Fifthteen: Pertimbangan

576 48 4
                                    

Taman kanak-kanak, 7 tahun yang lalu...

Panasnya matahari membuat seorang anak perempuan menghentikan ayunannya dan berlari menuju stan es krim yang berada di tidak jauh di depannya. Setelah memesan dua es krim stroberi, anak itu kembali ke ayunannya dengan berlari kecil. Dijilatnya dua es krim yang berada di kedua tangannya itu dengan penuh nikmat.

"Kamu harus diet!" Suara itu berasal dari seorang bocah laki-laki yang tengah duduk di atas ayunan sebelah kanan Alis. Sambil berkacak pinggang, bocah itu bersuara lagi. "Diet! Harus diet!"

Alis mendengus sebal, lalu bangkit berdiri dan kembali memakan es krimnya tanpa mempedulikan omongan anak lelaki itu, Rafi.

Melihat respons Alis yang seperti itu, membuat Rafi harus semakin memikirkan cara supaya Alis mau meladeni dan tidak mengacuhkannya lagi.

"Kalau kamu kurus, kan, aku jadi suka," ucap Rafi terang-terangan, dan ternyata kalimat yang Rafi ucapkan barusan itu sukses membuat Alis berhenti untuk memakan es krimnya.

Rafi kira Alis mau diet karena mendengar omongannya barusan, tapi nyatanya tidak. "Aku nggak mau disukain sama kamu," jawab Alis yang sebenarnya adalah tolakan.

Dahi Rafi mengernyit, merasa bingung dan agak kecewa dengan jawaban Alis barusan. "Kenapa? Aku kan ganteng." Rafi mengusap-ngusap dagunya, berniat sok tebar pesona.

"Kamu ompong. Aku nggak mau disukain sama cowok ompong."

Sedetik setelah itu, Rafi tertawa. "Gigi aku, kan, masih bisa tumbuh, tapi kalau kamu makan terus, entar susah kalau mau kurusin."

"Aku nggak mau kurus, pokoknya aku mau makan makanan yang aku suka!" bantah Alis sembari berjalan menjauh dari Rafi.

Rafi lantas bangkit berdiri, kemudian mengejar Alis. "Pokoknya aku bakal bantu kamu diet, Alisia Elainiel!" seru Rafi.

Alis mengembangkan sebuah senyum. "Lucu, ya, setiap ke tempat ini, gue jadi ingat masa kecil kita." Alis mengayunkan ayunannya dengan kuat sehingga rambutnya melambai mengikuti arah angin.

"Untung aja masih muat duduk di ayunan, nggak putus talinya," sahut Rafi, yang sebenarnya adalah sebuah ledekan. Kemudian, ia tertawa geli melihat wajah Alis yang memerah.

"Apaan, sih? Jadi, lo lagi kode mau dibilang makasih gitu karena udah bantuin gue diet?" tanya Alis sembari menoleh ke samping.

Rafi juga ikut menoleh, kini mereka saling tatap. "Hmmm... terserah lo, sih, mau bilang makasih atau nggak. Tapi yang jelas gue senang karena waktu itu lo mau dengarin omongan gue dan tentunya harus gue ancam dulu," jawabnya.

"Iya deh, makasih, ya, Rafi! Lo tega banget sampai bilang nggak mau temenan sama gue lagi. Gue kira lo bercanda, eh besoknya lo beneran nggak ngomong dan ladenin gue. Gue langsung kayak kesepian gitu," Tiba-tiba saja Alis memberhentikan ayunannya. "Untuk yang pertama kalinya, gue merasa beruntung banget bisa ketemu dan kenal lo. Semoga kita bisa selalu sama-sama, ya."

Selama hampir satu menit, mereka hanya saling tatap dan saling melemparkan senyum tipis. Sampai akhirnya suara Rafi mulai terdengar.

"Lis," panggil Rafi pelan.

"Kenapa?" sahutnya spontan.

"Gue mau berhenti main futsal. Gue merasa kalau gue terlalu egois. Akhir-akhir ini kita jarang habisin waktu bareng, gue latihan futsal terus. Gue takut kalau dengan ini, hubungan kita jadi merenggang." Mendadak raut wajah Rafi berubah menjadi sedih.

Perlahan tapi pasti, kedua sudut bibir Alis tertarik ke atas. "Nggak akan merenggang kok. Aduh, bahasanya kayak seolah-olah kita lagi pacaran aja, pakai segala habisin waktu bareng," sahut Alis sembari tertawa.

A Little BraverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang