Chapter 27

2.2K 123 4
                                    

Robin berlari dari ruang tunggu menuju ruang ICU, di sana sudah sangat ramai. Keluarga Niken, Helena, Isa, Erin, Kevin, Delon, Sarah juga orang-orang berjas putih yang berlalu lalang membawa alat-alat.

Jatung Robin berdegup, gak-gak boleh.

"Aku pamit-"

Pertemuannya dengan Niken mengoyak pikirannya. Setangkai bunga mawar putih itu masih digenggamnya.

Semua orang menangis, Robin meneteskan satu air matanya. Ia bergetar, takut akan kehilangan.

"Hanya ada sedikit harapan untuknya." suara dokter itu menyentakkan semua orang yang ada di sana. Bagaimana tidak, ini adalah kabar paling pahit.

"Tolong beri kami waktu untuk melihat Niken, walaupun untuk yang terakhir." ucap Robin dengan tenang.

"Baik, silahkan."

Pintu terbuka, Robin dan seluruh kerabat yang ada di sana memasuki ruangan itu. Alat-alat masih berfungsi, menunjukkan bahwa masih ada aktivitas di dalam tubuh Niken. Hanya saja melambat.

"Hai, cantik."

"Kamu masih di sana?" Robin membuka suara, suaranya bergetar. Membuat semua yang ada di ruangan itu merasakan pedih yang teramat sangat.

"Kamu loh yang kasi bunga mawar ini. Inget gak? Tadi loh." Robin meneteskan air matanya.

Semua orang tertegun mendengar Robin menyebut kata 'tadi'. Mereka diam, membiarkan Robin mengeluarkan isi hatinya.

"Kamu tadi bilang sayang aku kan." lanjutnya diiringi isakkan pelan.

"Nik," Robin menggenggam tangan Niken yang masih dialiri kabel infus.

"Aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Aku tau aku mungkin salah, aku tau aku terlambat. Tapi bolehkah aku mengungkapkannya walaupun mungkin kamu gak mau mendengarnya?" air mata Robin mengalir deras.

"Kamu yang buat patah hatiku berkesan." Robin melanjutkan.

"Kamu mau pergi? Berapa banyak orang yang akan kamu buat nangis? Berapa banyak orang yang bakal kamu tinggalin? Kamu di sana bakal curhat sama siapa?" Robin terkekeh pelan.

"Nik, kamu udah tinggalin aku ke hati lain masa sekarang kamu tinggalin aku ke dunia lain sih?" Robin masih tertawa pelan. Orang-orang yang ada di sana terisak.

"Tapi kalo emang kamu mau pergi gak apa-apa. Aku iklas. Kami semua iklas, karena kami gak mau kamu menderita." Robin tak kuasa meneteskan air matanya.

"Aku iklas kamu tinggalin lagi Nik. Iklas." Isakkan Robin terdengar jelas.

"Kebahagiaanmu kebahagiaanku juga kan? Kalo kamu bahagia pergilah Nik pergilah." Robin membiarkan air mata itu mengalir tanpa jeda.

"A-aku iklas." Robin menjatuhkan kepalanya lembut di dahi Niken yang tertutup perban, membiarkan buliran air mata itu mengalir tenang.

"I love you" desis Robin, ia mencium kening Niken lembut, menyalurkan semua cintanya, rindunya dan kasih sayangnya.

Tanpa Robin sadari, setetes air mata jatuh dari kelopak mata Niken yang tertutup rapat.

Seketika, mesin pendeteksi jantung bergerak lambat. Robin terus mengenggam tangan Niken hangat.

"Kalau kamu kuat kembalilah, kalau kamu sudah tidak kuat-baiklah aku iklas. Tapi yang harus kamu tau, aku akan selalu menyayangimu walaupun kau selalu meninggalkanku dan tidak menyadarinya." Robin membisikkan kalimat itu persis di telinga kiri Niken.

********

"Hai, cantik." langkah gadis itu berhenti sejenak. Mendengar lamat-lamat suara laki-laki itu yang terdengar sangat jauh.

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang