Rafa : Masih sakit?
Hanya dua kata, namun mampu membuat Nada tersenyum lebar. Ntah sudah untuk yang keberapa kalinya Nada mengecek display name serta display picture dari sang pengirim, namun pesan yang baru saja ia terima benar-benar dari seseorang yang sejak dulu ia harapkan untuk kembali.
Dengan cepat Nada membalas pesan tersebut.
Nada : Udah mendingan.
Rafa : Oh, bagus deh.
Dunia khayalan yang sudah Nada bangun rasanya runtuh begitu saja saat membaca balasan Rafa. Cuma itu? Gabisa basa basi dikit apa?
Dengan kesal Nada menghempaskan ponsel beserta tubuhnya kembali keatas kasur, berniat untuk kembali beristirahat, namun belum sempat ia memejamkan matanya, ponselnya kembali bergetar, menandakan ada sebuah pesan masuk.
Rafa : Udah makan?
Nada : Belom.
Read. Hanya di read, sudah sekitar 15 menit Nada menunggu balasan, namun ia tak juga menerima balasan dari Rafa. Dan untuk yang kedua kalinya, disaat Nada ingin memejamkan matanya, ponselnya kembali bergetar.
Rafa : Lagi pelajaran Pak Gito. Nanti jam 12 gue chat lagi. Bye.
Nada memutarkan bola matanya. Namun tak urung, bibirnya pun tersenyum saat membayangkan apa yang sedang Rafa lakukan secara diam-diam dikelas. Dan kemungkinan besar, saat ia menunggu tadi, adalah saat dimana Rafa tertangkap oleh Pak Gito sedang bermain ponsel.
Membayangkan hal itu benar-benar membuatnya senang. Walaupun belum banyak yang Rafa ucapkan, setidaknya hal itu menandakan bahwa Rafa sudah mulai membuka hatinya kembali.
*****
Ting tong!
"Permisi!"
Nada yang mendengar bunyi bel yang kemudian disusul oleh suara tersebut pun segera bangkit, bergerak keluar dari kamarnya kemudian berlari kecil menuruni anak tangga.
"Selamat malam, Mba. Apa betul ini rumah Mba Nada?" ujar pria paruh baya tersebut dengan senyum sopannya.
Kening Nada berkerut. "Iya, saya sendiri, ada apa ya?"
Pria itu kembali tersenyum. "Ini, Mba, pesanan Mba," Pria itu menyerahkan sebuah bungkusan bening kepada Nada.
"Martabak? Wah maaf, Pak, tapi saya gak pesen martabak. Mungkin Bapak salah orang," ujar Nada sopan mengembalikan kembali bungkusan tersebut kepada Pria itu.
"Tapi alamatnya bener kok, Mba. Tadi ada seorang lelaki yang memesan kemudian meminta saya untuk mengantar ke rumah dengan alamat ini," Pria itu kemudian mengeluarkan sebuah kertas kecil dan menunjukkannya pada Nada.
Nada mengambil kertas tersebut kemudian membacanya, memang benar itu alamat rumahnya, tapi siapa yang memesan martabak malam-malam begini?
Nada mengembalikan kertas itu kepada Pria tersebut. "Oh. Mungkin kakak saya yang pesan, Pak. Berapa ya? Biar saya ambil dulu uangnya."
"Ini udah dibayar, Mba. Mba tinggal ambil aja," Pria itu kembali menyerahkan bungkusan tersebut kepada Nada.
Dengan ragu Nada mengambil bungkusan tersebut. "Yaudah deh, makasih banyak ya, Pak."
"Iya sama-sama, saya pamit pulang ya, Mba."
"Iya, Pak. Makasih banyak."
Nada kembali memasuki rumahnya, dan berlari menaiki anak tangga. "Revan! Lo pesen martabak?" tanya nya setelah memasuki kamar Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFANADA
Teen FictionTerpisah karena sebuah alasan membuat kedua sahabat kecil ini menjauh, menjauh bagaikan manusia yang tidak mengenal satu sama lain. Namun jika takdir sudah berbicara, maka sekuat apapun sebuah alasan untuk menjauh, akan ada alasan yang jauh lebih ku...