Entah ini disebut beruntung atau buntung. Tetapi, semua kelas tidak mengadakan kegiatan belajar mengajar saat ini. Semua murid menyambut saat-saat seperti ini dengan suka ria. Para guru sedang rapat mengenai perayaan ulang tahun sekolah yang akan diadakan satu minggu lagi.
Menjadi suatu keajaiban untuk Vero dan Kenzy yang tidak akan belajar Fisika di kelasnya. Sebenarnya Kenzy tidak lemah dengan pelajaran itu, malah ia benar-benar diacungi jempol dalam pelajaran Fisika. Hanya saja, Kenzy tidak tahan dengan Pak Sugimin. Caranya mengajar sangatlah membosankan.
Sedangkan Vero, semua bidang ia kuasai terkecuali Fisika. Sejak SMP, Vero selalu diberi peringatan mengenai nilai Fisikanya yang anjlok terus-menerus. Peringatan itu tidak membawa perubahan apapun. Ayahnya juga sudah memberikan kursus Fisika dengan guru terbaik, hasilnya tetap nihil. Ironis sekali. Namun Vero tak pernah menganggap itu semua dengan serius. Ia pikir, semua orang tentunya punya kekurangan. Dan inilah kekurangannya, ia 'sangat pintar' dalam fisika.
Di jam kosong seperti ini, semua warga sekolah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Satpam yang menjaga gerbang sekolah, agar tidak ada murid yang bebas keluar masuk tanpa izin. Penjual di kantin yang membereskan dagangannya. Sampai murid perempuan junior yang terus memperhatikan kakak kelasnya yang super duper tampan sedang bermain basket.
Tidak sampai di situ. Di kelas 12 MIPA 1 pun tak kalah sibuk dari yang lain. Murid laki-laki yang asik bermain dengan video game yang baru dibelinya. Sedangkan yang perempuan, mengembangkan dunia mereka dengan gosip-gosip terbaru, baik dari SMA Bakti Negara maupun SMA yang lain. Berbeda dengan Kenzy dan Vero. Mereka berdua membentuk lingkaran kelompok sendiri, ditambah dengan Cleo yang baru saja menghampiri kelas mereka. Mereka belum juga membuka pembicaraan. Vero sibuk dengan war game di handphonenya. Cleo yang mengobrak-abrik sosial media miliknya sendiri. Dan Kenzy yang hanya diam memperhatikan mereka berdua sejak tadi. Yang diperhatikan pun masih tidak sadar dan tak berkutik sama sekali dari posisinya.
Dengan kesal, Kenzy menarik handphone milik Vero dan Cleo. Keduanya tampak ingin memprotes, namun niat itu diurungkan, melihat Kenzy yang menunjukkan wajah kesalnya. Kenzy ingin sekali menyemburkan pertanyaan-pertanyaan yang sedari tadi mengitari kepalanya.
"Gue mau nanya sama kalian berdua." Kenzy membuka pembicaraan terlebih dahulu. Vero dan Cleo langsung merubah posisi mereka menjadi lebih serius menghadap Kenzy. Siap mendengarkan pertanyaan yang akan Kenzy lontarkan.
Belum sempat Kenzy melontarkan pertanyaan yang ada di kepalanya, bel pulang sekolah telah berkumandang. Mereka pulang lebih cepat dibandingkan biasanya.
Secepat kilat, Cleo menarik Handphone miliknya yang ada di genggaman Kenzy."Gue pulang duluan ya. Ada janji sama Revan." Cleo tersenyum cengengesan. Lalu berlari menuju kelasnya sendiri untuk mengambil tas. Ya, jika sudah menyangkut Revan, tak ada yang dapat diganggu gugat. Putra Revandio, orang yang selama satu tahun ini selalu Cleo bangga-banggakan. Sesuatu yang pahit pun menjadi manis jika hal itu menyangkut Revan.
"Jadi, lo mau nanya apa?" Tanya Vero. Matanya memperhatikan gerak-gerik Kenzy yang gelisah.
"Nggak jadi deh." Ucap Kenzy dengan pasrah. Padahal waktunya sangat pas untuk bertanya tadi.
Vero membalasnya dengan senyuman. Sebenarnya, Vero sudah tahu apa yang akan ditanyakan Kenzy. Bukan memiliki bakat membaca pikiran atau cenayang, ia hanya tahu saja. Namun, Vero hanya pura-pura tidak tahu dan menunggu sampai pertanyaan itu keluar dari mulut Kenzy sendiri.
Seperti yang tadi Vero janjikan, mereka berdua pulang bersama. Ketika di perjalanan mereka menuju parkiran, mereka berpapasan dengan seseorang. Laki-laki yang baru-baru ini sudah diblacklist oleh Kenzy. Orang yang sudah menghantam hatinya beberapa hari yang lalu. Namun tak ia perdulikan. Ia hanya berjalan dengan pandangan yang lurus ke depan. Dan tanpa sengaja, bahu Kenzy dan Brian berbenturan. Pada saat itu juga, seperti ada aliran listrik di antara mereka berdua. Sama seperti dulu, saat mereka pertama kali bertemu dan saling mengenal.
Brian berhenti, terdengar dari decitan nyaring yang dihasilkan sepatunya. Namun tidak dengan Kenzy, ia terus berjalan tanpa melihat ke belakang. Vero hanya memperhatikan kejadian tadi. Selagi Brian tidak menyakiti Kenzy, Vero tidak akan melangkah terlalu jauh, karena yang ada hanya akan memperkeruh masalah dan membuat Kenzy risih akan kehadirannya.
Di dalam mobil, keheningan menyelimuti mereka. Sibuk berkutat dengan pikiran mereka masing-masing. Kenzy memalingkan wajahnya ke arah jendela. Sedangkan Vero hanya fokus pada jalan di depannya.
"Vero?"
"Hm."
"Langsung pulang ya?"
"Iya lah."
"Ya udah deh," Kenzy tertunduk lesu. Vero hanya meliriknya sekilas, lalu tersenyum kecil. Sebenarnya Vero ada maksud lain, ia tidak berniat membawa Kenzy langsung pulang ke rumah.
Di persimpangan jalan, Vero membelokkan setir mobilnya ke kanan. Merealisasikan niatnya tadi, untuk memenuhi keinginan Kenzy.
"Loh, rumah gue kan lurus. Kok belok kanan? Lo nggak lupa jalan ke rumah gue 'kan?" Vero yang ditanya hanya diam. Mukanya benar-benar dibuat dengan serius. Kenzy tertegun. Pikirannya sudah melantur kemana-mana. Membayangkan hal yang tidak-tidak dan yang iya-iya.
"Ver, lo nggak mau ngapa-ngapain gue 'kan?" Kenzy ragu-ragu bertanya. Memperhatikan wajah Vero lekat-lekat dari samping. Vero masih diam. Raut wajah Kenzy berubah menjadi pucat pasi. Ia tidak pernah membayangkan hal ini sama sekali.
"Kalau iya, gimana?" Vero yang dari tadi hanya diam, tiba-tiba menjawab pertanyaan Kenzy yang tadi. Senyum nakal Vero berkembang melihat Kenzy membelalakkan matanya. Duduknya pun semakin bergeser ke kiri, menjauh dari Vero. Tiba-tiba Vero mengunci mobil dengan tombol otomatis di sampingnya. Tentu saja Kenzy semakin takut. Jantungnya juga tak berhenti berdegub kencang.
Gimana kalau ternyata dia adalah bagian dari komplotan orang jahat? Berencana buat nyulik gue, terus gue dimutilasi, di masukkin ke dalam koper. Atau mungkin gue bakal di sekap di gudang, dan dia berencana buat minta tebusan ke papa?
Pikiran itu terus memutar di kepala Kenzy. Layaknya sebuah piringan musik yang di putar di tempatnya.
Tak lama kemudian, pikiran Kenzy buyar karena tawa Vero yang berderai hebat. Tak perduli dengan tatapan tajam Kenzy. Kenzy tak habis pikir, kenapa Vero bisa tertawa lepas di saat-saat seperti ini. "Kalau gue orang yang nggak baik, gue pasti udah jahatin lo dari kemarin kali." Vero terus menderaikan tawanya seiring ia mengemudikan mobil.
Kenzy tak menyangka jika ia dipermainkan. Apa yang Vero lakukan tadi benar-benar mendukung karakternya menjadi orang jahat. Seperti berubah menjadi orang yang misterius. "Gue nggak nyangka, kalau gue bisa dimainin oleh seorang Vero." Ucap Kenzy sarkastik. Kenzy memperhatikan Vero lekat-lekat. "Gue mikir gitu, karena gue pernah baca kejadian ini di novel. Dan lo bagaikan seorang aktor yang menjalankan peran itu."
"Lebih tepatnya, lo yang kebanyakan baca novel, Ken." Vero balik berucap dengan sarkastik. Kenzy memalingkan wajahnya. Seakan tidak memungkiri itu. Setidaknya, perkataan Vero memang benar. Kenzy terlalu banyak membaca novel bahkan terkadang, action dalam novel itu sampai terbawa di mimpinya.
"Ya udah sih, itu 'kan hobi gue." Kenzy terdiam sejenak, lalu tersadar kalau mereka lama sekali sampai pada tempat tujuan. "Terus sekarang, lo mau bawa gue kemana?" Kenzy bertanya setengah teriak pada Vero. Mungkin karena kesal akibat dipermainkan tadi. Vero menjawabnya dengan senyum kecil, lalu berkata; "Tunggu aja, bentar lagi nyampe kok."
Kenzy menggerutu kesal dibuatnya. Terlalu banyak rahasia di dalam diri Vero yang belum Kenzy ketahui. Itu yang ada di pikiran Kenzy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocomarsh Love [SLOW UPDATE]
Teen FictionLaki-laki itu mengusap kepala sang gadis dengan lembut. "Mulai saat ini, berjanjilah bahwa kita akan seperti tangan dan mata. Saat tangan terluka, mata menangis. Dan saat mata menangis, tangan menghapus air matanya." "Just for you, I promise." Ucap...