"Kalau kangen mah chat aja," sindir Devlin seraya duduk di hadapan Rafa. Tangannya bergerak mengaduk minuman yang baru saja ia pesan.
Rafa yang sedari tadi menunduk menatapi ponselnya, kini mulai mengangkat wajahnya, ia menghembuskan nafasnya kemudian bersandar pada sandaran kursi di kafetaria sekolahnya. "Revan mana?"
"Yang pasti gak disekolah. PMR lagi ada acara."
"Alex?"
Devlin mengangkat bahunya acuh. "Tadi sih dipanggil pembina futsal."
Rafa mencondongkan badannya kembali kedepan. Kemudian menatap Devlin. "Lo tau sesuatu gak?"
Kening Devlin berkerut. "Sesuatu apa?"
"Ya apa gitu, yang belom gue ketahui?"
"Informasi bercanda apa serius nih?"
"Serius."
Kening Devlin semakin berkerut. "Gak ada deh kayaknya, emang kenapa sih?"
Rafa kembali menghela nafasnya, lagi-lagi ia menyandarkan punggungnya pada punggung kursi. Ingatannya teringat pada sebuah pesan misterius yang kemarin malam ia terima, ntah dari siapa itu, yang pasti ia yakin bahwa itu merupakan peringatan untuknya.
"Kenapa sih, Raf?"
Rafa menggeleng. "Kirain lo tau sesuatu. Lu kan cenayang."
Devlin berdecak. "Gue bukan cenayang. Gue cuma pinter nangkep situasi. Tapi kalau yang lo maksud ada hubungannya sama Nada, kayaknya gue tau sesuatu."
"Apa?"
"Gue tau kalau lo sama Nada sebelumnya ada hubungan."
Rafa memutarkan bola matanya. "Baru kali ini info lu gak penting."
"Jadi beneran? Kok lo gak ngasih tau gue sih?" Protes Devlin.
"Emang harus banget di umbar? Lagian cuma hubungan persahabatan, ngapain gue umbar-umbar."
Devlin berdecih. "Gak yakin gue ada persahabatan cowo cewe murni tanpa perasaan. Apalagi kasus lo berdua, udah jelas kalau lo berdua sama-sama ada perasaan. Tapi gue penasaran, lo berdua ada masalah apaan sih? Kok akrabnya gak keliatan dah."
Rafa mengangkat bahunya acuh. "Gak guna juga kalau lo tau."
"Gak lo kasih tau juga sebenernya gue udah tau sih permasalahannya."
Rafa memutar bola matanya. "Dasar cenayang."
Devlin menghela nafasnya. "Gue bukan cenayang. Btw ada apaan? Gak mungkin lu nanya kayak gitu kalau gak ada sesuatu."
Kali ini Rafa yang menghela nafasnya. "Kemarin gue dapet SMS."
"Isinya?"
Rafa mengambil ponselnya yang berada diatas meja. Kemudian menunjukkan pada Devlin isi dari pesan tersebut.
"Dari?"
Rafa kembali mematikan ponselnya. "Mana gua tau, kalau gue tau ngapain gue penasaran kayak gini. Sebenernya sih tuh SMS gaada apa-apanya, cuma ntah kenapa firasat gue bilang kalau itu peringatan buat gue."
"Dan firasat gue bilang kalau itu Andrew," sahut Devlin yakin.
"Sotoy lu."
"Gue serius," Devlin bergerak maju. "Nih ya, disitu dia bilang 'She's back.' dari situ udah jelas kalau tuh orang ada hubungannya sama Nada. Karna siapa lagi coba yang baru aja kembali ke kehidupan lo? Terus dia bilang 'Let's make the game become more interesting' dengan kata lain, dia ngibarin bendera perang. Dan yang selama ini punya masalah sama lu kan cuma Andrew."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFANADA
Teen FictionTerpisah karena sebuah alasan membuat kedua sahabat kecil ini menjauh, menjauh bagaikan manusia yang tidak mengenal satu sama lain. Namun jika takdir sudah berbicara, maka sekuat apapun sebuah alasan untuk menjauh, akan ada alasan yang jauh lebih ku...