Sikapmu yang manis, mampu membuatku terbang ke langit ke tujuh.
[Loves All Of You]
🌹
Saat jarum jam menunjuk angka 5 lebih 45 menit, aku telah bersiap dengan tas berwarna biru di punggungku. Rambut terurai, bedak natural sangat tipis, memperindah menampilanku hari ini. Setelah kurasa cukup, aku melangkah keluar meninggalkan kamar. Berjalan menuju ruang tamu, di sana Alwi sudah menunggu kehadiranku. Terlihat dari posisiku, dia sedang mengobrol dengan mama.
Aku mengambil dua kotak bekal di atas meja makan, hal yang biasa mama siapkan untuk aku dan Alwi. Karena jika ada jam tambahan pada pagi hari, kami tak sempat untuk sarapan pagi. Membawa bekal ke sekolah menjadi solusinya.
"Kita berangkat dulu, ya, Ma," ucapku berdiri di samping mama. Baru setelah itu, aku bersalaman dengan mama. Alwi pun melakukan hal yang sama seperti aku.
"Kalian hati-hati di jalan," balas mama dengan lembutnya.
"Iya, Ma."
"Assalamualaikum," ucap kami bersamaan. Melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil Alwi langsung menghidupkan mesin mobilnya, membuat mobil ini bergerak ke depan. Menelusuri jalan raya yang lumayan lenggang.
"Hari ini materinya apa?" tanyaku memecah keheningan. Berusaha mencairkan suasa sepi ini, karena aku tidak suka rasa kesepian.
"Matematika."
"Pagi-pagi udah ketemu rumus, nggak asik deh," ucapku pada diri sendiri.
"Matematika itu asik, Al," sahut Alwi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang jago dalam bidang matematika, ya intinya semua yang berhubungan dengan menghitung Alwi pasti bisa. Sedangkan aku, sering lupa sama rumus-rumus itu. Waktu ujian berlangsung, rumus itu kayak melekat banget di kepala. Tapi, setelah ujian selesai, jangan ditanya. Sudah pasti lupa. Karena prinsipku, berdoa-kerjakan-lupakan.
Alwi sering kali membuka suara, apabila hal yang menjadi obrolan itu sesuatu yang menjadi favoritnya. Ya, seperti matematika tadi. "Kamu kan emang pinter matematika, makanya menurut kamu matematika itu asik. Beda sama aku yang pelupa banget sama rumus matematika," balasku cemberut.
Seperti ketiban buah duren berisi emas, tangan Alwi tergerak mengacak rambutku. Hal itu membuat aku terdiam. Rasanya di dalam perutku ada jutaan kupu-kupu yang beterbangan. Akupun tak tahan lagi untuk melengkungkan bibirku ke atas. Jarang sekali Alwi seperti ini.
"Makanya, jangan suka makan pantatnya ayam, biar gak pelupa."
"Siapa juga yang suka pantatnya ayam? Kamu ngarang ih," jawabku seperti orang heran. "Apa hubungannya pantat ayam sama pelupa?" lanjutku bertanya kepada Alwi.
"Kata Budheku yang orang Jawa, kebanyakan makan pantatnya ayam bikin orang jadi pelupa."
"Bisa gitu, ya? Aku baru tau," balasku berpikir. Apakah yang dibilang Alwi itu benar? Jika benar, padahal aku tidak pernah makan pantatnya ayam. Lalu, faktor apa yang menyebabkan aku mudah menghafal juga mudah melupakan? Aku jadi bingung sendiri.
"Udah sampai. Gak mau turun?" tanya Alwi membuyarkan semua pemikiran dalam otakku. Saat aku menoleh ke sisi kiri, ternyata memang mobil ini sudah terparkir dengan rapi di antara mobil-mobil lain.
"Turun lah," jawabku seraya melepaskan seatbelt yang terpasang di badanku.
Aku dan Alwi berjalan beriringan menuju kelas kami yang berada di lantai 2. Saat itu, koridor masih sepi, karena hanya kelas 12 yang berangkat sepagi ini. Itupun terpaksa karena ada les tambahan untuk materi Ujian Nasional.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVES ALL OF YOU (COMPLETED)
Short StoryDalam mencintaimu, aku tak membutuhkan banyak alasan. Dalam hubungan kita, aku hanya berusaha menjadi yang terbaik, pun memahami semua sifat dalam dirimu. Serta dalam keyakinanku, memang dirimu lah yang pertama dan terakhir. • • • • • short stor...