Last

34 2 0
                                    

Sinar mentari pagi menyapa, tak terasa kini ku telah melupakannya. Namun, entah kenapa angin pagi sedikit mengajakku untuk bercanda, aku diingatkan dengannya lagi. Diingatkan tentang betapa manisnya perlakuannya kepadaku, tentang bagaimana ia selalu membuatku tersenyum dan tertawa. Pagi itu, angin sedikit berbisik kepadaku, katanya beranikan hatimu untuk berkata kepadanya bahwa kau sudah merelakannya mengalir ke hulu yang ia suka bersama permaisuri pilihannya. Cinta sungguh takkan bisa dipaksakan. Sekuat apa kau memisahkan mereka berdua, jika mereka berjodoh kau takkan bisa memisahkan bahkan dengan cara memecahkan mereka sekalipun.

Lewat angin aku tersadar, bahwa ternyata yang harus aku lakukan adalah merelakan, bukan hanya melupakan. Aku ingat seminggu lagi dia akan pergi melanjutkan studynya ke Ausy. Mungkin hari ini akan menjadi pertemuan terakhirku dengannya. Ah, kulupakan saja pikiran konyol itu, memangnya kenapa kalau nanti adalah hari terakhirku melihatnya? Buru-buru ku ambil handphone hitam kesayanganku, ku ketikkan namanya di kontak, tanpa babibu ku telfon dia.

Hanya beberapa detik aku menunggu, bunyi tutut berubah menjadi "Halo, Assalamualaikum?", sebenarnya aku sedikit gugup saat ingin menjawabnya "Halo Lin?"

"Eh iya Waalaikumsalam Za" akhirnya aku bisa menjawabnya, buru-buru kukatakan maksut utamaku menelfonnya.

"Ada apa? Tumben pagi-pagi gini nelfon?" tanyanya dengan suara khas laki-laki lembut.

"Aku pengen ketemu sama kamu, nanti, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu" pintaku sedikit lantang, untuk menyembunyikan rasa gugupku.

"Berbicara? Tentang apa Lin?"

"Pokoknya nanti aja ya, di Taman Maple, jam 9" oke, sebelumnya belum pernah kuceritakan tentang Taman Maple, taman itu tempat favorit aku.

Sepi, sejuk, indah, dan satu lagi, hanya angin, bangku dan pohon maple besar yang selalu menemaniku disana. So, silahkan kalian nilai sendiri bagaimana Taman itu, taman itu adalah taman ternyaman yang pernah kusinggahi selama hidupku.

"Oke" jawabnya mengiyakan.

"Wassalamualaikum, See you"

"Waalaikumsalam, See you too"

Setelah percakapan itu, aku bergegas mempersiapkan segalanya. Mulai dari pakaian dan mental. Menurutku itu yang utama, memang sedikit berlebihan sih tapi memang itu adanya. Aku hanya mengenakan t-shirt putih, lalu ku rangkap dengan LongSelve merah muda, dengan jeans hitam dan berhijab merah muda. Sesampainya di taman, ku lihat dia belum hadir di taman ini, kutunggu saja dia di bangku kesayanganku. Dulu tempat inilah yang selalu menjadi tempat favorit ku untuk mengadu nasib, jika aku sedang tersakiti oleh sikap aneh Reza. Pohon maple di sebelah kiriku selalu setia menemaniku.

"Assalamualaikum, maaf buat kamu nunggu lama" tiba-tiba suara itu muncul dari belakang, dan aku tau itu pasti dia.

"Waalaikumsalam, nggak papa" kubalas dia dengan sedikit senyuman.

"Oiya ada apa?" sebenarnya pertanyaan itu membuatku sedikit gugup, harus mulai dari mana aku berbicara. "Lintang? Kamu nggak papa kan?"

"Iya aku nggak papa kok, kamu apa kabar? Tanyaku sedikit basa-basi.

"Ya seperti yang kamu lihat, aku Alhamdulillah baik-baik saja, kamu sendiri gimana?" jawabnya, lalu bertanya demikian.

"Alhamdulillah aku juga baik" jawabku.

"Em oke" setelah itu, suasana menghening, aku bingung harus mulai dari mana, dan aku tau dia pasti sudah merasa freak dengan undangan konyolku ini.

"Oke, Za aku rasa perpisahan hubungan kita waktu itu sangat tidak jelas,.."

"Lin.." selanya saat aku berusaha untuk menjelaskan.

"Za aku nggak mau berantem lagi, biarkan aku menjelaskan apa maksutku ngundang kamu kesini, biar hati kita sama-sama lega" jelasku.

"Oke, silahkan dilanjutkan" jawabnya lembut.

"Aku rasa perpisahan hubungan kita waktu itu sangat tidak jelas, aku ingin perpisahan kita waktu itu dengan cara yang baik-baik, biar kita bisa merelakan satu sama lain. Kita pernah sama-sama saling membutuhkan kan? So, kita juga harus saling membantu, jika salah satu dari kita, belum bisa melupakan. Aku sadar selama ini teoriku salah, aku hanya melupakan bukan merelakan. Tujuan kita sekarang harus sama, bukan untuk saling memiliki lagi, namun untuk bahagia jika melihatmu bahagia, kau pun juga begitu, kau harus bahagia jika melihatku bahagia. Jika bahagiamu bersama permaisuri yang kau pilih aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, seperti tujuanku, bahagia melihat kau bahagia dengannya. Dan kini aku telah merelakanmu untuk mengalir ke hulu yang kau suka, dengannya." Betapa bangganya aku, bisa berbicara sepereti itu didepannya. Dengan tetap tersenyum, dan tegar.

"Sekarang, boleh aku menjawab" tanyanya.

"Ya"

"Maafin aku, ternyata aku telah menyia-nyiakan ranting terindah. Kamu pernah denger cerita ranting?" tanyanya lagi sedikit aneh.

"Em belum, gimana?"

"Suatu hari seorang ayah yang memiliki 2 orang anak menyuruh kedua anaknya untuk mencari ranting di hutan, ayahnya menitipkan pesan kepada kedua anaknya, bahwa jika mereka sudah mengambil 1 ranting, maka mereka nggak boleh ngambil ranting lagi, lalu anak pertamapun berlari mendahului anak kedua masuk ke hutan, dia bertemu dengan sebuah ranting, ranting itu kecil, dia berfikir pasti ada ranting lagi di depan sana, iapun berjalan lagi, ia menemukan ranting yang lebih bagus dari ranting tadi tapi dia masih tetap berfikiran sama, dia berjalan lagi, dia bertemu dengan banyak ranting tapi dia tetap belum mau mengambil, sampai tak terasa dia sudah keluar dari hutan, nak, kenapa kamu tak membawa rantingmu? Tanya ayahnya, dia hanya berkata maaf, lalu sang ayah menjawab jika kita tau kapan hutan itu akan berakhir, tapi kemudian anak kedua pun keluar dari hutan dia membawa sebuah ranting, nak kenapa kau memilih ranting itu? Tanya ayah kepada anak keduanya, aku suka dengan ranting ini ayah, langsung aku ambil saja ranting ini. Lin, aku rasa kamu terlalu baik untukku, kau menjadi ranting yang terlalu indah untuk kudapatkan, memang sebaiknya kita menjadi teman saja, aku yakin kau akan mendapatkan laki-laki yang lebih pantas kau dapatkan. Terimakasih kau sudah merelakanku, akupun akan merelakanmu" ceritanya begitu manis.

"Kamu akan menjadi sahabatku, sahabat yang selalu ada ketika aku disakiti oleh laki-laki lain, maka ketika itu kau yang akan dan harus memelukku" pintaku sedikit manis, tak lupa ku acungkan jari kelingkingku, dan dibalasnya. 

Pertanda aku dan dia kini sudah baik-baik saja dan telah saling merelakan.

~Tamat~

KURELAKAN IA MENGALIR KE HULU YANG IA SUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang