5

5.3K 271 4
                                    

Menghabiskan waktu di kantor lebih mengasyikan bagiku daripada harus pulang ke rumah. Aku termasuk seseorang yang begitu senang lembur akhir - akhir ini. Padahal sebelumnya aku selalu menggerutu dan berani berkomentar pada managerku. Pekerjaanku selesai , kenapa aku harus lembur? Sementara sekarang , kalaupun aku harus mengerjakan tugas orang lain pasti akan aku lakukan. Percayalah , tinggal di rumah mertua tidak lebih baik daripada tinggal di kontrakan 3 petak.
Aku bisa saja kembali ke apartement lama yang kebetulan belum ku jual. Menunggu harga jual semakin tinggi. Tapi , dimana letak statusku sebagai seorang istri? Bisa - bisa kami pisah ranjang beneran. Dan berpisah dengan Rian adalah hal yang paling aku kutuk. Pria yang kuperjuangkan karena kemapanannya , ketampanannya , dan kebaikannya.

"Duh si Ibu...seneng lembur sekarang mah." Ujar Yuyu , OB di kantorku yang juga masih sibuk mondar mandir di kantor sejak pagi.

"Iyalah buat kejar setoran." Alasan klise sipenggila kerja yang aku lontarkan kepada Yuyu.

"Kan punya suami Bu,masa istri yang harus kejar setoran?"

"Gue kejar setoran biar bisa beli berlian. Laki gue gak sanggup beli berlian."Jawabku asal . Padahal kalau mau bisa saja Rian beliin aku berlian , sayangnya dia lebih suka invest di tanah. Ngikutin jejak Ayahnya.

"Eeeh....si Ibu mah bisa aja!"

"Udah sana Yu , itu fotokopian numpuk aja masih godain gue. Bu Intan marah baru tau rasa lu!" Balasku.

"Eeeh...iya betul. Ini Bu Intan kan harus patas kalau kerja. Ya udah deh Bu , saya mau fotokopi dulu."

"Iye iye Yuuu."

Sepeninggalan OB paling ganjen sekantor ,aku kembali fokus pada pekerjaanku. Bisa saja ini selesai dalam waktu 10 menit , tapi sengaja aku lama - lama mengerjakan. Biar ada alesan lembur pas pulang ke rumah.

_____

Aku pulang ke rumah tepat pukul 10 malam. Untung kantor punya supir yang bisa mengantarkan setiap karyawan yang lembur diatas pukul 9 malam. Bagaimanapun naik kendaraan umum kan sedikit was - was. Hari ini btw aku gak bawa mobil , lagi dibengkel buat pasang tracker. Itu lho alat buat melacak kendaraan.

"Lembur terus kamu." Ujar Rian saat aku masuk ke dalam kamar.

"Iya...lagi hectic banget kantor. Kan akhir tahun." Jawabku sambil meletakan tas ku. Sebenernya emang lagi sibuk , tapi jam 8 malam seharusnya aku sudah bisa pulang.

"Besok jangan lembur kalau bisa , mau ke nikahan anaknya Bu Nina. Temennya Ibu."

Mampus....
Paling males deh kalau pergi sama Ibu , rempong banget.

"Harus ikut Mas?" Tanyaku lagi.

"Gak bisa emang?"

"Eum...bisa sih. Tapi aku...males aja ke kondangan. Apalagi temennya Ibu ,aku kan gak kenal."

"Makanya kenalan. Banyak silaturahmi kan malah bagus yang , jangan dibiasain males kamu."

"Jam berapa?"

"Habis magrib aja. Besok aku jemput."

Alamat mati kutuuu nanti kondangan. Mudah - mudahan aja besok gak jadi deh. Meskipun kemungkinannya kecil.

----

Dengan kondangan serba simple , akhirnya hari ini tak bisa ku hindari. Jam 5 sore Rian sudah stand by di Lobby kantor, meski akhirnya kami pergi setelah Isya tapi kondangannya jadi juga. Ibu , Ayah , Indri juga ikut kondangan.

"Kamu kok gak pakai kebaya sih Mel?" Tanya Ibu saat melihat aku pakai dress yang sebenarnya cocok sih kalau buat ke kondangan.

"Gak ada Bu."

"Masa sih? Besok - besok kamu jahit kebaya ke Bu Ayu deh , biar kondangan pakai kebaya." Ujarnya. Haduh...masa pakaian juga masih di komentarin sih?

"Iya Bu." Jawabku manut. Aku kan bukan wanita yang feminin banget sampe harus pake kebaya ke kondangan , lagian ribet.

Setelah setengah jam mengarungi jalanan Ibukota yang kebetulan tidak terlalu macet , akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Lumayan besar pestanya jika dilihat , temen Ibu ini pasti pejabat atau punya perusahaan. Aku dulu pernah cek harga gedung ini buat resepsi , dan harganya bisa buat resepsi di kampung sambil ngundang ceramahnya kiai.

"Itu Yuk Nina !" Seru Ibu dan langsung menyuruh kami mengikuti jejaknya. Jadi Ibu itu posisinya tour guide disini dan dia ternyata cukup punya banyak kenalan. Disetiap meja pasti ada yang kenal Ibu.

"Ya ampun Yuk Diah , tak kira kamu gak dateng."

"Ya gak mungkinlaaah , maaf lho terlambat tadi. Habis nunggu anak - anak pulang kerja dulu."

"Iya iya gak apa - apa. Ini mantumu itu toh yuk?"

Merasa jadi objek aku segera menjabat tangan teman Ibu.

"Amel Bu..."

"Oalaaah cantik ya pilihan Rian , belum isi toh nduk?" Hadeeeh males deh ditanya begitu.

"Belum Bu , doain aja."

Lalu setelahnya Rian dan Indri yang bersalaman dengan Yuk Nina itu.

"Ya udah , kita mau datengin penganten dulu Yuk. Nanti dilanjut ngobrolnya."

Tanpa tahu siapa yang menikah aku tetap mengucapkan selamat. Tapi sepertinya mereka mengenal Rian , dia lumayan terkenal juga. Ketika kami turun dari pelaminan , kami tetap mengikuti langkah Ibu. Sudah pakai kebaya sama roknya , tetep saja Ibu jalannya cepet.

Tiba - tiba Ibu berhenti dan memeluk seorang perempuan yang juga tamu undangan.

"Ini....Ratih?"

"Iya Bu,  Ratih , gimana kabarnya Bu?" Lagi - lagi kami harus berhenti saat Ibu bertemu dengan orang yang dikenalnya.

"Sehat Tih?" Itu suara Ayah.

"Sehat Mbak?" Itu suara Indri.

"Sehat kamu Rat?" Itu suara Rian.
Ratih tersenyum sambil menjabat tangan Rian , tampak kaku dan canggung.

Mereka semua jadi kenal nih? Tak ingin dianggap sombong aku juga menjabat tangannya.

"Hallo Mba..., saya Amel istrinya Rian." Karena kami baru bertemu ,jadi kata itu yang aku lontarkan. Seketika raut wajahnya berubah ,aku lantas sedikit bingung dengan itu.

"Kamu kok gak pernah main ke rumah si Tih?" Tanya Ibu mengusik kebingunganku. Ku lihat perempuan itu tersenyum kecil. Dia begitu sopan dan anggun.

"Iya Bu , maaf. Ratih kan sibuk ngurusin toko bunga sekarang."

"Walaaah jadi juga toh tokonya?" Tanya Ibu.

"Iya Bu Alhamdulillah."

"Ibumu mana toh?"

"Ibu gak dateng Bu , lagi kumat asam uratnya." Jawabnya.

"Oalaaaah kok bisa Tih?"

"Makannya gak dijaga Bu."

Kulihat Ibu dan Ratih tampak akrab sekali sampai aku pegal harus berdiri melihat interaksi Ibu sama Ratih ini.

"Gimana  sekarang sesudah Operasi?"

"Sudah sehat Bu , dibawa ke alternatif juga."

"Alhamdulillah....sudah ada calonnya?" Tanya Ibu hati - hati. Mbak Ratih tampak tersenyum meski aku tahu jawabannya tidak.

"Belum Bu...."

"Kamu cantik lho Tih , jangan kelamaan milih." Emang Ibu mertua ku tuh ya , komentator.

"Insya Allah Bu , kalau dapat yang cocok gak ditunda lagi."

Setelah mengatakan itu, mungkin pertanyaan Ibu kurang membuat nyaman Mbak Ratih. Sehingga ia lebih dulu pamit dengan alasan mau bertemu dengan temannya yang juga datang. Tapi setelah itu ku dapati wajah Ibu tampak tak rela melepaskan Ratih.

"Harusnya dia yang jadi mantuku ,Pak!"

Seseorang bisakah jelaskan apa maksud Ibu?

Tbc


PONDOK MERTUA INDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang