saja sampai rumah.

"Kamu udah pulang Sab?"

Pertanyaan nya terdengar aneh namun ia berharap hubungan-nya bersama Sabrina bisa membaik. Tapi lagi-lagi tak ada sautan terdengar dari telinga wanita berumur yang masih saja tampil cantik.

"Tumben pulang biasa nya ......" ucap Sabrina menggantungkan ucapan nya.

"Sampai kapan kamu mau kaya gini Sab?"

"Gak tau".

"Kamu tau? Mama kaya gini, gila kerja bukan buat apa apa tapi buat kamu, kamu harusnya hargai mama dong. Mama udah cape-cape kesana kesini buat dapet uang tapi kamu kaya gini? Sadar Sab ! Orang yang ada di hadapan kamu ini Mama kamu!" sentak Rena mengebu-gebu

Sabrina mulai tersulut emosi, sudah sekian lama ia ingin bicara bar-bar'an kepada sang Mama.

"Ma, Asal mama tau ya. Semua anak emang butuh kebutuhan materi nya, Tapi Sabrina beda ma, Sabrina cuma pengen kasih sayang mama yang setiap hari ada di rumah, yang selalu nemenin Sabrina di rumah walaupun cuma sekedar makan atau nonton tv doang. Itu udah cukup banget buat Sabrina bahagia. please Ma, Sabrina cuma mau Mama meluangkan waktu buat Aku."

Rena tersenyum miring, lalu menjawab "Gak bisa! Kita itu hidup butuh uang. bukan cuma diem di Rumah tanpa ngehasilin apa-apa." Rena tertawa kecil, seperti meremehkan.

"Gak..mama gak tau apa yang gue butuhin dan apa yang gue prioritasin." lagi-lagi batin nya berbicara.

Sabrina pun berlari menuju kamar, Kamar yang selama ini menjadi saksi bisu kehidupan nya. Tuhan begitu tak adil, ia sudah mengambil kebersamaan nya bersama papa lalu sekarang Tuhan juga mengambil kebersamaan nya bersama mama.

Sabrina begitu lelah mengapa dunia seakan enggan memberi nya kebahagiaan, Apa ia tak pantas seperti orang lain?

Sabrina memeluk lutut nya erat tubuh yang bergetar hebat, bersandar pada pintu yang kokoh.
Ia menangis bahkan sudah tidak terhitung seberapa banyak air mata yang ia keluarkan. Memaksakan skenario Tuhan agar ia saja yang mengatur. Jika bisa ia ingin terlahir kembali, namun tidak terlahir dari keluarga yang seperti ini.

Samar-samar Tangisan nya mereda dan memejamkan mata yang mungkin sudah lelah menatap dunia.

"Maafin mama Sab"

····

"Nad, tante mohon kamu kesini ya, Buat Sabrina kembali lagi, Tante ga bisa buat dia bahagia."

"......."

"Bantu tante sayang"

"......"

"Makasih ya nad"

"......"

Telpon terputus.

"Semoga Nad bisa bikin kamu seneng Sabrina, Mama harap kamu bisa menampakan senyuman kamu lagi" Harapan kecil Rena yang tak sadar akan sifat tak masuk akal nya.

·······

L

elaki itu sedikit melonggarkan dasi yang mengikat lehernya, lalu duduk di sofa dan membuka tali sepatu nya, air muka nya terlihat lelah. Mungkin dia sedikit belum terbiasa akan kemacetan di jalan tadi.

"Gimana sekolah baru?" Ucap seorang wanita paru baya menghampiri anak nya yang terlihat membuka kaus kakinya.

Yofan mengangkat kedua alisnya. "Biasa aja mah"

"Gak ada kesan gitu? siapa tau ada cewek cakep di sekolah kamu"

"Ada sih tapi gitu. najis, dingin kaya es batu"

"Hush! Kamu itu kalo ngomong jangan sembarangan entar suka aja, tau rasa"

"Fakta mah." Yofan masih saja mengelak.

"Fan, manusia itu terlahir ga ada yang punya sifat dingin, kalo emang ada mama yakin pasti ada sebab nya." Ucap Mamanya.

"Yofan juga mikir kaya gitu mah" Ucap Yofan Dalam hati

"Udah ah, yofan ke atas dulu." Ucap Yofan membawa tasnya.

°°°°

Saya masih menerima vote dan komen serta kritik dari kalian, walaupun saya sudah mengakhiri cerita ini :)

Jakarta, 472 word.

Fragilitè [END] r e v i s iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang