Part 9

5.8K 370 28
                                    

Warning: Typo(s) bertebaran!

Selama ia melakukan proses 'kencan' dengan Divan, setiap saat yang Sarah pikirkan hanyalah Fathan, Fathan, dan Fathan lagi. Sehingga ia jadi ambigu dengan perasaannya saat Divan tiba-tiba dan tanpa Sarah duga menyatakan perasaannya.

Seperti saat ini, ia sedang makan malam dengan Divan dan Divan sama sekali tidak menagih pertanyaannya tentang balasan cintanya diterima atau tidak. Jujur, sebenarnya Sarah sedang menunggu balasan pesan yang baru saja ia kirimkan pada seseorang. Dan hal itu tidak terlepas dari pandangan Divan saat ini, sedari tadi Divan menatap Sarah dengan pandangannya yang sesekali sibuk memerhatikan ponselnya. Divan saat ini menyadari bahwa Sarah dari tadi terlihat resah. Ada apa sebenarnya? Apalagi Divan tidak sabar menunggu jawaban yang keluar dari mulut Sarah sekarang namun Divan tidak menagih jawabannya pada Sarah. Ia memberi kesempatan untuk Sarah berpikir dahulu sebelum memutuskan.

Drrtt...

Suara getaran ponselnya membuat Sarah langsung membuka isi pesan. Sarah mengeluarkan napas leganya ternyata Fathan membalas pesan singkatnya.

From: Fathan

Terima dia jika kamu menginginkan, membutuhkan, dan mencintainya, itu terserah kamu saja karena tidak ada sangkut pautnya sama saya.

Sarah membaca pesan itu tidak percaya. Bagaimana bisa? Padahal Sarah tidak menginginkan balasan yang seperti itu. Yang Sarah inginkan adalah Fathan melarangnya menerima Divan agar Sarah tidak ambigu seperti saat ini. Yang benar saja! Sarah sama sekali tidak memiliki perasaan pada Divan selain menjadi teman tentunya. Namun, menjadi seorang pacarnya Divan? Itu sama sekali diluar dugaannya. Memang, Divan itu tampan, idaman para gadis-gadis di sekolahnya, dan tentu saja kaya. Tapi, hal itu tidak membuat Sarah jatuh cinta dengan Divan. Sarah hanya menganggapnya sebagai teman.

"Div, boleh tanya?" tanya Sarah dengan hati-hati.

Divan menanggapinya dengan senyuman manisnya. Jika saja Sarah memiliki perasaan lebih pada Divan, Sarah yakin ia akan terpesona dengan senyum manisnya Divan. Senyuman yang membuat para gadis terpikat.

"Boleh, tanyakan apapun yang ingin kamu tanyakan, pasti akan kujawab." Balas Divan.

Sarah tersenyum canggung. "Eng, aku mau tanya, apa alasanmu menjadikan aku pacarmu?"

Alis Divan terangkat sebelah, "Kamu mau tahu?"

Sontak kepala Sarah langsung mengangguk.

"Tidak ada alasan kenapa aku ingin menjadikanmu pacarku. Karena saat ini aku butuh kamu, aku selalu memikirkan kamu, terkadang aku selalu merindukanmu maka dari itu aku ingin menjadikanmu milikku. Mungkin jika keadaannya berbeda, aku pasti sudah menghalalkanmu sekarang. Tapi, tidak untuk saat ini. Kita masih sekolah, aku belum punya apa-apa untuk membahagiakan kamu. Maka mulai sekarang, aku ingin menjadikanmu pacarku lalu setelah aku bisa mencari uang sendiri tanpa meminta pada orang tuaku, aku akan meminta izin pada kedua orang tuamu untuk mengambil anaknya menjadikannya ratu di dihidupku sampai aku tidak bisa bernapas dan membuka kedua mataku." Setelah itu Divan tersenyum sambil mengelus pipi kanan Sarah.

Napas Sarah tercekat tatkala Divan berbicara seserius itu. Sejujurnya, baru kali ini ada seorang pria yang berkata seolah-olah dia sudah menyiapkan masa depannya dengan rapi untuknya. Andai saja orang yang berbicara itu Fathan, pasti Sarah sudah menerimanya tanpa syarat.

"Jadi, apakah kamu mau menjadi pacarku, Sarah?"

***

Rahang Fathan mengeras. Pria itu langsung menutup layar laptop dengan kencang. Ia mengusap-usap wajahnya dengan frustasi.

My Charming Teacher (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang