Rafa menghembuskan nafas lelahnya. Baru saja ia menginjakkan kakinya di kafetaria sekolahnya ia sudah melihat pemandangan yang tidak enak dilihat.
Setelah mengambil minuman yang ia pesan, ia berjalan, melangkah menuju meja dimana Nada menunggunya.
"Baru juga di tinggal bentar, udah dapet coklat aja," sindir Rafa seraya duduk dihadapan Nada.
"Iya dong!" Nada tersenyum bangga. "Kayaknya gue mulai punya banyak fans nih. Masa tadi pagi ada lolipop nempel di depan loker gue. Sayang aja gue gatau itu dari siapa."
"Kalau gasuka sama orangnya jangan di terima. PHP tau gak. Apalagi gatau dari siapa," jutek Rafa.
Nada mencemberutkan bibirnya. "Tapi kan mubazir kalau gak gue terima."
Rafa berdecak. "Terus kalau ada yang kasih racun lo terima juga gitu?"
"Ya engga lah! Lagian siapa juga yang jahat ngasih gue racun?"
"Gue."
"Ah, lo mah emang jahat."
"Jahat-jahat ngangenin."
"Pede!"
"Bener kan? Buktinya kemaren lo ngejer-ngejer gue," bangga Rafa.
"Heh! Siapa yang ngejer situ? Sorry ya. Gua bukan Shella."
"Terus kemarin yang ngajakin gua ngobrol abis makan siang siapa ya?" Goda Rafa.
"Bodo, yang penting sekarang elo yang nyamperin gue," Nada menjulurkan lidahnya.
"Lo kan yang minta."
"Kapan gue minta? Jelas-jelas lu yang nyamperin tanpa alasan," Nada berusaha membela diri. "Tapi gapapa sih, gue seneng kita bisa deket lagi."
Rafa mendorong kening Nada dengan jari telunjuknya. "Alay. Siapa suruh pergi tanpa kabar, hah? Kangen sendiri kan tuh akhirnya."
"Pede abis."
"Kenyataan."
"Cie udah baikan. Hati-hati ada singa galak," ujar Devlin yang baru saja datang dan tanpa izin langsung duduk di samping Nada.
"Singa galak?" Tanya Nada bingung.
"Liat aja kearah jam 3 lu, tatapannya serem banget," sahut Devlin asal.
Tanpa ragu Nada memutar kepalanya, melihat kearah yang baru saja ditunjuk Devlin. Shella. Shella bersama geng nya sedang duduk seraya memandang intens ke arah Nada dan Rafa.
Nada terkekeh, kemudian kembali mengarahkan pandangannya kearah depan. "Kayaknya gua bisa di amuk singa nih."
*****
"Ehem."
Nada melirik kearah samping lokernya, tepat dimana suara dehaman itu berasal. Setelah melihat sang pemilik suara, ia kembali mengalihkan pandangannya pada isi lokernya, memasukkan beberapa buku yang baru saja ia pelajari.
Dengan kedua tangan yang melipat di depan dada, dan punggung yang bersandar pada loker, Shella mulai bersuara. "Lo punya hubungan apa sama Rafa?"
Nada memutar bola matanya, berusaha mengabaikan pertanyaan Shella. Mood-nya saat ini benar-benar tidak sesuai untuk menghadapi orang seperti Shella. Setelah meletakkan bukunya, ia mengambil seragam olahraga kemudian menutup kembali lokernya, dan berbalik melangkah menuju mejanya.
"Lo ngacangin gue?" Suara Shella mulai naik saat melihat Nada yang berbalik tanpa menghiraukannya. Ia pun melangkah, mengikuti langkah Nada dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFANADA
Teen FictionTerpisah karena sebuah alasan membuat kedua sahabat kecil ini menjauh, menjauh bagaikan manusia yang tidak mengenal satu sama lain. Namun jika takdir sudah berbicara, maka sekuat apapun sebuah alasan untuk menjauh, akan ada alasan yang jauh lebih ku...