Namanya Galih, hitam dengan janggut lebat yang menghiasi dagunya yang lancip. Pemuda kurus yang tak kenal mati, siap tempur bahkan selalu berakhir dengan lebam di sekujur tubuh. Seperti biasa, Galih tak ubahnya melirik setiap perawan montok yang lalu-lalang di pasar siang itu. Ia hendak memilih gadis mana yang siap dipersunting olehnya. Mesti yang tahan hidup susah bersama pria miskin yang hanya bermodalkan uang hasil palak itu.
Galih bukannya siap membangun rumah tangga, atau buru-buru menjalin ikatan di usianya yang baru mengincak dua puluh tahun. Akan tetapi, nafsu kuda miliknya telah lepas dari kandang, siap memangsa siapapun yang bersedia hidup satu atap dengannya.
“Aku ingin menikah”
“Hahahaha” teman-teman Galih sesama preman hanya bisa tertawa mendengar pernyataan Galih barusan, “Mau dikasih makan apa istrimu ? uang haram ?” canda salah satu sahabatnya yang bernama Toyib.
Toyib setia menemani kawan karibnya itu dalam penantian panjang mencari pendamping hidup. Pasar ke pasar telah mereka telusuri, mulai dari tante-tante janda hingga gadis berseragam SMA tak satupun mau kepada Galih. Alasan mereka selalu saja sama, miskin dan kumal. Dua kata yang jelas menggambarkan kepribadian seorang Galih.
“Aku yakin ! pasti ada wanita yang hanya menginginkan ini” kata Galih sembari menunjuk ke arah kemaluannya.
Toyib hanya tertawa kecil, setengah ditutup-tutupi agar tidak membuat rekannya itu tersinggung. Kasihan juga, jika melihat nasip Galih yang kebelet nikah. Jujur saja, walaupun dekil dan papah, Galih adalah satu dari ribuan laki-laki yang berani memilih menikah dari pada hanya menghabiskan waktu dalam hubungan yang disebut pacaran.
“Tenanglah Galih, aku punya ide yang bagus untukmu, di kota S ada seorang perawan cantik nan kaya yang sedang mencari suami, sudah banyak yang menemuinya, tapi tak satupun diterima. Cobalah peruntunganmu di sana Galih !”
“Terimakasih Toyib, kamu memang sahabatku yang paling kece”
“Iya iya, sama-sama, tapi ingat ! kalau sudah kaya, jangan lupakan aku !” itulah kata-kata terakhir Toyib kepada Galih sebelum mereka berdua memasuki gerbong kereta.
Setelah sehari perjalanan, tibalah Galih di kota S, kota yang sama yang dikatakan Toyib. Ia menanyakan perihal keberadaan tante Mirna, tante cantik yang digadang-gadang sebagai perawan cantik nan kaya itu.“Apa keperluanmu bertemu tante mirna ?” Tanya seorang pemilik warteg kepada Galih yang sedang menikmati nasi uduk kesukaannya.
“Aku datang untuk menikahinya” jawab Galih singkat.
Pemilik warteg tersebut dibuat kaget dengan pernyataan Galih barusan. Setelah diam kurang lebih selama dua puluh detik, Ibu itupun berteriak, memanggil nama seseorang, “mirna ! mirna ! kesini nak !” seorang gadis udik dengan penampilan lusuh berdiri dihadap Galih.
“Ini anak tante. tante tahu kamu anak baik-baik, kalau berkenan kamu boleh menikahinya.
“hahaha dia ?” Galih memandang jijik tubuh mirna, yang dibalas tatapan penuh kagum dari balik kornea mirna, “Aku terlalu tampan untuk anakmu yang buruk rupa itu” ucap Galih sambil tersenyum angkuh didepan cermin.
Pelanggan lain diam seribu bahasa. Binggung juga benci akibat perkataan Galih terhadap mirna barusan. Di tambah lagi, menurut mereka tidak pantas seorang laki-laki dekil, bahkan jauh lebih dekil dari mirna sendiri, berkata demikian.
“Simpan saja anakmu itu, mungkin pria buta banyak yang ingin melamarnya” marah sudah orang-orang dibuat Galih ketika mendengar pernytaanya barusan. Sangat jarang di kota ini orang seperti Galih. Sudah rela seorang ibu agar anaknya dipersunting cuma-cuma begitu, Galih malah dengan angkuh menolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen 2016 - "Keresahan Hati"
Nouvelles"Hidup setahun di Bumi tidak selalu bersuka ceria, kadangkala kisah dibumbuhi ironi, dan dari pada mengumbar hujat dan menambah gila, tulisan jadi cara jitu menampung resah" - A.G -