Chapter 20

1.4K 91 3
                                    

Robin masih diam di tempatnya memandang kemudi, ia tahu dia tak berhak merasa begini karena Niken. Tapi ia memutuskan untuk diam di sana, memastikan Niken benar-benar diantar pulang oleh Kevin karena hari sudah mulai menuju malam.

Dari tempatnya, ia bisa melihat Niken dan Kevin. Robin melihat betapa bahagianya Niken melihat Kevin sampai ia memeluknya dengan mata yang berbinar. Robin tersenyum, ia senang sahabatnya itu bahagia lagi.

Semua masih berjalan seperti biasa di mata Robin, sampai ia merasa wajah Niken berubah kusam. Sampai ia melihat Niken berdiri menggebrak meja dan menumpahkan air matanya. Sampai Niken terlihat sangat kacau. Sampai ia melihat Kevin meninggalkan gadis itu sendirian.

Kevin berjalan keluar dengan wajah campur aduk. Robin sudah sangat ingin meninju laki-laki itu sebetulnya tapi sesuatu benar-benar membuatnya merasa ini adalah keadaan diluar kendali, di sana Sarah menghampiri Kevin dan memeluknya. Ia juga melihat Sarah membisikkan sesuatu yang membuat Kevin tersenyum kecut. Ia juga melihat Sarah menelpon dengan posisi menjauhi Kevin yang masih mematung di tempatnya. Sampai akhirnya Sarah menghampiri Kevin lagi, dan mereka naik taksi bersama.

Robin benar-benar tidak mengerti, semua yang dilihatnya dari awal sampai akhir membuat Robin frustasi. Siapa Sarah? Kenapa dia datang dan menghancurkan semuanya. Dia tadi telpon siapa sampai harus jauh-jauh begitu? Semua pertanyaan itu melayang dalam pikiran Robin.

Niken..

Sampai akhirnya Robin menghampiri Niken dan membantunya.

*******

Pagi ini Robin sang kapten futsal SMA Harapan harus datang lebih awal ke sekolah untuk mengembalikan bola ke sekretariat olahraga. Ia terlihat sangat kewalahan membawa bola-bola itu seorang diri.

"Berat banget sialan" Robin menggerutu memasuki koridor sekolah yang masih lengang. Sesaat, ekor matanya menangkap seorang gadis berjalan santai membawa beberapa kertas yang ia sendiri tidak tahu itu apa. Gadis itu berjalan dari lab bahasa menuju mading sekolah yang ada di halaman. Kebetulan sekretariat olahraga ada di dekat majalah dinding itu. Robin bisa menangkap dengan jelas siapa gadis itu, gadis itu adalah Isa sahabat karib Niken.

"Oh nempel mading" ucap Robin sedikit berbisik.

Robin memasuki sekretariat olahraga dan menaruh bola itu di lemari. Pikirannya melambung lagi pada gadis itu. Sedang apa dia? Apa dia sudah bangun? Robin benar-benar khawatir dibuatnya.

Saat di rasa ia sudah tidak perlu lagi berada di ruangan sumpek itu, Robin keluar dan menengok ke arah mading, Isa sudah hilang. Berarti urusannya sudah selesai. Robin hanya menaikkan satu alisnya dan bergegas kembali ke kelas.

Inilah bodohnya dia, coba saja kalo dia melihat apa isi mading itu masih ada waktu untuk membongkarnya. Coba saja dia lihat dulu, semua tidak akan kacau...

********

Niken, Isa, Helena dan Erin baru saja datang dari kantin. Hampir semua pandangan mata menatap ke arah Niken, tatapan yang tidak mengenakkan.

"Apaan sih liatnya gitu banget" Helena mendesis, ia risih.

"Udahlah biarin aja mereka kan punya mata" Niken berusaha tersenyum. Wajah sayu itu masih terlihat jelas diguratan wajahnya.

"Nik, lo baik-baik aja kan?" Erin bertanya sambil menempelkan punggung tangannya di jidat Niken.

"Iya gue baik" Niken menjawab singkat.

"Gue baru tahu lo makin menjadi-jadi" suara khas itu mengagetkan Niken.

"Kevin?" sinar harapan mulai muncul di mata Niken.

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang