Halte Angkot

1K 38 0
                                    

Itu adalah hari Sabtu, hari dimana seperti biasanya aku berangkat sekolah dengan penuh perasaan yang penasaran tentang dirinya.

"Pagi Angell" terdengar beberapa suara anak laki-laki yang menyapaku ketika aku hendak memasuki kelas, aku hanya membalas mereka dengan senyuman saja setidaknya dengan cara itu orang-orang tidak menganggapku perempuan judes karena tidak menanggapi mereka.

Dikelasku semua pada berkumpul ditempat Rio duduk, merasa ada yang aneh, mengapa mereka mengkerumuni Rio seperti itu, akupun penasaran dengan apa yang terjadi, disana kulihat hidung Rio mengeluarkan darah.

Deg!

Aku langsung lemas dan pada akhirnya jatuh pingsan, karena aku phobia dengan yang namanya darah, melihatku yang setengah sadar, teman-temanku membawaku keruang kesehatan, disana aku hanya bisa terbaring lemas, benar-benar apa yang kulihat adalah sebuah ketakutan bagiku.

Melihatku sudah lumayan membaik, Silvia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tadi didalam kelas.

"Tadi itu gerombolan gengnya Alvian menyerang Rio didalam kelas, gak tau masalahnya apa, tadi pagi-pagi mereka udah teriak-teriak manggil nama Rio" Jelas Silvia padaku

"Gara-gara apasih? Kenapa bisa sampai setega itu?" Tanyaku kesal

"Tadi dapet nguping sihh, katanya kemarin Rio mukulin salah satu gerombolan mereka waktu pulang sekolah" Silvia menjawab sambil terus mengusap rambutku.

"Aku benci yang namanya Gangster!" Kataku dengan nada kesal karena memang benar aku benci yang namanya tawuran, dan apapun itu tentang kekerasan.

"Udahlah, udah membaik kan? Yuk ke kelas" karena melihatku sudah pulih, ia mengajakku ke kelas untuk mengikuti pelajaran.

Dikelas aku hanya duduk terdiam, dan Silvia menjelaskan kepada mereka apa yang tadi terjadi padaku sehingga membuatku jatuh pingsan. Aku beruntung memiliki teman seperti Silvia, ia selalu ada buatku meskipun baru beberapa hari aku mengenalnya, mungkin bukan hanya sekedar sebagai teman, dia sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri.

-ooo-

Ini adalah mata pelajaran Kimia, dimana gurunya adalah Pak Imin, guru yang galak menurutku, yang siap menghukum siapapun jika kedapatan mencontek saat ujian, pandangannya yang membuat siapapun yang melihatnya akan menjadi tegang.

Jujur saja, ini adalah mata pelajaran yang sangat kubenci dan membosankan, selain membosankan dan gurunya yang galak membuat siapapun yang diajarnya selalu berdoa agar beliau tidak masuk ke kelas dan tidak mengajar.

Jika Pak Imin tidak masuk ke kelas dan tidak mengajar, itu adalah sebuah surga bagi para siswa. Mereka merasakan kemerdekaan yang amat luar biasa ketika Pak Imin tidak mengajar.

2 jam telah berlalu, benar-benar membosankan menurutku pelajaran ini.

"Udah gurunya galak, dikasi tugasnya banyak lagi! Huh!" Kataku mengeluh kepada Silvia yang duduk disampingku

"Udah, jalanin aja, ntar juga selesai, lagi 5 menit kok" Jawab Silvi berusaha memberikanku semangat

"Bosen tau!" Keluhku pada Silvia

Kring...Kring...Kringgg
Bel istirahat menandakan jam pelajaran itu sudah berakhir, semua siswa bersorak-sorai.

"Heh! Mengapa sorak-sorak? Senang pelajaran Bapak selesai?" Tanya Pak Imin dengan nada keras membentak, kami hanya terdiam dan tidak menjawab.

"Tugasnya Bapak tambah lagi 100 soal, dikumpul minggu depan paling lambat! Ditulis soal dan buat cara penyelesaiannya! Bapak tunggu dimeja!" Kata Pak Imin dengan nada membentak lalu meninggalkan kami.

My Badboys AlvianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang