03

1.5K 179 14
                                    

Chapter 03: Zaynie

Hari ini pastinya akan menjadi hari yang sangat baik jika saja Zayn tak mengingat satu hal: Taylor Swift secara resmi benar-benar menjadi asisten-nya dan itu adalah keputusan mutlak sang ayah, Yaser Malik.

Zayn tak mengerti apa yang diinginkan orangtuanya. Zayn selalu menuruti keinginan mereka. Dari kecil. Zayn selalu menjadi anak yang menurut. Tapi semakin lama, Zayn semakin sadar jika dia benar-benar hidup di bawah kendali orangtuanya.

Pikiran Zayn teralihkan saat mendengar decitan pintu. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan menampilkan seseorang yang sangat tak ingin Zayn lihat, memasuki ruangan membawa beberapa tumpuk map, masih mempertahankan senyuman—yang akan selalu terlihat bodoh dalam pikiran Zayn.

Pemuda tampan itu memejamkan mata sebelum berpura-pura membaca berkas yang berada di atas meja. Sebenarnya, Zayn sudah membaca berkas perjanjian kerjasama itu berulang kali. Tapi sekarang Zayn butuh membacanya ulang supaya dia tak harus menatap gadis itu. Membuat hari buruknya bertambah makin buruk.

Taylor berjalan mendekat dan meletakkan map-map itu di atas meja sambil berkata, "Ini berkas-berkas yang harus kau tandatangani. Ada schedule pembayaran kendaraan dinas, persetujuan lembur karyawan divisi keuangan, permohonan cu—,"

"Kau bisa ke luar sekarang." Zayn memotong penjelasan Taylor dengan cepat.

Taylor berdecak dan menarik kursi tamu yang berhadapan dengan kursi tempat Zayn duduk, membuat Zayn langsung memicingkan mata kepadanya.

"Kau tuli atau apa? Bukankah aku sudah memerintahkanmu untuk ke luar? Sekarang, kenapa kau duduk?"

Mendengar perkataan ketus Zayn, Taylor menghela nafas dan melipat tangan di atas meja. Iris biru berbinar gadis itu menatap Zayn. Dengan polos dan tanpa dosa gadis itu berkata, "Kau itu tampan. Jadi, jangan buat ketampananmu itu sia-sia dengan mudah meluapkan amarah. Kau juga harus banyak senyum. Ketampananmu itu akan bertambah berkali-kali lipat."

Zayn memutar bola matanya. "Kau bisa ke luar sekarang."

"Eh, tidak jadi. Jangan sering tersenyum! Aku baru sadar, tanpa tersenyum saja, banyak gadis yang mengantri untuk dapat menyentuhmu! Jika kau terlalu sering tersenyum, sainganku bertambah lebih banyak lagi! Astaga, kenapa aku baru memikirkannya sekarang?!"

Zayn terdiam sebelum menahan tawa mendengar perkataan Taylor. Zayn menarik nafas dan menghelanya perlahan. Pemuda tampan itu tersenyum tipis dibuat-buat sambil berkata, "Benar juga. Kalau aku sering tersenyum, akan lebih banyak pilihan gadis yang jauh lebih baik daripadamu yang juga menyukaiku. Kenapa aku tak pernah terpikir sampai sana?"

Taylor memutar bola matanya. "Zaynie, orangtuamu pasti akan marah besar dan kecewa padamu jika kau memilih gadis lain selain aku sebagai pasanganmu."

"Stop calling me 'Zaynie', will you?"

Taylor nyengir kuda. "Kenapa? Terdengar cute, sama sepertimu." Gadis itu bertopang dagu dan mengedipkan mata kepada Zayn, membuat Zayn benar-benar risih.

Zayn bangkit dari kursinya. "Bukankah aku sudah memintamu ke luar, berulang kali? Jika kau tidak mau ke luar, biar aku yang ke luar!"

Kemudian, pemuda itu melangkah ke luar dari ruangannya dengan kesal, meninggalkan Taylor yang terkikik geli sendiri di dalam ruangan.

*****

"Dia menjijikkan. Membuatku sangat risih. Astaga, bagaimana ada gadis sepertinya?!"

Louis Tomlinson tertawa keras mendengar curahan hati sahabat baiknya—Zayn Malik—yang secara mengejutkan datang ke kafe tempat Louis bekerja. Louis berhenti tertawa, menghisap rokok dan mengeluarkan asap rokok lewat mulutnya.

Calling Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang