4.

95 39 5
                                    

Difa keluar dari mobilnya dengan perasaan malas, saat ini dia hanya ingin cepat sampai di kelas kemudian tidur untuk beberapa saat. Ia berjalan malas menuju kelasnya yang berada di lantai dua

Sampai di kelas Difa langsung menjatuhkan kepalanya di meja kemudian memejamkan matanya

"Woiyy nyet, tumben ni anak rajin berangkat sekolah, udah nyampek duluan aja lo" Ane yang baru tiba langsung menepuk pundak Difa tapi tidak ada respon dari yang ditepuk pundaknya

"Difa lo kenapa dah diem aja"

Masih tidak ada jawaban..

"Difa lo jangan bikin gue takut dong. Jawab kek"

"Hmm...."

"Buset hmm doang"

Bel berbunyi dan guru sudah memasuki kelas untuk memulai pelajaran. Difa sama sekali tidak fokus mendengarkan apa yang sedang di sampikan gurunya, pikiran Difa justru melayang kemana mana

Difa segera keluar kelas saat bel istirahat berbunyi kemudian berlari menuju taman belakang sekolah tanpa menghiraukan Ane yang sejak tadi berlari mengejarnya. Difa berhenti dibawah pohon besar yang teduh dan duduk di kursi panjang yang berada tepat di bawahnya. Ia terdiam beberapa saat, menatap kosong kemudian memejamkan matanya hingga Ane menepuk pundaknya

"Heh lari lo kenceng banget si"

Difa tak bergeming, dia hanya menatap kosong

Ane yang merasa ada sesuatu yang aneh pada sahabatnya sejak tadi pagi kemudian duduk di samping sahabatnya

"Ada yang terjadi lagi ya pasti" Ane bertanya pelan

Difa hanya mengangguk

"Udah sekitar setahun ya gue ngeliat lo kayak begini. Lo yakin gak ada yang mau di ceritain ke gue?" nada bicara Ane mulai naik

Difa hanya merespon pertanyaan itu dengan gelengan kecil

"Gue temenan sama lo udah lama ya"

"Lo gak akan pernah ngerti sekalipun gue ceritain, gue aja gak ngerti sama apa yang terjadi" Difa bangkit hendak pergi namun Ane lebih dulu menahan tangannya

"Gue emang gak tau, karena lo gak pernah mau cerita" nada bicaranya mulai pelan

"Nanti, kalo gue udah nemu alasan buat cerita sama lo" ucapnya datar kemudian berlari pergi meninggalkan Ane

"Terserah lo, Dif" Ia membiarkan Difa menenangkan hatinya tanpa perlu di ganggu siapapun karena dia tau ketika Difa sudah seperti ini ia hanya perlu sendiri. Itu saja

Difa berlari tanpa melihat apa yang ada di depannya dan tanpa sadar ia menabrak seseorang yang tengah berjalan ke arahnya

Bugh..

Difa terjatuh kemudian berusaha bangkit berniat akan meminta maaf, namun saat ia berdiri dan menatap cowok di depannya itu, ia hanya diam, ia kaget, ia tak menyangkan bahwa yang di depannya kini adalah Dafa.

"Lo gak papa?" Dafa mendekat berusaha memastikan bahwa Difa baik-baik saja

Difa melangkah mundur, kemudian menggeleng dan pergi dari sana

Dafa yang mematung memerhatikan punggung Difa yang menjauh dengan banyak pertanyaan di kepalanya

--

Difa membasuh mukanya dengan air kemudian mengusapnya menggunakan tisu. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Ya, setelah berlari menjauh dari taman dia berbelok ke kamar mandi karena dia tak tau harus kemana lagi untuk menenangkan hatinya. Suasana hati Difa sudah lebih baik setelah membasuh wajahnya, kemudian tiba-tiba dia teringat seseorang yang dia tabrak. Dafa. Dia harus minta maaf karena sudah menabraknya

Difa memutar knop pintu kamar mandi berniat ingin cepat-cepat kembali ke kelasnya yang ia yakin kini guru matematikanya sudah berada di dalam kelas karena bel setelah istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Koridor nampak sepi, ia sudah nampak lebih segar, ia sudah bisa tersenyum ketika ada beberapa orang yang tersenyum padanya di sepanjang koridor, entah ada yang dari ruang guru, ruang osis, ruang musik atau yang lain

Tepat sebelum sampai di kelasnya, ia melihat beberapa orang dari berlawanan arah berjalan menuju ke arahnya, mungkin akan ke ruang komputer di lantai tiga pikirnya.

Memang ruang komputer di sekolahnya ada di lantai tiga, dan segala aktivitas mulai ulangan hingga uas di lakukan disana dengan sistem cbt dan kebetulan tangga menuju lantai tiga berada di samping kelasnya. Matanya menangkap sosok yang ingin ia temui berjalan kearahnya bersama dengan teman-temannya, Difa mematung, ia hanya diam kenatap Dafa yang semakin dekat dan ketika di sampingnya, ia membisikkan sesuatu

"lain kali hati-hati ya"

Difa membeku, wajahnya memanas dan ia yakin sekarang pipinya sudah merah seperti tomat. Ia kemudian memberanikan diri berbalik untuk melihat kemana arah Dafa pergi, dan benar saja dia menemukan sosok itu akan menaiki tangga ke lantai tiga, namun sebelum dia melangkah naik, Dafa menengok ke arahnya kemudian tersenyum. Dalam sekejap Difa membeku, ia bahkan lupa jika dia berniat untuk minta maaf. Jantungnya berdegup sangat kencang dan membuat kakinya lemas, saat itu juga ia ingin berteriak pada bumi untuk menelannya sekarang juga. Difa segera mengumpulkan kesadarannya kembali untuk bergegas masuk kelas

Diluar dugaannya. Siapa sangka keadaan kelas begitu gaduh karena guru matematika mereka ternyata berhalangan untuk hadir

"Sial, tau gini gue gak ngerjain pr semalem, dan tadi gak usah buru-buru balik ke kelas"

umpatnya di ambang pintu menatap teman-temannya yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ada yang membaca buku, sekumpulan cewek yang sibuk menggosip, laki-laki yang bernyanyi ria memukul meja sebagai alat musik pendukung. Difa hanya mendengus pelan menyaksikkan teman-temannya itu. Ia memilih duduk di bangkunya untuk melanjutkan tidurnya

"Lain kali hati-hati ya"

Kata-kata itu masing terngiang di kepalanya membuatnya tidak bisa tidur dan menggelengkan kepalanya berusaha menghilangan ingatan itu

Difa beradu dengan pikirannya sendiri. Bagaimana bisa seorang cowok seperti Dafa yang terkenal dingin dan cuek bisa bersikap seperti itu kepadanya? Mengapa setiap kali bertemu dengannya dia selalu berbeda dengan apa yang semua orang katakan? Difa perlu mencari tau alasannya.

***

Hayoo makin ribet deh ya kayaknya, aku juga agak bingung bacanya /lahh/ wkwk


Have a great day///**

KnottyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang