One: Pertemuan Pertama

4.2K 195 49
                                    

Happy reading y'all 🌹

"Melepaskan dan merelakan orang yang dicintai memang sulit dan menyakitkan. Tapi kelak, pada akhirnya semua orang pasti akan pergi, kan? Hanya masalah waktu saja. Kalau saja waktu itu keduanya tidak memutuskan untuk saling menjauh, apa semuanya akan berbeda?
Apakah perpisahan ini tidak akan
semenyakitkan ini?"

—————

Rafi melihat pantulan dirinya dari kaca taksi dengan tatapan datar. Taksi yang ia tumpangi itu melaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi, membuat Rafi menjadi sedikit pusing. Tidak berapa lama kemudian, taksinya berhenti di depan sebuah rumah tua. Sesaat Rafi menjadi panik. Hanya satu hal yang ada dipikirannya saat ini, dompetnya hilang. Kemungkinan besar jatuh saat dia berlari menuruni eskalator tadi.

Menepuk jidatnya, Rafi cengengesan. Berkata pada sopir taksi itu untuk menunggu sebentar karena ia akan menelepon mamanya untuk ke sini dan membayar ongkosnya. Rafi permisi untuk keluar, dirinya merasa lebih nyaman untuk bertelepon di luar daripada di dalam taksi dengan sopir itu. Selama lima menit, mamanya tidak kunjung membalas panggilan telepon dari Rafi, yang membuat lelaki itu menjadi semakin panik.

Tiba-tiba seseorang berpakaian santai tengah mendekati Rafi yang membuat lelaki itu berhenti untuk menghubungi mamanya. Tanpa Rafi duga, orang itu bertanya pada sopir taksi itu berapa ongkos taksi Rafi, kemudian mengambil selembar uang lima puluh ribu rupiah dari saku celananya. Setelah itu, taksi yang Rafi tumpangi pergi.

Perempuan itu membayar ongkos taksi Rafi. Ongkos taksi Rafi! Pakai tanda seru biar lebih ngerti. Sungguh sesuatu yang tidak pernah Rafi harapkan dan duga.

"Loh? Kok..." Mulut Rafi ternganga, jari telunjuknya teracung ke arah taksi yang semakin lama semakin menjauh itu.

"Kayaknya lo lagi kesulitan tadi, jadi gue bantu talangin dulu. Tapi, tetap aja lo harus bayar gue." Perempuan itu tersenyum, lalu terkekeh pelan.

"Hah? Oh, iya... makasih, ya." Rafi tersenyum kikuk.

Rafi menggaruk tengkuknya, masih menatap perempuan di hadapannya ini dengan sangsi. Kalau dilihat dari penampilannya, sih, kayaknya dia orang yang baik. Pikir Rafi begitu. Tapi tunggu dulu, barusan Rafi melihat ada luka kecil di sudut bibir perempuan ini. Apa yang terjadi padanya? Dan satu hal lagi, tadi di saat Rafi tengah menelepon mamanya, Rafi sempat melihat perempuan ini berlari ke arahnya sambil sesekali melihat ke arah belakang.

Apa jangan-jangan dia seseorang yang sudah mencuri sesuatu? Atau dia sedang dikejar-kejar oleh kreditor? Rafi menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak boleh berpikiran negatif terhadap seseorang yang padahal tidak ia kenal. Ya... walaupun perempuan ini terlihat seperti orang baik, tapi tetap saja Rafi harus waspada. Apalagi orang ini adalah orang yang tidak ia kenal.

Tapi kalau memang orang ini benar-benar orang yang tidak baik, itu berarti saat ini juga dirinya harus segera pergi. Dia tidak mau terlibat dalam masalah apa pun mengingat dirinya selalu menjalani kehidupan yang santai dan tenang. Tidak ada yang namanya masalah di dalam kehidupan Rafi. Hidup Rafi selalu ia anggap berwarna. Kalau sesuatu yang buruk sebentar lagi terjadi, bisa-bisa hidup Rafi berubah menjadi hitam putih.

Seakan sadar Rafi sedang melihat luka yang ia dapat di sudut bibirnya, perempuan itu lantas membuang muka. Tindakannya itu membuat Rafi langsung mengedipkan matanya berkali-kali untuk menghindari kecanggungan yang ada.

A Little BraverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang