First

3.8K 88 5
                                    


Alexandra pov

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi. Pada jam segini sudah bisa dipastikan jalanan penuh dengan kendaraan yang berlalu lalang. Pagi ini akan diadakan rapat direksi dan mengharuskan aku berada di rapat tersebut. Rapat yang dimulai pukul 8 dan sekarang aku masih terjebak di tengah kemacetan. Dengan gelisah aku menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku hampir setiap detik. Taksi yang kutumpangi tidak berjalan sedikitpun sejak 15 menit yang lalu. Hanya ada satu pilihan yaitu, aku turun dan berjalan menuju kantor. Tapi, letak kantorku masih sekitar 15 blok dari sini.

Tanpa pikir panjang lagi aku segera membayar argo taksi yang kutumpangi dan berjalan menuju kantorku. Langkahku semakin lama semakin cepat dan lama-lama aku berlari. Tangan kiriku memegang erat tas yang kusampirkan dipundak kiriku dan tangan kananku memegang gelas kertas berisi kopi yang kubeli di salah satu café dekat apartemenku.

Aku semakin gelisah saat mengetahui bahwa sudah berlalu 15 menit dan baru melewati 5 blok. Bisa kupastikan hari ini menjadi hari terakhirku bekerja di perusahaan terbesar di kota ini jika aku benar-benar terlambat.

“Sial!” umpatku kesal karena aku harus menghentikan langkahku saat aku sampai di perempatan jalan. Aku harus berhenti dan menunggu lampu merah untuk pejalan kaki itu berubah menjadi hijau. Dan buruknya aku tidak bisa menunggu lagi. Bisa kurasakan beberapa pejalan kaki menatapku yang tidak bisa berhenti menghentakkan kakiku.

Tepat saat lampu merah berubah menjadi hijau aku langsung melangkahkan kakiku untuk menyeberang jalanan. Namun, langkahku terhenti karena ada sebuah motor besar yang berhenti dihadapanku, nyaris saja aku tertabrak. Aku hendak memakinya namun tidak jadi saat si pengendara motor membuka helmnya.

“Aku tidak yakin kau akan datang tepat waktu ke kantor dengan berjalan 10 blok lagi dari sini. Naiklah!” ucap si pengendara motor yang ternyata adalah salah satu pemegang saham di perusahaan tempatku bekerja. Jangan tanya mengapa aku bisa mengenal seorang pemegang saham. Well, itu karena aku adalah sekretaris direktur di perusahaan itu sehingga membuatku mengenal orang-orang penting di perusahaan.

“Apa tidak apa-apa?” tanyaku ragu-ragu.

“Tentu saja, Ayo, cepatlah naik! Kita hanya memiliki waktu kurang dari 20 menit” jawabnya membuatku terburu-buru menaiki motornya.

Sebelumnya aku membuang kopiku ke tempat sampah terdekat dan menerima helm yang disodorkannya padaku. Untung saja hari ini aku memakai celana kain kalau aku mengenakan rok pensil bisa dipastikan aku tidak bisa meniaiki motor besarnya.

“Pegangan yang erat!” Aku mengabaikan perkataannya. Mengapa? Tentu saja karena aku merasa itu tidak sopan. Tapi, dia mengendarai motor dengan kecepatan yang sangat tinggi membuatku hampir terbang. Secara refleks tanganku melingkar erat di pinggangnya karena takut terjatuh. Aku memejamkan mataku erat karena aku tidak berani melihat betapa cepatnya ia mengendarai motor ini.

“Sudah sampai, nona” Aku tidak sadar kalau ternyata kami sudah sampai. Cepat juga, pikirku. Aku langsung turun dari motor dan melepas helm.

“Terimakasih, pak” ucapku sambil mengembalikan helmnya. Berhubung aku tidak tahu siapa namanya jadi aku panggil saja ia dengan sebutan pak.

“Haha, kurasa aku tidak setua itu. Panggil saja aku Andre” pria yang ternyata bernama Andre itu terkekeh pelan dan menunjukkan senyumannya yang sangat manis. Oh, aku bahkan tidak akan sanggup melihat betapa manisnya senyuman itu lebih lama lagi tanpa membuat pipiku bersemburat merah.

“hmm, ya maksud saya Andre” ucapku sambil membalas senyumnya.

“Yasudah, kau masuk sana. Sepertinya kau sedang diburu waktu, bukan?” perkataannya menyentakku kembali ke pokok permasalahan hari ini. Aku melirik ke jam tanganku dan melihat tinggal 5 menit lagi menuju jam 8. Aku segera berlari meninggalkan Andre yang masih duduk manis dimotor besarnya itu.

The SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang