"Lo beruntung tau, Nad. Coba kalau lo gaada hubungan darah sama Revan. Mungkin lo nasibnya bakalan sama kayak si Luna."
Nada mengerutkan keningnya bingung. "Luna yang mana? Terus emang seberuntung apa kalau gue punya hubungan darah sama Revan?"
Keyla terkekeh. "Geng nya Shella tuh cuma ga berani sama geng nya Rafa. Istilahnya geng mereka berdua tuh sama-sama berkuasa gitu. Dan Shella cuma bisa dikalahin sama mereka berempat. Makanya Shella gak berani sama mereka.
"Dan kenapa lo beruntung? Karna coba kalau lo gaada hubungan darah sama Revan. Mungkin nasib lo bakal sama kayak Luna. Luna itu yang rambutnya dikuncir dua, terus pake kacamata bulat. Liat kan? Dia itu pindahan waktu awal semester 2, dan yah, sampe sekarang dia masih tetep jadi bulanannya Shella, walaupun gak separah waktu dia awal masuk. Tapi ya jadinya gitu, introvert."
Nada menganggukkan kepalanya paham. "Lo juga beruntung. Lo masuk dari awal kelas 10, jadi lo gaperlu kena bully-an mereka."
Kali ini Keyla yang mengangguk setuju. "Tapi pas kelas 11 gue gak beruntung. Udah kepisah sama temen-temen gue kelas 10, ketemu sama 2 geng berkuasa. Huah, gue gangerti lagi nasib apa itu."
Nada terkekeh pelan. Keyla. Teman yang baru saja ia temui tadi pagi. Tapi sifat Keyla yang easy going membuatnya nyaman, membuat mereka jadi terlihat layaknya teman yang sudah mengenal sejak lama. Setidaknya Nada sedikit bersyukur karena bisa berteman baik dengan Keyla.
Nada mengalihkan pandangannya kearah pintu kantin. Terlihat Revan, Alex, dan Devlin yang baru saja memasuki ruangan ini. Satu hal yang saat ini ada di benaknya. Kemana Rafa? Sejak Revan berbicara dengan Rafa tadi, Nada belum melihat Rafa sama sekali, bahkan Rafa dan Revan tidak mengikuti pelajaran ketiga dan keempat.
Awalnya Nada pikir, Revan dan Rafa sedang melakukan sesuatu bersama, namun melihat Revan disini tanpa ada Rafa membuatnya kembali bertanya-tanya.
"Hai, gabung ya," ujar Devlin ceria kemudian duduk disamping Keyla. Makanan yang ia bawa ia taruh diatas meja. Disusul dengan Revan dan Alex yang duduk di samping Nada.
"Kok lo makan disini sih? Gamau jauh-jauh dari gue? Gue jadi serem, jangan-jangan lo kena brother complex lagi."
Revan bergidik. "Enak aja. Gue juga ogah sama lo. Mereka berdua noh, pengen banget makan bareng lo."
Nada mengalihkan pandangannya pada Alex, menatapnya meminta kebenaran.
"Hehe, iseng aja. Gapapakan, Nad?"
Nada menghembuskan nafasnya. "Temen lo yang satu lagi mana?"
Devlin berdecak. "Rafa? Kenapa semua cewe nyariin Rafa? Emang kita kurang cakep apa?" Ujarnya dengan ekspresi yang dibuat seperti orang ngambek.
"Gue serius. Tumben aja. Kalau menurut Keyla sih, kalian berempat kalau kemana-mana selalu bareng. Makanya gue penasaran, kenapa kalian tinggal bertiga sekarang?"
Devlin mengalihkan pandangannya pada Keyla. "Lo ngomong apa aja sama Nada?"
"Eh.. Eng-engga kok. Gue gak ngomong apa-apa," ucap Keyla terbata-bata.
Alex terkekeh. "Yaelah, selaw aja apa, Key. Segitu takutnya apa lo sama kita? Kalau lo temen Nada, berarti lo temen kita juga. So, jangan takut gitu. Lagian kita sekelas kan kalau gak salah?"
Keyla mengangguk ragu.
Nada kembali berdecak. "By the way, pertanyaan gue belom dijawab. Gaada yang niat jawab?"
Devlin mengangkat bahunya. "Gatau. Terakhir sama Revan, kan."
"Gue duluan," Revan bangkit berdiri meninggalkan meja Nada.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFANADA
Teen FictionTerpisah karena sebuah alasan membuat kedua sahabat kecil ini menjauh, menjauh bagaikan manusia yang tidak mengenal satu sama lain. Namun jika takdir sudah berbicara, maka sekuat apapun sebuah alasan untuk menjauh, akan ada alasan yang jauh lebih ku...