WARNING! SHORT CHAPTER
Enjoy Reading^^
Aku hanya bisa terdiam menatap asap yang terus mengepul dari gelas berisi teh yang ada di hadapanku. Setelah insiden di basement tadi pagi, aku dan Rei berakhir di sebuah cafe seberang apartemenku. Kali ini aku tidak bisa lagi menghindar darinya. Jujur aku belum siap untuk mengungkap semuanya dan kembali menatap masa lalu tapi, aku pun tahu bahwa hal ini tidak bisa selamanya menjadi rahasia.
"Bagaimana kabarmu?" kalimat pertama yang terucap dari mulut Rei. Kupikir ia akan langsung melemparkan banyak pertanyaan tentang Revan tapi ternyata perkiraanku salah. Pertanyaan tak terduga yang malah membuatku gugup.
"A-aku baik" jawabku singkat. Ada keinginan untuk menanyakan kembali kabarnya namun kalimat itu seperti tertahan di tenggorokanku.
"Gak terasa ya, sudah 3 tahun lebih kita tidak pernah bertemu" lidahku kelu.
"Kau tidak berubah sedikitpun. Kau masih Alexa yang kukenal. Mungkin yang berbeda saat ini hanyalah kau yang semakin terlihat sehat dan cantik. Apa mungkin ini efek karena aura keibuanmu sudah keluar setelah kau memiliki anak?" Rei berkata sambil terkekeh pelan. Aku membiarkannya berkata-kata tanpa berani menyela. Biarkan ia mengeluarkan semua yang ada di hatinya.
"Kau... apakah kau merindukanku? Walau sedikit saja?" pandanganku yang sejak tadi hanya menatap gelas di hadapanku beralih menatap matanya yang menunjukan kerinduan yang mendalam. Tatapan yang bisa membuatku melemah dan serasa membuatku ingin segara menghambur ke dalam pelukannya.
"Aku sangat merindukanmu. Tidak ada waktu yang terlewat sedikit pun tanpa mengingatmu" Rei terkekeh pelan setelah melanjutkan perkataannya dan menggeleng pelan.
"Maaf kalau terdengar berlebihan tapi aku tidak berbohong akan itu" aku kembali terdiam.
Aku pun sama sepertimu.
Kata-kata itu tertahan dari bibirku. Ingin aku suarakan namun tidak ada yang keluar dari bibirku.
"Alexa, tolong katakan sesuatu. Jangan diam seperti ini. Kau membuatku gila" Rei menggenggam tangan kananku erat. Tidak ada perlawanan dariku.
"Maaf" dari begitu banyak kata akhirnya yang terucap hanya satu kata itu.
"Tidak, aku lah yang salah disini. Harusnya aku yang mengucapkan itu, Alexa"
"Kita, Rei. Kau dan aku lah yang salah disini. Aku yang tiba-tiba datang diantara pernikahanmu dan kau yang tidak mengusirku pergi" wajah Rei sedikit mengeras mendengar perkataanku.
"Tentu saja aku tidak akan membiarkan kau pergi. Untuk apa? Aku begitu mencintaimu. Alasan apa yang kuperlukan untuk mengusir wanita yang kucintai dari hidupku?"
"Tentu saja ada! Kau sudah menikah!" sentakku sambil menarik tanganku dari dalam genggamannya.
"Keegoisanku telah menyakiti hati istrimu"
"Mantan istri, Alexa" potong Rei. Aku terdiam.
"Kenapa? Kenapa kau menceraikannya?" akhirnya aku memberanikan diri menanyakan pertanyaan yang terus berputar di dalam benakku. Tentu saja aku sudah tahu jawabannya hanya saja aku penasaran apakah Rei tahu mengenai hubungan Tatiana dengan Nick.
"Kenapa kau masih bertanya? Tentu kau sudah tahu dari sebelum kau pergi meninggalkanku, pernikahanku dengannya sudah tidak ada harapan dan lagi pula ia memiliki lelaki yang sudah menunggunya dan aku sangat tahu bahwa kau mengenal baik lelaki itu.
Sial. Ternyata dia sudah tahu semuanya.
"Alexa, kembali lah padaku" aku menatapnya tajam.
"Apa? Untuk apa? Kau tidak lihat bahwa aku sudah memiliki anak?"
"Dan ia membutuhkan ayahnya, Alexa! Berhenti menutupinya dariku. Walaupun aku belum mempunyai bukti yang kuat tapi, aku memiliki keyakinan bahwa dia memang anakku"
"Bukan! Dia bukan anakmu! Dia anakku! Revan adalah anakku dan akan selalu seperti itu" setelah mengatakan itu aku segera bergegas meninggalkannya yang tercengang dan segera mengejarku.
Aku terus mempercepat jalanku keluar dari cafe dan berusaha untuk segera sampai di dalam apartemen. Tanpa sadar air mataku mengalir. Aku mengusapnya kasar sampai sebuah tangan memelukku erat dari belakang. Aku kenal rasa pelukan ini.
"Lepaskan" suaraku terdengar begitu pelan seperti bisikan.
"Tidak. Kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi, Alexa"
"Tolong jangan seperti ini. Jangan memberiku harapan semu lagi. Aku tidak akan sanggup lagi jika kau kembali menjanjikan hal yang tidak akan kau tepati" Rei membalikan tubuhku agar menghadapnya. Kedua tangannya menangkup wajahku dan ibu jarinya mengusap airmataku yang terus mengalir. Ia memajukan wajahnya dan mengecup mataku perlahan.
"Aku tidak akan melakukannya kali ini, Alexa. Kumohon, percayalah sekali lagi padaku. Aku tidak akan membiarkan kau pergi lagi. Aku akan selalu berada disisimu walau kau terus menyuruhku untuk pergi tapi, kali ini gak akan ada yang menghalangiku lagi. Aku akan terus mengejarmu bahkan sampai ke ujung dunia" aku kembali menangis dan Rei mendekapku erat. Tanganku perlahan bergerak memeluk pinggangnya erat. Dapat kurasakan tubuh Rei yang sejak tadi tegang sedikit rileks.
"Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya memberitahu Revan mengenai dirimu" ucapku lirih sambil mengendurkan pelukan Rei.
"Kita lakukan bersama. Aku akan memberinya pengertian perlahan-lahan dan akan menerima apa pun nanti reaksinya. Kau mau kan ikut membantuku?" aku melihat keseriusan di dalam matanya dan tanpa ragu lagi aku mengangguk.
"Ya, aku mau. Kita lalukan bersama" Rei tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. Ia kembali menciumi wajahku berkali-kali tanpa memperdulikan keberadaan kami yang masih berada di pinggir jalan. Aku terkekeh pelan dan kembali memeluknya erat.
"Terimakasih, sayangku"ucap Rei.
A/N: so sorry karena lama banget untuk updatenya 😞 dan seperti biasa idenya selalu muncul pas lagi ujian 😩😂 jangan bosen nungguin lanjutannya ya guys 😊😊😘
Ohiyaa satu lagi jangan lupa yaa VOTE dan COMMENT😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second
ChickLitSaat menjadi yang kedua bukanlah masalah untukku asal kau tetap disampingku...