2

7.8K 270 1
                                    

"Gak papa lu jalan sama gue?" Tanya Uci saat kami selesai dari nyalon dan pergi ke foodcourt yang ada di Mall. Bukan nyalon Gubernur btw , cuma creambath sama massage.

"Kenapa emang?"

"Your mother in lawlah." Tangkasnya cepat.

Aku hanya terkikik. Uci tahu betul bagaimana Ibu mertuaku , dia sahabat yang bisa ku ajak berbagi apapun. Tidak termasuk utang piutang ya. Haha

"Udah beres. Cukup dengan sedikit bumbu dusta dan....dukungan dari suami." Jawabku.

"Maksudnya?"

"Sebenernya hari ini gue harusnya ikut arisan ke Kebon Jeruk , arisan keluarga gitulah. Tapi kan gue pengen manjain badan sama mata gue , Ci."

"So?"

"Gue bilang aja kalau mau anter temen periksa kandungan."

"Gila!" Uci sampai menaruh kembali sendok berisi soto yang hendak ia makan.

"Haha. Sorry."

"Rian?"

"Dia sih cukup ngerti , lagian dia juga tau Ibu kayak apa. Kalo gak dikasih bumbu dusta , mana bisa gue kelayapan begini?"

Ya , memang sebelum kami nikah itu ada perjanjian sebelumnya antara aku da Rian. Tentu saja bukan perjanjian nikah kontrak , tapi perjanjian pranikah yang tidak legal. HAHA. Seperti , tinggal dimana setelah nikah , kapan aku bisa ke salon , uang belanjaan aku ditransfer atau cash  trus berapa nilainya,  aku masih boleh kerja atau nggak ? Dia tahu persis bagaimana watak Ibunya. Untungnya sih Rian cukup tahu diri untuk tidak terlalu mengekangku hidup dengan keluarganya , dia bilang asalkan masih masuk akal aku masih boleh pergi saat weekend menghabiskan me time.
Jangan salah lho , hal seperti itu harus dibicarakan sebelum menikah.

"Ngeliat lu kayaknya gak nyaman ya tinggal sama mertua?."

Aku mengangguk setuju. Ya iyalah , mana enak!Tapi mau bagaimana lagi , Rian itu anak lelaki satu - satunya dan dia merasa hari tua orangtuanya adalah tanggungjawabnya.

"Gitulah..." Aku tidak bisa menjelaskan lebih rinci. Masalahnya , Ibu itu bukan mertua yang jahat hanya saja dia cerewet dan perfectionist.

"Jadi selamanya donk tinggal di Pondok Mertua?"

"Hm'mh...gimana lagi? Selama Rian masih mau dengerin dan hargain gue sih gak masalah ya. Lagian juga gue di rumah gak terlalu cape , kan ada Teh Anis yang pulang pergi buat beresin rumah. Cuma kalo malem ya paling nyuci piring aja guenya." 

Untungnya sih ya , aku gak terlalu repot kalau masalah kerjaan rumah. Ada yang bantuin , semacam ART yang pulang pergi gitu. Nyuci juga pakai mesin cuci. Cuma ya itu palingan makan hati soalnya Ibu kadang omongannya itu lho setajam silet.

"Dah jam 3 nih , Haris mau jemput gue."


Aku melirik jam tangan dipergelangan tanganku. Uci memang bilang akan pergi kencan dengan Haris , maklumlah malam minggu.

"Ya udah , balik yuk? Gue juga takutnya dah pada balik nih mertua gue." Rian bilang mereka akan pulang sore sih ,meski gak tahu jam berapa tepatnya.

Kamipun berjalan beriringan sampai ke parkiran dan setelah mengucapkan bye , masing - masing masuk ke dalam mobil dan pergi.

---------

Aku bersyukur karena kepulanganku ke rumah lebih cepat dari rombongan Ibu yang pergi arisan. Mereka tiba satu jam setelahku. Ya pasti kalau sudah kumpulkan bukan cuma arisan aja yang di kocok , mulut juga ikutan dikocok buat ngegosip.

"Pulang jam berapa?" Tanya Rian kepadaku saat kami sudah ada dikamar , Rian juga sudah segar setelah mandi.

"Jam 4 kali ya...aku lupa." Jawabku sambil mencoba mengingat ngingat.

Aku menyisir rambutku yang masih terasa wangi strawberry , aku tadi memang request pakai shampoo strawberry pas di salon.
Tiba - tiba Rian sudah berada dibelakangku dan menyesap wangi rambutku.

"Wangi yang." Ujarnya yang kubalas dengan kekehan , jujur saja aku kegelian karena leherku juga jadi ikut sasaran. 

Deuh kalau begini aku jadi salah tingkah , namanya juga pengantin baru. Hal - hal seperti ini jarang aku dapatkan ,karena tinggal di rumah mertua itu kurang leluasa.  Boro - boro mau romantisan begini, peluk - peluk aku dari belakang lagi.

"Ih Mas , udah malem ah. Yuk tidur." Ajakku sebagai pengalihan dari rasa berdebar. Aku segera melepaskan pelukannya dan menaiki ranjang.
Kami tidur saling berhadapan , Rian itu tidak suka kalau aku tidur membelakanginya. Jadi setiap malam aku selalu tidur dipelukannya , nyaman banget rasanya. Apalagi karena Rian tinggi dan bahunya lebar , aku merasa hangat.

"Yang..." lirihnya dengan panggilannya yang biasa.

"Eum..."

"Harus betah ya tinggal sama Ibu sama Bapak."

Aku menatap matanya ,kami saling menatap .
"Kenapa Mas?"

"Aku gak akan ninggalin rumah ini yang , karena Mas harus jagain Ibu sama Bapak , kalau bukan Mas siapa lagi? Mba Eva kan dibawa Mas Galih ke Magelang , Indri juga besok - besok dibawa suaminya." Jelasnya kepadaku. 

Sebenarnya meskipun kadang aku kesal sama sifat dan sikap Ibu , tapi  aku mengerti sekali kalau Rian sangat mencintai keluarganya. Kata Mama , Rian kelak juga akan sangat mencintai aku dan anak - anakku . Sebabnya , Mama juga tidak masalah jika aku tinggal di rumah mertua.

"Iya iya aku ngerti Mas , tapi Mas juga harus ngertiin aku ya? Kayak tadi , kalau aku lagi pengin nyalon , Mas harus bisa diajak kompromi."

"Iya . Mas makin sayang banget sama kamu." Ucapnya sambil mencium keningku dan memelukku erat.

"Aku juga." Jawabku sambil menatap matanya kembali. Rian menyingkirkan rambut - rambut halus disekitaran keningku , lalu mengecupnya lagi ,turun ke hidungku , kedua kakiku , berakhir dengan kecupan dibibirku.
Aku terkekeh geli , lalu Rian membawa tangannya ke kedua pipiku . Mengarahkannya agar aku menatap matanya , tak lama Rian lalu kembali menempelkan bibirnya ke bibirku , kali ini lama dan intens. Awalnya saling memagut , lalu saling melumat , tak lama lidahnya memasuki mulutku dan aku paling payah kalau sudah masalah bergulat lidah.

"Eumh..." Aku melenguh.

"Kamu masih aja amatir."  Ujar Rian setelah melepaskan bibirku. Aku hanya tersipu malu , memang aku belum pandai membalas ciuman Rian. Kadang masih canggung dan malu - malu , padahal kami sudah sering melakukan hal lebih dari ciuman.

Dan malam itu , kami melakukannya lagi . Rian selalu bersikap lembut selama melakukannya . Sesekali aku memekik , ingin mendesah hebat tapi takut Ibu dengar. Akibatnya aku menahan habis - habisan , kadang tak sadar aku bisa menjerit dan Rian hanya akan terkekeh geli di antara gairahnya.

"Sst....nanti Ibu denger." Kalau Rian sudah bicara begitu , mau tak mau aku jadi ikutan ketawa. Lucunyaaaa tinggal di Pondok Mertua.

Bersambung..

PONDOK MERTUA INDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang