Chapter 17

1.4K 98 0
                                    

Sabrina melangkah masuk kedalam rumah, waktu sudah tepat pulang sekolah. Namun ia sedikit takut jika di tanya oleh Nadia.
Pasti Nadia akan menanyakan berbagai macam pertanyaan yang mendesak, huh.

Sabrina menutup pintu dengan pelan, setelah itu ia melangkah menuju dapur.

"Sab?"

Sabrina meringis.

"Kenapa Nad?" tepat sekali yang memanggil adalah Nadia.

Sabrina berusaha menetralkan detak jantung nya yang berdegub kencang. Berusaha biasa saja dan melangkah kearah kulkas membuka sebotol air dingin.

"Lo abis dari mana, kok bolos sih?" kata Nadia mengerutkan dahi bertanya.

"Mmm...Gue abis dari cafe"

"Ngapain?" Nadia berusaha mendesak pertanyaan nya.

"Ya..ya..Gue pengen aja, penat banget gue beberapa hari ini"

Nadia semakin heran, tidak seperti biasa Sabrina seperti ini. Aktivitas Sabrina ya seperti ini Di rumah dan belajar jadi apa Sabrina baru bosan sekarang?

"Ooh, oke.. Tapi bisa ya lo berdua sama Yofan gak sekolah barengan"

Deg.

Sabrina mengeratkan pegangan tangan nya di botol dingin itu.
Ucapan Nadia bagaikan sindiran.
Tapi Sabrina berusaha biasa tanpa mencurigakan.

Sabrina menutupi karna tak enak hati. jika ia berkata jujur kepada Nadia, pasti Nadia akan terasa terhianati walaupun semua gara-gara cowo rese itu yang seenak nya memaksa tapi Sabrina juga salah karna menerima diam saja tanpa mengingat Nadia.

"Apaan sih Nad," "gue seharian gak ketemu dia kok" lanjut Sabrina dengan mencuci tangan di wastafel.

"Sab,"

"kenapa lo belum maafin tante" kata Nadia melanjutkan ucapan nya.

Sabrina diam. Air muka nya terlihat merah padam, menyimpan berbagai kemarahan dan kebencian. Malu, ya. Sabrina dengan percaya diri melawan lelaki berotot besar dan mencegah orang itu menemui ibu nya dengan segala cara menghalangi sampai ia terluka dalam hati menekan orang gila yang tiba-tiba membuat kegaduhan dan ternyata Ia salah bukan orang itu yang gila melainkan Ibu nya sendiri yang gila.

Orang berotot itu marah, karna Ibu nya meninggalkan begitu saja di Discotik dengan bayaran uang yang sudah terkirim.
Malu, sangat malu. Sabrina menggeram apa menjadi penyanyi belum kurang uang nya untuk membeli keperluan nya sendiri?
Bahkan selama ini Sabrina tidak pernah meminta apapun yang mewah melainkan Ibu nya sendiri yang selalu belanja dengan keperluan yang melimpah.

Dan apakah karna itu Ibu nya menjadi rela di bayar lelaki malam?

Sabrina menggeram. Ibu nya benar-benar membuat nama baik keluarga tercoreng. Berlagak mewah sebenarnya uang itu Ia dapat dari menghibur lelaki malam.

Lamunan nya tersadar, segera ia menaruh botol dingin di kulkas dan beranjak pergi.

"Gak usah bahas dia," kata Sabrina pergi dengan raut muka amarah.

Nadia menatap dengan menarik napas panjang. Di tuntut memperbaiki tapi yang menuntut tidak mencoba merubah kesalahan.
Bagimana bisa menyentuh dengan damai bahkan Nadia baru ingin menyentuh malah kena diam'an.

Nadia mencoba menyusul langkah Sabrina ke kamarnya. Karna mulai sekarang kamar Sabrina adalah kamar Nadia juga.
Baru saja melangkah Nadia mendengar suara percikan air, sepertinya Sabrina langsung mandi. Tas Sabrina tergeletak di atas kasur, dengan handphone di atasnya.

Kaki mulus Nadia mendekat kearah ranjang, mencoba mengambil Handphone yang berbunyi banyak notif pesan. Dengan rasa penasaran Nadia membuka handphone Sabrina yang tak di lengkapi kata sandi.

Mata Nadia seakan ingin keluar, apa yang telah ia lihat.

"Yofan?" bibirnya terkatup rapat mencoba menetral kan rasa aneh nya. "jadi Sabrina punya line Yofan?" lanjut nya dengan mencoba membuka isi pesan.

"Tft ya ;)"

Bagai terhantam benda keras, Nadia seperti di jatuhkan dari atas langit yang berlapis. Degup jantung nya berdetak begitu kencang tak terhenti. Menghela napas sesak yang menyelimuti perasaan nya.

Suara percikan air terhenti, Nadia langsung memposisikan handphone itu di tempat awal setelah ia mengeluarkan aplikasi line.

Perasaan sesak begitu menyekat dadanya. Ia langsung tengkurap di atas kasur dengan bantal yang menutupi kepalanya. Rasanya Nadia ingin menangis.

Suara pintu terbuka, Sabrina keluar dengan rambut yang terliliti handuk. Aroma lemon langsung menyeruak tercium begitu pintu terbuka, aroma nya mampu membuat siapapun merasa segar.

Sabrina menyeritkan dahi bingung. Tidak biasanya, Nadia tertidur dengan posisi asal seperti itu.
Tiba-tiba suara aneh terdengar dari perutnya. Lapar, tapi belum lama ia baru saja makan di rumah Yofan.
Tapi, rasanya ia ingin memakan Pizza.

"Nad."

"Nadia" ucap Sabrina menggoyangkan kaki Nadia.

Nadia yang sebenarnya tidak tidur ia pun pura-pura mengulat. Berusaha bangun dengan tanpa air mata sedikitpun.

"Kenapa Sab?"

"Pesen pizza Nad, gue laper" kata Sabrina sambil membereskan barang barang yang tercecer di atas kasur.

"Iyaa" kata Nadia yang langsung meraih handphone nya.

Sambil menunggu Sabrina meraih handphone nya yang sudah berada di meja belajar setelah ia pindahi.

Mulai membuka pesan baru.

Bu Sri (2)
Nadia (10)
Yofan (1)

"Yofan?" Sabrina menyeritkan dahi bingung dari mana cowo rese itu mendapatkan id line nya.
Dalam hati menggeram kesal dan bertanya tanya.

Sabrina mulai membuka.

Tft ya ;)

Hm

Eh, di bales =D
Read

Kok di baca doang?

Hm

Hm, terus. Btw enak
Pancake nya.

Mama lo yang bikin.

Kan bareng lo juga ({ })

😒

Baru emot peluk aja
Lo udah sinis apa lagi
Emot (:*)
Read

Sabrina mencoba tidak tersenyum menahan dengan mengigit bibir bawah nya. Dalam hati nya merasa
Seperti di terbangi ribuan kupu-kupu. Apa apaan Yofan, menggobal dengan emot yang menjijika ia bersumpah tidak akan baper dengan pesan itu. Receh!

Nadia yang sedari tadi melihat mencoba menetralkan rasa sesaknya. Ia tahu pasti Sabrina sedang chat bersama Yofan.
Wajah nya seperti bahagia yang tertahan dengan segala cara menutupi nya.

Tiba-tiba Suara ketukan pintu menyadar kan mereka dari aktivitas masing masing. Dengan cepat Nadia berdiri mendekati pintu.
Terlihat Bi Irah membawa sebungkus pizza berbentuk bulat.
Nadia meraih setelah berucap terima kasih.

"Cepet ya, langsung nyampe. Gue laper banget Nad" kata Sabrina dengan menatap lapar pizza di tangan Nadia.

"Buka dong" cengiran Nadia langsung di angguki Sabrina.

"Selamat makan!" kata Sabrina setelah mengambil potongan pizza yang dileleh kan keju dengan taburan Daging tipis yang mengepul panas.

°°°°

Saya masih menerima vote dan komen serta kritik dari kalian, walaupun saya sudah mengakhiri cerita ini :)

Fragilitè [END] r e v i s iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang