"Pacaran mulu, lo!"
"Belum pacaran, masih dalam proses," Vero menerangkan.
"Kebanyakan gaya lu."
"Lah, daripada lo. Adek gue masih ada hubungan sama cowok lain, masih aja lo uber."
"Yang penting usaha, Mas. Buktinya Cleo juga nggak protes."
Benar, Cleo adalah adik kandung Vero. Usia mereka terpaut jarak 1 tahun, namun orang tua Vero sengaja memberikan Cleo pendidikan lebih cepat agar setara tingkatnya dengan Vero. Entah apa alasannya, setiap Vero dan Cleo bertanya perihal itu, mereka hanya menjawab tidak ada apa-apa. Ya, mungkin memang benar tidak ada apa-apa, begitu pikir mereka.
Namun hubungan kakak-adik itu tidak diketahui sama sekali oleh Kenzy. Cleo cukup merasa aneh, biasanya Kenzy akan selalu bertanya apa pun menyangkut sahabat karibnya itu. Apalagi setelah pertemuan mereka bertiga di dalam kelas, dan setelah Cleo yang memanggil Vero dengan aksen 'kak' di sana. Cleo cukup merasa jengkel, tetapi Vero selalu menenangkan Cleo. Vero membuat janji pada Cleo untuk mengonfirmasi hubungan mereka ketika Kenzy bertanya saja.
"Iya, nggak protes. Lo kan cuma dipakai buat ngisi waktu senggang aja."
"Asem lo." Pandu terpekur sejenak. Ia jadi penasaran, apa benar yang dikatakan Vero tadi. "Lo cuma main-main 'kan, Ver?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Pandu membuat aktivitas Vero yang sedang bermain video game terpaksa terhenti sejenak.
"Gue serius. Dia curhat sama gue kayak gitu kemarin." Vero merasa ada yang menggelitik tubuhnya dan mengundang tawa, ketika melihat adanya perubahan raut wajah Pandu, namun rasa geli itu ia tahan demi kelancaran aksinya. Vero memandangi wajah Pandu dengan serius, "nggak usah lebay, bercanda doang kok, Panduku cintaku."
"Anjir lo, najis amat!"
Vero tak merasa asing dengan candaan itu. Berulang kali Vero mempermainkan Pandu, dan Pandu selalu saja terjebak. Bukannya belajar dari pengalaman, itulah kelemahan Pandu.
"Lo udah tau belun kalo Veisha bakal nyusul lo ke sini?," Pandu mengalihkan pembicaraan.
Bukannya mengindahkan pemberitahuan Pandu, Vero malah menjawab ketus, "Oh ya? Terus apa hubungannya ke gue?".
"Asem ini anak! Sini lo, gue pites juga lama-lama." Kesal Pandu sambil bangkit dari tempat tidur dan mengejar Vero yang sudah lebih dulu lari karena tau akan dikejar oleh temannya itu.
Bunyi bel menginterupsi mereka yang berlarian layaknya anak kecil. Bukannya bergerak membuka pintu, mereka hanya saling tatap bagaikan telepati untuk menentukan siapa yang akan menerima tamu.
Kesal karena Vero tak juga bergegas, Pandu yang akhirnya mengalah dan berjalan dengan ekspresinya yang jengkel. Untungnya Pandu masih sadar bahwa Vero lah yang menyandang status sebagai pemilik rumah ini dan Pandu hanya menginap. Pandu adalah salah satu pengunjung tetap di rumah Vero, sampai dapat dikatakan bahwa rumah Vero adalah rumah keduanya. Sebenarnya Pandu adalah teman sepermainan Vero sejak kecil, pertemanan itu dimulai dari ibu mereka masing-masing. Dari ibu mereka yang terus melekat, menular ke putranya yang juga melekat satu sama lain.
Pandu kaget sekaligus terkecoh ketika melihat siapa yang datang secara jelas, diperhatikannya orang itu lekat-lekat dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Hei," ayunan tangan dan sapaan orang itu membuyarkan lamunan Pandu. "Eh, hai!" balas Pandu, "sorry gue jadi melamun".
"Sure. By the way.. Ve-"
"Siapa yang datang, Pan?" Vero berteriak dari dalam.
"Lo aja yang lihat ke sini!" Pandu balas berteriak.
Setelah beberapa saat, Vero datang menghampiri Pandu dengan gayanya yang santai. Dan seketika ia terpaku ketika melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini. Pandangannya tidak lepas dari sepasang bola mata yang indah itu, lalu beralih hingga rambutnya yang blonde dan tergerai indah sampai pundak.
Dan lebih tak berkutik ketika melihat leher perempuan itu, sesuatu menggantung indah di sana. Rantai perak berliontin burung merpati ditemani dengan huruf 'v', perpaduan indah dimana mungkin sedikit orang yang tau ada maksud apa dibalik semua itu.
"Hai." Perempuan itu menyapa Vero dengan hangat, ditemani dengan senyum indahnya yang sampai sekarang berhasil membuat Vero makin hanyut dalam pikirannya. Memberi ulasan memori yang menyayat hati, tanpa ada satu orang pun yang tau akan hal itu.
Bukannya mengindahkan sapaan itu, Vero hanya mennyambar jaket kulit yang biasa ia gunakan dan melesat ke motornya. Entah ada angin apa hingga ia lebih memilih menggunakan motor dibandingkan mobil.
"Eh kunyuk, Veisha baru aja nyampe, lo udah kabur duluan. Gimana sih!" Jeritan Pandu hanya ditanggapi sebagai angin lalu oleh Vero, tekadnya sudah bulat. Ia harus pergi dari hadapan perempuan itu. Veisha pun ikut terdiam, dipandanginya punggung Vero yang semakin jauh melesat menggunakan motornya.
Tak sampai 10 menit mereka bertemu, kepahitan sudah menjalar di hati mereka masing-masing. Dulu, lelaki itu pernah membuatnya jatuh hati. Walau Veisha hanya bisa memandanginya dari jauh, itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuk perempuan itu.
Cinta dalam diam. Ada suka dan duka. Beberapa orang lebih suka untuk mencintai secara tersembunyi dibandingkan menyatakan perasaannya secara langsung. Terkadang indah memang, namun siapa sangka hal buruk menghampiri kisah cinta tersebut. Keegoisan berhasil menguasai dirinya. Veisha mencelakai perempuan yang disukai oleh Vero.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocomarsh Love [SLOW UPDATE]
Teen FictionLaki-laki itu mengusap kepala sang gadis dengan lembut. "Mulai saat ini, berjanjilah bahwa kita akan seperti tangan dan mata. Saat tangan terluka, mata menangis. Dan saat mata menangis, tangan menghapus air matanya." "Just for you, I promise." Ucap...