●Dimas pov
Waktu berlalu begitu cepat, sudah hampir dua minggu ini sejak kejadian dimana mobilku di tabrak. Aku tidak pernah melihatnya lagi, di sengaja atau pun tidak seperti pertemuan kita sebelum ini. Kartu nama yang ia kasih waktu itu, masih ku simpan dengan baik tidak pernah ku gunakan walau sedetik pun.
Akselia Atifa Arundaya
Nama yang bagus, entah kenapa akhir-akhir ini pikiranku selalu di penuhi oleh bayang-bayang perempuan itu. Wajahnya ketika panik, wajahnya ketika merasa bersalah, wajahnya ketika sedih dan... senyum sendunya yang ia perlihatkan untuk terakhir kalinya. Selalu terlintas di dalam benakku, apa pun keadaannya.
Memang, aku bukanlah orang yang mudah jatuh cinta. Hanya saja aku adalah seorang yang sangat mudah untuk mempercayai takdir. Ya... bukannya itu memang harus di percayai? Aku benar-benar tidak tahu apa alasannya dan hubungannya, sampai aku selalu memikirkan dirinya dengan sebuah takdir.
Sebelum ini aku tidak pernah melihat perempuan sejenis dia. Maksudku, seorang perempuan yang dapat dengan mudah menarik semua perhatianku untuk tertuju padanya. Perhatian seorang Adimas yang sangat sulit untuk di dapatkan. Tetapi saat itu, saat ia menabrakku dan tidak sengaja menjatuhkan handphonenya, saat itu juga aku langsung berpikir sesuatu tentangnya.
Ya! Tentang jodoh, takdir dan dirinya.
Tok! Tok!
"Masuk" ucapku singkat. Tidak sekali pun mengalihkan pandangan dari tumpukan berkas-berkas yang sedang ku pegang ini.
Kriett!!... brak!!
"Adimas!!!" aku terlonjak kaget, dari berkas-berkas yang sedang ku lihat di tanganku ini. Seketika langsung terdengar tiga langkah kaki seseorang, yang dengan tidak sabaran langsung masuk ke dalam ruanganku.
"Dasar lu sempak dajjal! Bikin gue kaget aja" gerutuku kesal.
"Anjay nyesel gue kangen sama lu, kalau ujung-ujungnya bakal di katain kayak gini!"
"Lagian kalau masuk tuh seharusnya salam dulu kek, ini malah teriak-teriak gak jelas. Kayak Bunda gue aja kalau lagi nonton film india" Ando cekikikan melihat wajah Zaki yang sudah kesal maksimal, akibat perkataanku. Ya, lelaki yang baru saja memecahkan suasana damai di dalam ruang kerjaku adalah Zaki Hammani.
Salah satu sahabatku pemilik dari perusahaan penerbit buku, yang sedang aktif-aktifnya. Membuat lelaki itu sangat jarang ikut, di pertemuan antar teman yang sering di adakan olehku. Semacam acara reuni gitu. Ya, setelah kami berhasil mencapai impian kami masing-masing. Aku sempat berpikir, bahwa waktu sekarang tidak akan sama lagi seperti dulu. Dan pastinya itu akan membuat kami sangat jarang sekali, kumpul bareng yang hanya sekedar untuk berbagi cerita.
Jadi jika ada waktu luang, aku akan menyempatkan diri untuk menghubungi temanku satu per satu. Dan Zaki lah yang sangat jarang berkumpul, karena kesibukannya yang mampu menyita banyak waktunya itu.
Di sebelah lelaki itu, ada Agam Agler temanku juga. Biasa di panggil Agam, dia hanya seorang dosen biasa di salah satu universitas di jakarta. Dia juga memiliki sebuah tempat khusus untuk gym yang di kelolanya bersama Ayahnya. Karena selain suka mengajar, ia juga sangat gemar berolahraga. Membuat ketampanan lelaki itu bertambah berkali-kali lipat, jika sedang fokus dengan urusan olahraganya itu.
"Baru juga pada ketemu udah berantem aja" ujar Agam yang langsung mengambil duduk di salah satu sofa, di dalam ruangan ini.
"Ya emang udah kebiasaan mereka, kalau ketemu pada berantem. Udah lah kita mah diem aja sambil nonton" timpal Ando ikut duduk di samping Agam.
"Bukan gue yang mulai" ucapku membela diri.
"Gue juga gak niat mau berantem kok. Males banget berantem sama dia, yang ada malah makin panjang urusannya" Zaki ikut membela diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adimas & Akselia
RomanceSangat disayangkan jika lelaki sebaik, setampan, semapan, sesabar dan se-se lainnya Adimas di pertemukan dengan wanita secuek, secentil, seegois, sepemarah, sejutek Akselia. Walaupun memiliki wajah cantik juga manis, itu tidak akan terlihat jika ia...