Malam semakin malam, angin malam tak lagi semilir, namun dinginnya sudah menusuk tulangku, tulang kami maksudnya. Ya, di sini aku tak sendiri, merasakan sunyinya malam hingga terasa ramai. Aku bersama teman-teman organisasiku yang masih berjuang untuk menyukseskan sebuah acara. Namun, hati terasa sepi, bagaimana tidak? Laki-laki yang setiap hari membuatku tersenyum bahkan tertawa, kini sedang tak baik hati denganku. Bosan. Mungkin satu kata itu yang patut ia katakan padaku. Tapi aku tau, dia bukanlah laki-laki si raja tega. Aku hanya terdiam sambil memandangi layar handphone. Biasanya dia selalu menyempatkan bertanya tentang kabarku, namun nyatanya nihil untuk malam ini. Lalu aku memutuskan untuk menyimpan lagi handphone hitamku dan kembali fokus lagi dengan acaraku, aku berjanji akan memberinya kabar nanti sepulangku ke rumah.
"huft", hela nafasku panjang sambil ku lemparkan badanku ke bed cover biru kesayanganku. Sehabis merasakan segarnya air kamar mandi rasanya alam mimpiku melambai-lambai. Namun aku masih ingat janjiku tadi. Mungkin dia belum tidur. Ku kirimkan pesan singkat padanya, ku selipkan kalimat bahwa aku sangat menyayanginya. Ku sempatkan menunggu balasan dari dia, mungkin dia membalas dengan senang dan membuatku senang juga ketika ku membacanya nanti. Tapi malam sudah terlalu malam, angin malam yang masuk dari fentilasi kamarku sudah menyentuh mataku. Tanganku kini sudah berada di samping kepalaku sejajar dengan telinga dan masih memegang handphoneku, namun sudah setengah erat. Sedikit demi sedikit angin malam mulai menghantarku terlelap ke alam mimpi yang sedari tadi sudah melambai-lambai.
Seperti biasa, tuhan selalu mempersingkat waktu istirahatku. Aku terbangun dengan mata yang masih setengah melihat. Ku cari handphone ku, ku ingat semalam aku memberikan pesan singkat padanya mungkin pagi ini sudah dibalas. Mataku sayu, sedikit ku kucek agar dapat lebih jelas untuk ku melihat layar handphone ini. Dugaanku benar, dia membalasnya. Sejenak aku terdiam, sempat ku buang handphoneku ke samping badanku, lalu aku berfikir sejenak, apa sebenarnya yang sedang kami perdebatkan? Apa yang telah aku lakukan padanya selama ini? Apa aku telah menyakitinya? Hingga dia membalas pesan singkat semalamku seperti ini? Satu gumpalan air mata berhasil turun menyusuri pipi atas lalu menuju bantal. Aku tak menginginkan suasana yang seperti ini. Sudah setahun aku dan dia menjalin kisah cinta putih abu-abu. Dan aku benci bila semua ini berakhir begitu saja.
"Aku gapapa ya, selamat malam juga, aku punya teman baru, dia cewe dan dia lebih perhatian", apa? Tak ada balasan kalimat bahwa dia juga sangat menyayangiku. Dia malah menyombongkan teman barunya itu.
Entah sesabar apa jika orang lain menilaiku, karna aku menguatkan hati untuk membalasnya dengan kalimat yang lebih menghargai wanita lain itu.
"Oh ya aku bersyukur sayang, itu artinya kalo teman kamu itu perhatian, dia ga sibuk.", bahkan aku masih tetap memanggilnya sayang, karna aku masih sangat menyayanginya. Ku sudahi perdebatan kecil ini, ku lemparkan handphoneku ke bad cover dan aku mengikat rambut panjangku menjadi lebih pendek. Buru-buru aku memasuki kamar mandi, dingin airnya lumayan memecah rasa kacau di hati.
Aku bergegas berseragam sekolah rapi. Ku ingat tugasku hari ini lumayan berat, menyukseskan acara pertama perpustakaan sekolah. Ya, aku tak boleh terlihat sedang lelah entah lelah hati maupun lelah otak. Perdebatan kecil antara hati dan otak pagi ini harus ku simpan rapi di dalam hati. Aku harus bisa profesional.
Hari semakin sore, acaraku tadi sukses. Ya! Acara pertama perpustakaan tadi sukses. Setidaknya aku lupa dengan segala masalahku pagi tadi. Aku putuskan untuk tidak mengganggu laki-laki itu dulu, karna dia pasti sedang bercanda dengan teman barunya. Dan aku tak mau mengganggu hatiku yang sedang senang merasakan suksesnya acaraku hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KURELAKAN IA MENGALIR KE HULU YANG IA SUKA
Teen FictionAku menitipkan cerita, pada jarak di antara aku dan dia. Cerita yang tidak selalu dapat dijalani bersama, tetapi dia tahu, semua ini tentangnya. Aku menitipkan rindu, pada keterpisahan yang terkadang terasa pilu. Rindu yang mengalir deras dan bermua...