Fragilite: Melupakan [8]

1.8K 112 5
                                    

"Sreeekk"

Suara Jendela itu di tarik sang pemilik rumah, hari sudah semakin sore tapi sepupunya itu belum juga datang, seharusnya ia sudah datang karna bel pulang sekolah adalah jam 14.00.

Tapi entah lah Nadia kemana, sejak tadi pun ia sudah mengirim berbagai pesan kekhawatiran, tapi tidak ada satupun yang terjawab.

Sang pemilik rumah mengerutkan dahi bingung, ada sebuah motor yang di naiki sepupunya berhenti di depan rumahnya.

Bukan tukang ojek, yang ia lihat. Melainkan Motor yang pernah ia tumpangi juga kemarin.

Sang pemilik rumah masih tetap melihat dengan amat serius, memperhatikan apa saja yang mereka lakukan, entah mengapa ada perasaan sakit menghampirinya tapi ia buru-buru mengalih kan pandangan dengan tujuan agar tidak menyakitkan.
sebelum Nadia pergi dia sempat mengambil beberapa belanjaan.
Kemudian turun dari motor dengan senyuman yang tercetak jelas di bibirnya.

Pemilik rumah langsung menutup horden dengan cepat, takut sepupunya itu memergokinya sedang mengintip.

Sang Pemilik rumah kembali pada asal tempatnya, ruang tamu.

Tiba-tiba suara Pintu terbuka dengan jeritan yang kencang.

"Wagila sih, Sabrinaaa"

"Gue happy bangett, gue happyyyyy bangett".

"Nadia hussttt----" ucap Sabrina menghampiri Nadia sambil mengarahkan jari telunjuk ke bibirnya.

Nadia hanya menyengir dan menutup mulutnya, lupa jika Sabrina dan Tante Rena pasti sudah sampai rumah.

"Ada apa?" tanya Sabrina dengan pura-pura tak tahu, Sabrina harus bisa menahan rasa sakit ini dan membiarkan Sepupunya bahagia.
Dan lagi lagi orang yang ia sayang menyakitinya secara perlahan.

"Lo tau, tadi pagi. Ada cowo ganteng banget ngasih tau gue kelas baru dan nganterin gue sampai dalam kelas dan lebih mengejutkan lagi dia sekelas sama gue!" ucap Nadia yang di selingi suara yang amat bahagia.

Menutupi, mengikhlaskan dan menghapus luka.

Kata yang tepat untuk Sabrina kali ini

Sabrina memang belum memastikan, apakah Perasaan ini semu atau perasaan yang benar-benar di penuhi cinta.
Dan Sabrina belum bisa membedakan antara kagum atau mencintai. Tapi Sabrina terus berharap jika perasaan sakit ini hanya sementara dan akan menghilang di telan waktu.

Entah mengapa perasaan sakit itu mucul lagi, Karna otak nya merekam jelas kebersaaan Yofan dan Nadia, seketika Sabrina ingin menyendiri dengan tujuan memastikan apakah benar atau salah perasaan nya saat ini.

"Nad, gue ke perpus dulu ya" ucap Sabrina kepada Nadia, memang di rumah nya terdapat sebuah Perpustakaan besar dan itu tempat favorit Sabrina jika ingin menyendiri.
Ia akan lebih suka bergelut dengan beribu buku ketimbang Berjalan ala anak Artis terkenal di luar sana.

Sabrina memang bukan anak Nerd, Tapi ia hanya ingin berprawakan beda, Jika tak berdandan culun ia akan benar-benar mirip Mamanya.

Sabrina mulai mengambil Buku yang tertata rapi di rak Library nya.
Mengambil karya Sastra seorang
Penulis terkenal.

"Cinta tidak meminta untuk di singgahi Karna cinta akan datang dengan sendirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cinta tidak meminta untuk di singgahi
Karna cinta akan datang dengan sendirinya.
Dan Cinta ini datang karna waktu yang membawa kita dalam kebersamaan"

"Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana cinta membawa kebahagiaan, jika kamu tidak ingin mencobanya"

Begitu lah isi kalimat yang terdapat pada halaman terakhir, kata-kata itu mampu membuat nya terdiam sesaat dan mencoba untuk mencerna isi kalimat terakhir novelnya.

"Cinta ini muncul karna waktu yang membawa kita dalam kebersamaan" Tulisan novel itu seakan kaset rusak yang terus berputar dalam otak nya, mencoba bertanya pada diri sendiri Apakah ia yakin dengan perasaan nya saat ini?

Tapi Fikiran itu buru-buru ia tepis, sangat tidak mungkin ia menyakiti hati sepupu terbaiknya dan akan sangat amat menyakitkan jika melihat air mata menetes dari matanya.

Sebaiknya melupakan adalah tujuan terbaik saat ini.

Sabrina buru-buru menaruh kembali buku novel itu pada rak sebelumnya. Jam sudah pukul 20.00 seperti biasa ini adalah jam Belajarnya.

Berjalan dengan sebiasa mungkin, menutup pintu library dan kembali kekamar, namun suara gaduh mampu membuatnya menoleh kearah pintu, seperti nya ada sesorang yang mengetuk pintu dengan amarah yang berapi-api, itu sangat di ketahui karna ketukan nya yang sangat keras, seperti memukul.

"Rena, keluar lo!"

"Tok, tok, tok"

"Keluar lo Anjing...!!!"

Sabrina mulai menghampiri dengam langkah kaki yang panjang, orang itu sangat tidak beretika meneriaki rumah orang dengan kata yang kasar serta menggedor pintu dengan keras.

Sudah tak sabar, Sabrina tanpa rasa takut menghampiri dan membuka pintu dengan tangan yang mengepal.

"Ada apa pak?" Ucap Sabrina to the point dengan menatap tajam lelaki berbadan besar di hadapan nya ini.

"Mana nyokap sialan lo!" ucap Lelaki itu yang amarah yang memuncak.

"Gak ada!" ucap Sabrina lantang dan meneriaki di depan muka lelaki itu.

"Aakkhhh, bego awas lo!" ucap Lelaki berbadan besar mendorong tubuh Sabrina kesamping dengan dorongan yang amat keras, dorongan itu mampu membuat Sabrina jatuh dan kepalanya mengenai pinggir meja kayu yang tajam.

"Aawwhhh" ringis Sabrina dengan mengusap Dahi yang sudah berdarah. Tapi itu tidak membuat nya takut melawan lelaki bertato dan berbadan besar itu.

Ia mencoba bangun dan menghalangi lelaki itu menaiki tangga, lelaki itu menatap Sabrina dengan tatapan Marah gadis itu ternyata ingin bermain dengan nya.

Dengan jalan yang lemah ia menarik baju lelaki berbadan besar itu namun apa yang terjadi, Sabrina malah terdorong lagi dengan tenaga yang tak kalah kencang dari yang sebelumnya, dorongan itu mampu membuat badan gadis cantik itu terpental dan membentur gucci besar di samping tangga.

Tidak ada cahaya sekali pun yang terlihat dimata gadis itu, gelap.. Semua gelap ia benar-benar terbawa alam sadarnya.

°°°°

Saya memang sudah mengakhiri cerita ini, tapi saya masih butuh vote, komentar serta kritik pada setiap kesalahan/ keanehan, terimakasih.

Jakarta, 30 Januari 2017

Regard, anytale

Fragilitè [END] r e v i s iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang