"Mulai saat ini aku nggak akan percaya siapapun lagi! Semuanya hanyalah pembohong!" teriakku sesaat setelah kejadian itu. Kemudian aku jatuh tersungkur sambil menutupi wajahku. Tanpa sadar air mataku mulai menetes.
"Percaya" sebuah kata yang mung...
Saat itu sudah semester terakhir aku bersekolah di SMP, aku sudah kelas 3 dan tahun depan aku akan lulus lalu berencana melanjutkan ke SMK. Sudah 1 minggu sejak Rin tidak masuk sekolah. Aku merasa sangat khawatir padanya. Bahkan ia tak memberiku kabar sama sekali, mengapa ia tidak masuk sekolah?. Aku terus memikirkannya. Biasanya ia selalu menemaniku dan memberiku saran saat aku tak tau apa yang harus kuperbuat. Aku sangat kesepian. Aku tak tahu bagaimana keadaan Rin. Tapi, aku juga tak tahu apa yang harus ku perbuat.
***
Bel tanda pelajaran telah selesai telah berbunyi. Aku pun segera berkemas-kemas merapikan buku dan alat tulisku. Aku berencana untuk pergi ke rumah Rin, meskipun aku belum pernah ke rumahnya sekalipun.
Aku bergegas ke parkiran untuk mengambil sepeda dan mencari rumah Rin sesuai alamat yang pernah ia beri padaku lewat sms. Setelah bertanya pada beberapa orang, aku sampai di rumah Rin.
Rumahnya terlihat besar, temboknya yang berwarna putih menjulang tinggi mengelilingi halaman depan rumahnya. Rumahnya tampak mewah. Aku memanggil Rin.
"Rin! Rin! Rin! Rin!" aku berteriak memanggilnya dari luar pagar namun tak ada jawaban darinya.
Akhirnya setelah beberapa saat aku memanggilnya dan menunggunya, seorang wanita paruh baya keluar dengan memakai daster menuju pagar dan membukanya.
"Ada apa Dek? cari Non Rin?" tanyanya padaku.
"A.Anu Bibi saya pengen ketemu Rin, soalnya udah seminggu Rin nggak masuk sekolah jadi saya khawatir." jawabku
Wanita itu pun menghela nafas panjang seolah memikirkan sesuatu.
"Ayo Dek masuk dulu aja, Bibi buatin minum dulu." ajaknya.
"I..Iya Bi makasih." jawabku.
Kemudian aku pun masuk dan duduk di ruang tamu. Disana terdapat foto-foto Rin bahkan terdapat juga foto Rin saat masih kecil. Lucunya. Pikirku. Kemudian seorang wanita yang berpakaian sederhana keluar, lalu ia menatapku.
"Ada Apa Dek cariin Rin? saya Ibunya Rin" tanyanya lembut padaku sambil tersenyum.
"Saya pengen ketemu sama Rin Bu, soalnya udah seminggu Rin nggak masuk sekolah, saya khawatir Bu sama dia." jelasku.
Ia pun menghela napas panjang seolah ada sesuatu dipikirannya.
"Nama kamu siapa Dek?" tanyanya.
"A..Anu Bu nama saya Rym, saya temennya Rin." jawabku.
"Oh jadi kamu yang namanya Rym." ucapnya.
"Rin selalu cerita tentang kamu katanya kamu itu orangnya pintar terus enak diajak ngobrol. Pokoknya kalo udah cerita tentang kamu, itu nggak bisa berhenti. Makasih ya Dek udah mau jadi temennya Rin." katanya dengan senyum kecil.
"Eh, i..iya Bu sama-sama, saya juga mau ngucapin terima kasih sama Rin karena udah mau jadi temen saya. Dia udah banyak bantuin saya juga, Bu." balasku.
"Sebenernya sekarang Rin lagi dirawat di rumah sakit, udah seminggu sejak sakitnya kambuh dan rencananya besok mau dioperasi." jelasnya terlihat lesu.
Degg..!! aku terkejut mendengar perkataan ibunya. Ku pikir aku sudah mengenal Rin dengan baik, tapi sekarang aku tahu bahwa aku salah.
"Ma..Maaf Bu kalo boleh tau Rin sakit apa?" tanyaku padanya.
"Di..Dia punya penyakit Meningitis dek." jawabnya dengan menundukkan kepala.
Degg..!! Meningitis? tak kusangka dia yang selalu terlihat ceria di hadapanku ternyata memiliki penyakit seperti itu. Air mataku hendak keluar tapi aku menahannya,memang benar aku tak tahu apa-apa tentang dirinya.
"Minta do'anya ya dek, semoga operasi Rin besok lancar." tambahnya padaku dengan mata yang berkaca-kaca lalu tersenyum.
"Iya Bu Amin ,semoga operasi Rin besok lancar. Saya pulang dulu ya Bu, udah sore soalnya." kataku.
"Sebentar Dek, minum dulu sini." katanya.
Aku mengangguk dan sambil minum teh, ibu Rin yang kuketahui bernama ibu Retno, mulai bercerita padaku lebih jauh tentang Rin, bagaimana masa kecilnya, hobinya, kesukaannya, dan hal-hal yang lain, bahkan hal yang tidak kuketahui sebelumnya.
Keesokan harinya, Saat pelajaran dimulai aku tak fokus, dan aku merasa tak tenang sama sekali. Hatiku gelisah dan perasaanku tak menentu. Aku terus memikirkan Rin. Aku terus berdo'a semoga operasi Rin hari ini berjalan lancar.
***
Akhirnya pelajaran pun telah usai. Aku bergegas pulang untuk berganti pakaian dan pergi ke rumah Rin. Aku ingin segera bertemu dengan Rin dan mengobrol seperti biasa. Aku rindu sekali dengannya. Akhirnya aku pun sampai di depan rumahnya. Semua harapanku seketika menghilang, disana terlihat bendera kuning tergantung di depan rumahnya.
"Mu..Mustahil..i..ini tak mungkin terjadi." kataku.
Aku mengusap kedua mataku dan mencoba menampar pipiku sendiri. Aku harap semua ini hanyalah mimpi. Aku tak bisa menerima kenyataan ini, jika ini benar-benar terjadi. Aku meneteskan air mata.
Aku masuk ke dalam rumahnya. dan kulihat banyak orang yang duduk disana. Semuanya berpakaian hitam. Satu persatu mereka menyalami seseorang yang duduk disana dengan berlinangan air mata, ibu Retno. Aku menatapnya dengan air mata yang membasahi pipiku. Ia menatapku kembali.
"Ma..Maaf Dek ibu nggak bisa apa-apa lagi. Maafin ibu Dek." katanya padaku sambil tersedu-sedu lalu memelukku.
Aku menangis di pelukan ibunya Rin. Ia mengusap air mataku. Kemudian ia mengambil sebuah kotak kecil berwana merah dan memberikannya padaku.
"I.Ini Dek dari Rin, kemarin sebelum operasi, dia bilang sama ibu katanya mau ngasih ini ke kamu." jelasnya padaku sambil memberikan kotak itu.
Aku pun menerimanya dan menggenggamnya. Hancur. Sangat hancur perasaanku saat itu. Padahal ia telah berjanji padaku, bahwa ia akan tak akan meninggalkanku sendirian. Kenangan saat aku bersama Rin mulai muncul di pikiranku.
"Hai kenalin namaku Rin dari kelas 7C salam kenal ya."
"Sama-sama Rym, jadi karena kita sahabat, mulai sekarang aku akan melindungimu dari orang-orang yang akan membuatmu menangis."
"Tersenyumlah setiap waktu karena senyuman adalah cara sederhana untuk menikmati hidup."
"Dengerin bareng yuk Rym ini lagu kesukaanku." katanya sambil memasangkan headset pada telingaku.
***
Bayangan tentang dirinya selama ini denganku sampai sekarang masih memenuhi memori pikiranku. Aku pulang dengan hati yang hancur. Aku masih tak percaya semua itu telah terjadi.
Seorang Rin yang selalu ceria dan murah senyum padaku, yang selalu ada disisiku, menemaniku saat aku sedih, saat aku senang, dan saat aku mempunyai masalah, kini hanya menjadi mimpi.
Padahal aku sudah percaya padanya. Ia sudah berjanji padaku. Aku sangat percaya padanya, tapi sekarang semua kata-kata yang telah ia ucapkan tak bisa kupercayai kembali. Aku seperti kehilangan cahaya yang menerangi jiwaku.
Perlahankepercayaanku padanya mulai menghilang, dan berubah menjadi sakit yang sangatmenusuk untukku. Aku menangis. Inilah caraku berbicara melalui mataku, ketika bibirini tak sanggup lagi menjelaskan betapa sakitnya perasaanku. Dengan pikiran danperasaanku yang hancur kuambil kotak berwarna merah yang ia berikan padaku.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.