Nine: Perkenalan

715 48 1
                                    

"Udah, ya, Ki, udah," ucap Rafi, ada terselip nada geram di dalam suaranya.

"Apaan, sih, lo? Gue, kan, cuma minta secuil dari makanan lo. Lagian, bekal yang emak lo masak enak banget, sih. Gue mau katering dong, bisa kagak?" Kiki bertanya, selagi tangan kanannya masih sibuk menyomot bekal milik Rafi.

"Secuil-secuil, lama-lama juga jadi bukit. Lagian, emak gue kagak ada waktu dah buat ngurusin lo. Anak sendiri aja kadang nggak keurus." Rafi meninju pelan bahu Kiki yang langsung dibalas dengan ringisan.

"Aduh, bisa nggak, sih, nggak usah ganggu ketenangan hidup gue? Sebentar aja... oke?" Darrel menghela napas panjang, detik selanjutnya, dia beranjak keluar kelas. Telinganya terasa pengang karena mendengar perdebatan diantara mereka berdua dari tadi yang tidak ada habisnya.

Rafi dan Kiki saling tatap, kemudian mereka menjentikkan jari mereka secara bersamaan.

"Gue tebak nih, ya, dia lagi berantem sama Elora," bisik Rafi.

Perlahan Kiki turun dari meja, lalu beralih menuju bangku Darrel dan duduk di sana. "Oh, pantesan... sensi. Eh, tapi... hah?! Tadi lo bilang dia berantem lagi? Emangnya dia pernah berantem sama Elora? Kok gue nggak tahu?" Raut wajah Kiki menampilkan rasa bingung dan penasaran.

"Kira-kira dua minggu yang lalu, deh, gue juga lupa-lupa ingat. Masa mereka berdua berantem cuma gara-gara Darrel nggak sengaja naikkin kaca mobil, eh tangan Elora kejepit. Udah, deh, dari sana mereka berdebat, sampai akhirnya berantem tuh selama seminggu. Terus kemarin-marin udah baikkan, eh sekarang malah berantem lagi. Nggak ngerti lagi dah gue sama mereka."

"Emang dasar, ya, si Darrel, jadi cowok tuh harus gentle. Kalau udah berantem kayak gitu, harus dia dong yang minta maaf atau baikkin ceweknya duluan. Sok gengsian amat dah," sahut Kiki dengan nada jengkel.

"Nah, kan. Benar apa kata lo. Gue juga pikir kayak begitu."

***

Rasa manis bergumul di dalam mulut Rafi dan memberikan rasa dingin di tenggorokannya. Susu stroberi selalu menjadi rasa susu kesukaannya sejak kecil, apalagi jika diminum dingin-dingin. Ini semua karena Alis yang suka semua makanan dan minuman rasa stroberi, jadi Rafi juga ikutan suka.

Matanya menatap lurus ke depan kala kedua kakinya diayunkan ke depan ke belakang. Mungkin saat ini, dia terlihat seperti anak kecil. Rafi tengah duduk di kursi panjang yang berada di tengah-tengah gedung sekolah ini. Mumpung hari ini satpamnya sedang sakit, jadi tidak ada yang berjaga di sini.

Kadang kala, Rafi memang akan duduk di sini karena dia selalu suka melihat pemandangan yang ada di depannya. Banyak pepohonan dan orang-orang yang sedang bermain basket di lapangan itu biasanya dapat membuat inspirasi muncul di dalam otak lelaki itu. Rafi selalu membawa pensil, penghapus, dan selembar kertas setiap dirinya ke sini. Karena dia akan selalu menggambar pemandangan yang ada di sekitarnya. Kadang kala, dia juga akan menggambar kartun kesukaannya.

Tiba-tiba Rafi jadi teringat akan kedua sahabatnya. Sifat mereka bertiga memang berbeda-beda. Rafi mempunyai sifat yang sabar dan humoris, dia juga yang paling sering digangguin oleh Darrel dan Kiki. Sedangkan Darrel itu orangnya pemberani dan jahil. Tapi, otaknya gesrek juga. Kalau Kiki itu orangnya cenderung lebih tenang diantara mereka bertiga.

Bisa dibilang, walaupun Kiki adalah yang paling kecil diantara mereka bertiga (hanya berbeda beberapa bulan saja), tapi dialah yang paling dewasa. Tapi, jangan salah. Terkadang, dia juga bisa menjadi sama gilanya dengan Rafi. Salah satunya, kalau sudah menyangkut soal film kesukaan mereka. Kegilaan Kiki tidak terjadi setiap saat, hanya kadang-kadang saja. Di saat kegabutan melanda, atau memang saat gilanya sudah mau keluar. Rafi senyam-senyum sendiri mendeskripsikan sahabatnya satu-persatu, oh, dan juga dirinya.

A Little BraverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang