BHARATAYUDA DELAPAN - BANJARAN SALYA 5(MALAM TERAKHIR NARASOMA - SETYOWATI)

1.7K 48 11
                                    

Istana Mandaraka,

Betapa terkejutnya Dewi Setyowati ketika tengah malam Prabu Salya pulang ke istana Mandaraka tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Dengan luapan rasa rindu, disambutnya sang suami yang telah beberapa hari ini meninggalkan dirinya. Ikut berperang di Kuru Setra.

"Kakanda prabu, syukurlah paduka sudah pulang. Pastinya perang Bharatayuda telah berakhir." Sambut Dewi Setyowati.

Prabu Salya tidak menjawab. Ia hanya membalas dengan senyuman, lalu mengecup kening istri tercinta.

"Kubu Pandawa atau Kurawa yang memenangi perang besar ini, kakanda?" Tanya sang permaisuri Mandaraka sembari membantu suaminya melepas jubah perang, lalu menyiapkan pakaian pengganti.

Dewi Setyowati menggandeng Prabu Salya menuju taman petirtaan untuk membersihkan diri. Berhari-hari di medan perang, tentu lelah dan kotor tubuh Sang Raja Mandaraka.

"Adinda, sebenarnya perang belum usai." Ucap Prabu Salya ketika sedang berdua di peraduan bersama permaisurinya.

"Lalu, kenapa kakanda prabu pulang? Tentu paduka ingin mundur dari keterlibatan di perang itu?" balas Dewi Setyowati.

Sambil menggenggam tangan sang istri, Prabu Salya berucap, "Ketahuilah adinda, mulai esok pagi aku akan mengemban tugas menjadi Panglima Perang Kurawa."

"Sebagai seorang senopati, hanya ada dua kemungkinan, Aku akan membawa kemenangan besar untuk Astina, atau sebaliknya. Pergi untuk selama-lamanya." Lanjut Prabu Salya lirih.

Bergemuruh dada Dewi Setyowati. Firasatnya mengatakan akan terjadi sesuatu dengan kekasih hatinya.

Seketika pikirannya berkelana kembali ke peristiwa beberapa hari sebelumnya. Dua putranya, Burisrawa dan Rukmarata telah berpulang ke alam sunyaruri sebagai tumbal Bharatayuda.

"Kakanda prabu, kumohon jangan teruskan perang ini. Bujuklah anak menantu kita Prabu Duryudana agar mengakhiri Bharatayuda dengan jalan damai. Cukup kedua putra kita yang menjadi tumbal di Kuru Setra." Terbata-bata suara Dewi Setyowati.

"Kalaupun Pandawa tidak mau berdamai, biarlah anak kita Banowati memboyong suaminya pulang ke Mandaraka. Berikan saja Indraprasta beserta Astina kepada para putra Pandu. Toh, istana Mandaraka dan seluruh wilayahnya tak kalah luas dengan negeri sengketa itu." Lanjutnya.

"Biarlah anak Prabu Duryudana dan Banowati menggantikan kita memimpin Mandaraka saja." Tutup Dewi Setyowati yang berharap suaminya dapat membujuk menantunya, Prabu Duryudana memilih jalan damai dan mengakhiri Bharatayuda.

Prabu Salya tidak menjawab.

Dipeluk erat tubuh istrinya, "Sungguh mulia pemikiranmu, adinda. Engkau bukan hanya cantik di paras, tetapi hati dan perasaanmu pun tak kalah eloknya."

"Itulah sebabnya, sejak pertama kali kita bertemu dulu, kecantikan dan perilakumu sudah meruntuhkan sukmaku, adinda." Ucap Prabu Salya lirih.

Tersanjung bukan kepalang Dewi Setyowati. Perasaannya kembali berbunga-bunga. Teringat pada masa dimana ia merajut benih asmara bersama Narasoma di padepokan Argobelah dahulu.

Sang permaisuri semakin terbuai. Hingga ia terlelap beralaskan dada Sang Raja Mandaraka.

*****

Pesanggrahan Randuwatangan,

Penasehat perang Pandawa, Prabu Kresna melalui Kitab Jitabsara mengetahui bahwa esok hari yang akan memimpin pasukan perang Kurawa adalah Prabu Salya.

Dipanggilnya putra kembar Dewi Madrim, adik dari raja Mandaraka. Nakula dan Sadewa.

"Adikku Nakula dan Sadewa, ketahuilah bahwa yang menjadi Mahasenopati Kurawa besok pagi adalah uwakmu." Ucap Prabu Kresna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BHARATAYUDA JAYA BINANGUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang