Bab 4

78 15 1
                                    

Kalau kalian ingin tahu keseharian jomblo, Vea akan menjawab 'Nggak ada yang spesial dari jomblo, selain dibaperin, trus ditinggal pergi.' .

Vea terkadang bingung dengan teman-temannya yang menganggap dirinya telmi, tulalit, apa aja itu yang berarti dia bego dalam bahasa lebih halus. Vea bukan bego, sebenernya.

Tapi siapa sih, yang nggak bakal baper kalo sicowok ngungkapin kata-kata manis yang bakal bikin kamu klepek-klepek. Jelas, Vea rasa semua cewek akan klepek-klepek, seperti dirinya. Kecuali cewe munafik, eh, atau nggak, orang yang ngomong sweet itu orang yang ilfeel'in parah, Vea tau itu tidak akan mempan.

Tapi nyatanya, itu yang dialamin seorang Vea sebagai jomblo dari-dua tahun lalu. Vea merasa kesal sendiri jika terus-menerus seperti ini, seakan takdirnya tidak jauh dari kata di-PHP-in.

Sebenarnya, Vea sudah meyakinkan dirinya sendiri, seperti 'kali ini gue gak boleh baperan lagi, titik' . Namun, pada akhirnya Vea baper, sekeras apapun dia berusaha, semakin banyak dia kecewa. Seakan Vea sedang menjalani kutukan jomblo.

Vea mengusap wajahnya kasar, lalu membiarkan matanya terpejam, dia lelah jika harus seperti ini terus menerus. Kamu tau? Semacam ini hidup Vea sebagai jomblo :
Kenalan - Chattingan - Kode - Kode Nembak - Ilang - Ilang - dan kalian tau kelanjutannya gimana.

Kalau ada yang bilang jomblo itu enak, jomblo itu bebas, jomblo itu pokoknya menyenangkan. Tapi bagi Vea itu tidak, terserah apa pendapat kalian. Vea tetap bilang tidak.

Jomblo itu gak enak, jomblo itu dibaperin seenaknya, jomblo itu dianggep gak laku, jomblo itu sering di-php-in, jomblo itu dianggap remeh. Itu bagi Vea.

Ketukan pintu membuat Vea sadar akan fikiran-fikiran konyolnya. "Non Vea, ada temen non nih." panggil Bi Sri memberitahu.

Vea mendudukkan badanya yang semula tidur terlentang, "Iya bi, suruh nunggu bentar"

Dengan berat hati Vea berdiri, meninggalkan kasur tersayangnya yang seperti sedang melambai-lambai ingin tetap bersama Vea.

Vea merapihkan rambut lurusnya dengan tangan, sambil menuruni anak tangga. Matanya tidak berhenti melihat sesosok orang duduk diruang tamunya, dia laki-laki, Vea tahu itu. Tapi dia tidak tahu siapa karena laki-laki itu membelakanginya.

"Ehm-" Vea berdehem, "Hai!" Sapa Vea membuat orang itu menoleh, lalu tersenyum kecil.

Mulut Vea membentuk huruf O besar, "F-Fian!"

Alfiano atau yang lebih sering disapa Fian itu menoleh, "Hai Ve?"

"E-em, ya, h-hai." Vea tergagap lucu.

Fian tertawa kecil, "Santai aja."

"S-susah" Vea berkata jujur

"Kenapa susah? Lo setiap ketemu gue pasti kaya gitu mulu," tanya Fian membuat Vea malu.

Memang benar, setiap Vea bertemu Fian, Vea mendadak gerogi. Padahal, kalau Vea disuruh baca pidato di lapangan sekolahnya pasti akan lancar, kecuali, kalo disana ada Fian.

"Ge-gerogi bicara sama cogan, hehe" Vea tersenyum malu.

Fian terkekeh, "Hehe, seharusnya gue yang gerogi."

"K-kok jadi kamu?" tanya Vea bingung

"Kan elo cantik." Ujar Fian membuat pipi Vea merona malu.

Keduanya terdiam, pipi Vea masih merona walaupun itu sudah berlangsung tujuh menit yang lalu.

JOCANSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang