Chapter End

3K 54 2
                                    

Sesampainya di rumah Eva, Putri menangis terseduh-seduh karena tidak percaya apa yang telah terjadi padanya, didalam hatinya pun telah menyesal karena terlalu percaya dengan Kak Maya ketimbang dengan sahabat karibnya sendiri. Tak lama setelah itu, datanglah Edo dari rumah sakit.

"Assalammualaikum"

"Waalaikum salam" jawab Eva.

"Bagaimana keadaan Mardi, Edo? Apa Dia baik-baik saja?" tanya Eva. Namun Edo tiba-tiba menangis.

"Apakah sekarang Kau puas Putri, hah? Apa Kau sekarang puas?!!" tiba-tiba Edo membentak Putri dan membuatnya menangis.

"Edo, ini bukan salah Putri, ini semua salah Maya itu" ujar Eva.

"Ini juga salahnya Putri, Eva, karena Dia lebih percaya dengan Kak Maya ketimbang kita sahabatnya sendiri" ujar Edo sambil menangis.

Kemudian Putri menunduk kepada Edo sambil menangis.

"Maafkan Aku, Edo, maafkan Aku, karena Aku percaya sama Kak Maya ketimbang kalian, Dia ternyata ingin menjualku, Aku sangat menyesal, Edo, Eva, maafkan Aku" ujar Putri sambil menangis.

"Tiada maaf bagimu, Putri, gara-gara Kamu, Mardi sekarang kritis! Aku tidak akan memaafkanmu jika Mardi sampai kenapa-napa!!!" teriak Edo sambil menangis lalu mendorong Putri dan pergi.

"Edo...maafkan Aku!!..." ujar Putri.

"Sudah, Putri! Edo mungkin sedang emosi, biarkan Dia menenangkan diri dulu" Eva menenangkan Putri.





Keesokan harinya, Putri dan Eva menjenguk Mardi kerumah sakit.

"Eht, permisi suster, pasien yang namanya Muhammad Mardi Hasanudin ada dirumah sakit ini?" tanya Eva kepada suster.

"Sebentar ya! Saya cek dulu" jawab suster.

"O ya, benar, Mbak, pasien yang bernama Muhammad Mardi Hasanudin ada dilantai 2, silakan kesana! Nanti ada dokternya" jelas suster.

"Terima kasih, suster" kata Eva.

Disaat mereka sampai di lantai 2, mereka melihat seorang wanita parubaya sedang tertunduk lesu dan menangis dikursi tunggu dekat ruang jenazah, dan ternyata itu adalah Ibunya Mardi.

"Bu? Saya Eva dan Putri" kata Eva.

"Iya, Nak" kata Ibunya Mardi dengan wajah sedih.

"Ibu, kenapa tunggu diruang jenazah? Mardi gak apa-apa kan?" tanya Putri sedikit khawatir.

"Ibu hanya bisa bersabar atas apa yang sudah ditakdirkan oleh tuhan, terutama kalian, kalian jangan bersedih ya!" kata Ibunya Mardi sambil menangis.

"Maksud Ibu apa? Kami gak ngerti, apa yang terjadi dengan Mardi, Bu?" kata Eva.

"Mardi...Mardi...Sudah meninggal" kata Ibunya Mardi kemudian menangis.



"Innalillahi wainna illaihi rojiun" Eva kaget dan menangis.

"Gak, gak mungkin, gak mungkin Mardi meninggal, gak mungkin, pasti dokternya salah, Mardi itu sahabat Aku yang kuat, Dia gak mungkin meninggal" kata Putri yang tidak percaya bahwa Mardi sudah meninggal.

"Kita harus sabar, Putri, kita harus menerima takdir" Eva menenangkan Putri sambil menangis.

"Gak mungkin, Eva. Ibu gak salah denger kan? Ini anak kandung Ibu sendiri, jangan main-main dengan maut, Bu" Putri masih tidak percaya.

"Untuk apa Ibu bohong, Nak?" kata Ibunya Mardi. Akhirnya, Putri tubuhnya melemah dan menangis.

"Mardiiiii..." teriak Putri yang bersedih, bahwa sahabatnya itu akan meninggal secepat ini.





Keesokan harinya, Edo yang mendengarkan kabar ini dari Eva pun langsung pergi ke rumah duka untuk menemui sahabatnya itu untuk yang terakhir kalinya. Mardi akhirnya dimakamkan di pemakaman umum. Dan sebelum meninggal, Mardi menitip pesan, bahwa Ia ingin dikubur didekat kuburan Ayahnya kalau Ia sudah meninggal nanti, Ibunya Mardi juga memberikan sebuah Surat Terakhir Mardi untuk Putri, Eva dan Edo.

The End

Retaknya Sebuah PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang