BAB 1: Hukuman

445 22 38
                                    

Aku menyukaimu dari hati, bukan hanya sebatas nafsu ingin bersama. Seperti apapun sifatmu, rasa ini tetap sama.

[Loves All Of You]

🌹


Tahun ajaran 2016-2017 sebentar lagi akan usai. Dengan demikian, kebanyakan siswa sedang menempuh banyak ujian yang datang bertubi-tubi. Apalagi para siswa yang saat ini berada di penghujung kelas, perjuangannya lebih berat. Ya, contohnya seperti aku. Belum lagi, aku harus terbiasa mengisi hari-hariku dengan menatap banyak buku, alias belajar dan belajar. Itu sangat membosankan, dan juga melelahkan. Jika terus-terusan belajar, bisa saja otakku mengeluarkan asap. It's so thrilling.

Seperti saat ini, seharusnya aku sudah tidur-tidur cantik di atas ranjang kesayanganku, tetapi sekarang aku masih terjebak di antara murid-murid yang berpura-pura mendengarkan penjelasan dari guru yang mengajar. Aku akui, sedari tadi aku juga tak terlalu mendengarkan materi apa yang di sampaikan oleh Miss Nina. Aku justru sibuk memperhatikan lelaki yang duduk di sampingku. Walaupun seperti itu, sepertinya dia tidak terganggu. Atau mungkin dia sudah terbiasa dengan tingkahku? Ya... karena hampir setiap aku merasa bosan dengan mata pelajaran yang berlangsung, pasti aku beralih menatap dia yang lebih menarik, di mataku.

Dia bahkan lebih rajin dari aku, terlebih untuk mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Uniknya, catatan yang ia tulis itu sangat singkat. Meskipun di papan tulis terpampang banyak kata, bahkan tulisan yang sebelumnya harus di hapus terlebih dahulu jika ingin melanjutkan catatan materi tersebut. Mungkin, karena dia mengunakan simbol-simbol yang tidak aku mengerti maksudnya. Saat aku bertanya, dia hanya tersenyum sekilas tanpa menjawab. Menyebalkan bukan? Memang susah jika berurusan dengan orang yang sangat tertutup.

"Alma," panggil Alwi pelan. Dia mengangkat dagu untuk menunjukkan sesuatu padaku. Aku mengangkat kepala yang semula aku tempelkan di atas meja. Tepat saat itu, Miss Nina sudah berdiri dengan tangan yang berkacak pinggang di hadapanku. Matanya juga hampir terjatuh ke lantai, jika saja ia tidak memiliki kelopak mata. Dia terlihat tidak baik.

"Siapa yang menyuruh kamu tidur pada jam saya mengajar?! Kamu di sini sebagai ketua kelas, seharusnya memberi contoh yang baik untuk anggota kelas kamu. Bukan mengajarkan hal buruk seperti tadi!" suara lantang Miss Nina membuat seluruh siswa terdiam, kelas menjadi hening. Aku pun seakan tersihir menjadi batu. Aku berusaha melirik Alwi, ternyata dia tidak bisa membantu sama sekali. Dia malah terfokus untuk mencatat materi di papan tulis. Astaga... untungnya aku sayang dia.

Aku berpikir mencari jawaban yang pas untuk membalas serangan Miss Nina. Beberapa kali aku mengusap pelipisku yang tidak bermasalah. Perlahan dan berusaha setenang mungkin, aku mulai bersuara. "Saya jelasin dulu, ya, Miss. Tadi, saya nggak tidur kok, cuma kepala saya nempel di meja. Saya juga masih paham sama materi yang Miss berikan," ucapku penuh dengan upaya pembelaan diri.

Miss Nina semakin menatap tajam ke arahku. Jika seperti itu, dia terlihat menakutkan. "Kalau gitu, saya minta tolong sama kamu untuk menjelaskan materi yang tertulis di papan! Cepat!"

"Jelasin materi itu, Miss?" tanyaku menunjuk ke arah papan putih di depan sana.

"Ya... iya. Cepat Alma! Waktu saya bukan hanya mengurus tingkah kamu," ucapnya begitu tegas.

"Ngg... iya, Miss."

Miss Nina melenggang pergi untuk kembali duduk pada singgasananya. Saat itu juga aku mengambil buku milik Alwi tanpa izin. Ia terlihat sedikit terkejut saat aku mengambil bukunya. Namun, ia tak berkata apa-apa. Akupun segera melangkah kan kakiku. Sesaat kemudian, aku menatap papan putih yang sudah tercoret tinta berwarna hitam itu. Aku benar-benar tidak paham dengan materi yang terpampang di papan.

"Cepat jelaskan, Alma! Tadi kamu bilang paham dengan materi yang saya sampaikan," desak Miss Nina yang terdengar sangat menyebalkan di telingaku. Selain itu, kini semua mata tertuju padaku. Seolah ikut mendesak agar aku cepat menjelaskan materi itu.

Berdiri di depan kelas dan tidak tahu harus berbuat apa. Itu sangat-sangat memalukan. Untuk kedua kalinya, aku menatap buku catatan Alwi. Berusaha mencerna maksud dari setiap torehan tinta bolpoinnya. Akhirnya, aku sampaikan saja apa yang telah aku baca dari buku catatan Alwi.

"Jadi... sistematika bahasa itu... semua susunan terdiri pohon-pohon. Sebuah ayam, angsa..."

"Stop Alma! Tolong jangan bercanda, sampaikan materi dengan benar!"

"Saya nggak ngerti, Mis," jawabku dengan cengiran.

"Sekarang kamu keluar! Berdiri di lapanngan dengan satu kaki diangkat. Jangan coba-coba untuk kabur, atau saya akan menambah hukuman kamu dengan yang lebih berat," ucapnya sangat datar, tetapi menakutkan.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Sebelum keluar dari kelas, aku memberikan buku catatan Alwi yang tadi sempat aku remas-remas. Buku itu tampak lusuh sekarang. Saat aku berjalan di koridor, aku menoleh ke arah jendela kelasku, Alwi kembali fokus menatap papan tulis. Dia terlihat tidak perduli meskipun aku sekarang sedang dihukum.

"Duh, Miss Nina gak pengertian banget, sih. Udah tau Indonesia panas, malah nyuruh gue untuk berjemur. Ngeselin," gerutuku kesal. Aku menatap tiang bendera yang menjulang tinggi, mataku menyipit karena sinar mentari begitu terik.

Untung saja topiku masih melekat pada ikat pinggang. Lumayan, sedikit membantu menutupi kepalaku dari panas terik ini. Sudah beberapa kali aku menyeka keringatku yang menetes. Saat itu juga aku ingin berteriak, aku butuh air.

"Kapan cobaan ini berakhir, Tuhan?" ucapku dramatis. Aku menunduk menatap sepatuku, hal tersebut membuat keringatku menetes. Aku sedikit menggelengkan kepalaku supaya keringatku kembali menetes. Tindakan yang absurd memang. Tetapi, bisa lah menjadi sedikit hiburan untukku. Sejenak untuk tidak menghitung detik yang terus berjalan.

"Nih minum!" ucapnya menyodorkan air mineral padaku. Telingaku menangkap suara yang sangat familiar. Ketika aku mendongak menatapnya, ternyata benar. Dia Alwi.

"Unchh... Awi pengertian banget sama Ama. Jadi tambah sayang deh," ucapku mencubit pipi Alwi dengan gemas.

"Ya, udah. Aku balik dulu ke kelas," ucapnya datar. Ia berlalu pergi.

Aku menatap punggungnya yang mulai hilang dari pandangan. Dia sempat menoleh sebelum benar-benar hilang dari pengamatanku.

Untung Ama masih sayang sama Awi.











✨✨✨



A/N:
Halo gaees ❤
Ini short story pertamaku.
Udah berdebu banget di draft, hingga aku memutuskan untuk publish sekarang. Semoga suka, ya! Cuma 10 part kok💗

Ditunggu krisarnya 💝

Published on  7 Juni 2017

LOVES ALL OF YOU (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang