●Dimas pov
"Kau cari apa?" baru saja aku selesai mengganti pakaianku selepas mandi. Saat mendengar suara ribut dari arah dapur, seperi suara perabotan yang saling di adukan.
Glek!
Lagi-lagi harus menelan ludah, saat mataku tak sengaja melihat hot pans yang Seli kenakan sedikit terangkat saat perempuan itu berjongkok di depan kulkas yang terbuka.
Sehingga lebih jelas menampakan paha mulusnya di balik hot pans itu.
Dengan perlahan gerakan tanganku pada rambutku, yang sedang berusaha mengeringkannya menggunakan handuk kecil selepas mandi tadi sedikit berkurang. Menjadi lebih pelan jika di perhatikan.
"Apa tidak ada bahan makanan disini?" ia mulai mengalihkan pandangannya padaku, tapi dengan cepat langsung mengalihkannya ke arah lain dan berdiri dari jongkoknya dengan gerakan gugup.
Ada apa dengannya?
"Bahan makanan? Memangnya kau ingin masak?"
"Heum" sekarang ia malah pura-pura sibuk mencari benda yang biasanya di pakai untuk memasak.
"Apa kau bisa? Memangnya kau ingin masak apa?" ia mulai berjinjit saat tangannya tidak sampai untuk mengambil panci yang ada di atas laci di dapur ini.
Melihatnya yang terus berusaha untuk mengambil benda itu, membuatku dengan perlahan mulai mendekat ke arahnya berdiri di belakangnya seraya ikut mengulurkan tangan untuk membantunya mengambil benda itu.
Saat tanganku tak sengaja menyentuh punggung tangannya, dan ia yang mulai menyadari keberadaanku. Tiba-tiba saja tubuhnya jadi menegang untuk sesaat. Dengan gerakan cepat ia berbalik ke arahku.
Aku membelalakan mataku kaget, saat aku dan dia sama-sama saling pandang. Untuk pertama kalinya ini adalah jarak yang paling dekat, bahkan sangat dekat. Entah setan apa yang merasuki diriku, saat mataku mulai beralih ke bibir tipisnya yang terlihat menggoda itu. Aku mulai memangkas jarak antara kita, semakin dekat, dekat... sampai kening ku dengannya saling bersentuhan.
Bisa ku rasakan hembusan nafasnya yang hangat menerpa permukaan wajahku.
Tidak ada penolakan apa pun yang ia keluarkan, melihat matanya yang mulai tertutup rapat membuatku lebih berani mendekatkan wajahku ke wajahnya. Dan saat ini hidungku sudah mulai menyentuh hidungnya, aku ikut memejamkan mataku seraya terus memangkas jarak yang masih ada. Hingga...
"Astaga, Dimas! Apa yang kalian lakukan?!" mampus gue itu suara Bunda!!
∽♥♡♥∽
"Apa kalian bisa jelaskan kejadian apa yang tadi Bunda lihat?" aku mulai mengigit bibir bawahku gusar. Ini benar-benar persidangan namanya, kenapa juga Bunda harus mendadak dateng gini??
"Emm... Bunda ada perlu apa? Tumben dateng" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan ini. Mendengar itu dengan cepat ia menoleh ke arahku dan menatapku dengan tatapan tajamnya.
"Jangan coba-coba untuk mengalihkan pembicaraan Dimas!" aku kembali menatap lantai, saat tatapannya mulai sangat tajam dan tidak bersahabat itu. Di sampingku, Seli hanya diam sesekali meremas ujung kemejaku yang di pakainya untuk menyalurkan rasa gugup. Ku rasa.
"Gak ada yang bisa jawab? Ckckck! Kenapa jadi pada diem gini? Kalau emang gak ada hal serius yang terjadi, kalian bisa menjelaskannya pada Bunda, apa itu sangat sulit?" masih tidak ada yang merespon ucapanya, untuk sekedar buka mulut saja benar-benar tidak ada niat sama sekali.
"Ini juga!" dengan serempak aku dan Seli mendongkak ke arah Bunda, yang saat ini mulai memincingkan matanya curiga. "Kenapa... rambut kalian berdua sama-sama basah kayak gitu? Habis mandi? Memangnya kenapa, kok siang-siang udah mandi aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Adimas & Akselia
RomanceSangat disayangkan jika lelaki sebaik, setampan, semapan, sesabar dan se-se lainnya Adimas di pertemukan dengan wanita secuek, secentil, seegois, sepemarah, sejutek Akselia. Walaupun memiliki wajah cantik juga manis, itu tidak akan terlihat jika ia...