18

1.2K 154 31
                                    

Chapter 18: Give Up

Sejak Taylor dan Zayn berkata jika mereka ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius, kedua orangtua mereka sudah sibuk mempersiapkan segalanya. Mulai dari pertunangan—yang sialnya akan dilaksanakan dua minggu sejak hari di mana mereka telah mengambil keputusan. Hingga hari ini—hari ke-tiga setelah makan malam bersama, mereka sibuk menyeleksi event organizer untuk pertunangan mereka.

Bahkan berita tentang hubungan Taylor dan Zayn sudah menyebar luas di kantor. Sudah tiga hari belakangan, Taylor yang biasanya mendapat sapaan ramah dan bersahabat para pegawai lainnya, tiba-tiba merasa malah dihindari. Sangat menyebalkan.

"Sebenarnya sudah sangat aneh sejak awal. Bayangkan saja. Bagaimana mungkin Mr. Malik yang tak biasanya membutuhkan seorang asisten, tiba-tiba kedatangan Miss. Swift. Kemudian, mereka beberapa kali kepergok pulang bersama. Apa menurutmu tak aneh?"

Taylor memejamkan mata dan berusaha tenang, ketika dua karyawati yang tengah berjalan di depannya itu berkata—atau berbisik dengan cukup keras.

Karyawati-karyawati itu akhirnya menghilang saat dia berbelok menuju ke kafetaria. Taylor mengurungkan niatannya untuk makan di kafetaria dan memutuskan untuk berbalik, menuju ke ruangannya.

Baru hendak masuk kembali ke dalam ruangannya, Taylor menghentikan langkah dan menoleh mendengar namanya dipanggil oleh sebuah suara yang cukup di kenalnya.

"Kau tidak pergi makan siang?"

Taylor menghela nafas dan menghadap penuh Zayn yang berdiri di hadapannya saat ini. "Bagaimana bisa aku makan siang saat mereka terus berbicara sesuatu tentang kau dan aku? Telingaku lama-lama menjadi panas."

Zayn tersenyum. "Bukankah kau sudah mempertimbangkan segala konsekuensi setelah keputusan bodohmu beberapa hari yang lalu?"

Pertanyaan balik Zayn membuat Taylor terdiam dan tak tahu harus berkomentar apa. Taylor hanya diam sampai tangan Zayn terulur kepadanya, seakan menunggu Taylor untuk menyambutnya.

"Nasi sudah menjadi bubur dan tak bisa diubah lagi menjadi beras. Kita harus bersikap layaknya pasangan kekasih, mengerti?"

Taylor menghela nafas dan mengangguk sebelum meraih tangan Zayn, menggenggamnya. Keduanya melangkah berjalan menjauhi ruangan, mengabaikan tatapan beberapa karyawan yang benar-benar tertuju pada mereka.

Zayn membawa Taylor ke sebuah restoran yang berada tak jauh dari kantor, mereka makan siang di sana dengan tenang tanpa ada percakapan sama sekali. Sesekali Zayn melirik ke arah Taylor, yang memakan makanannya dengan sangat perlahan seperti tak ada niatan untuk makan walau Zayn tahu gadis itu lapar.

"Apa kau akan terus makan seperti itu? Aku tak mau menunggumu menghabiskan makanan. Kau tahu aku mempunyai jadwal rapat dengan klien pukul dua siang nanti."

Taylor menoleh dan mengangguk. "Maafkan aku. Nafsu makanku benar-benar berkurang."

Zayn diam sejenak sebelum melipat tangan di atas meja. "Karena keputusan bodohmu itu?"

Taylor menggeleng. "Tidak juga. Aku sudah mempertimbangkan sangat matang. Aku memang harus bersamamu untuk melindungi Harry."

Zayn menganggukkan kepala dan memejamkan mata. "Kau hanya menjadikanku tameng supaya orangtuamu tidak mengganggu Harry, lagi?"

Gadis itu menundukkan kepala. "Aku mempunyai masalah lain."

"Beritahu aku."

Taylor menggeleng. "Aku...tak tahu harus bagaimana."

"Apa yang kau bicarakan? Beritahu aku apa masalahnya dan mungkin saja aku dapat membantumu." Zayn mengangkat satu alis dengan iris cokelat yang menatap gadis pirang di hadapannya.

Calling Your NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang