BAB 6: Potret

137 9 0
                                    

Aku menyuruhnya untuk pergi. Tetapi, mengapa hatiku terasa sakit saat dia mulai menapak langkah? Logika dan hatiku benar-benar tak sejalan.

[Loves All Of You]

🌹


Surganya seorang murid adalah, ketika semua ujian telah terlewati dengan baik. Paling tidak, semua sudah dikerjakan dengan sebaik mungkin. Kini waktunya berdoa, berharap mendapat hasil yang maksimal. Tentu saja saat ini otak mereka semua membutuhkan sebuah pikiran yang menyenangkan. Itu semua bisa didapat bila ada sebuah liburan. Hal itu menyangkut dalam pemikiranku.

Ujian Nasional sudah terlaksana satu minggu yang lalu. Setelah ujian itu terlaksana, rasanya beban berat dalam hidupku langsung runtuh. Ada suatu kelegaan tersendiri, terasa lebih enteng. Meskipun, hasil ujian masih menjadi misteri yang menyeramkan bagiku.

Melihat hamparan kebun stroberi yang amat luas, membuat lengkungan tipis dari bibirku terangkat dengan sempurna. Juga udara yang bersih terhindar dari polusi, menambah suasana sejuk pagi ini. Aku menarik nafas dalam-dalam, menghembuskan dengan nikmat.

Walaupun aku sedang jalan berdua dengan Alwi, tetapi aku merasa sendirian. Dia sedaritadi sibuk dengan kamera di tangannya, tak henti-henti memotret berbagai pemandangan indah di kebun ini. Bahkan aku terlihat seperti orang gila, cemburu terhadap benda mati. Namun, mau bagaimana lagi? Aku benar-benar kesal menatap kamera itu.

Alwi berjalan sangat pelan di belakangku. Awalnya aku masih beberapa kali menoleh ke arahnya, namun kini aku terus berjalan dengan langkah yang cukup lebar. Meninggalkan dia seorang diri. Aku heran, mengapa Alwi tak pernah peka jika aku juga ingin di foto. Dia malah memfoto awan-awan putih di langit.

Sedikit berlari, aku menghampiri Alwi. Menatapnya dengan wajah yang cemberut. "Dari tadi kamu nggak peka banget, sih! Ngeselin!"

Entah apa yang sudah meracuni pikiranku, beberapa hari belakangan aku merasa lelah menghadapi sikap cuek Alwi. Rasanya dalam hubungan ini, hanya aku yang berjuang seorang diri. Sedangkan dalam suatu hubungan, seharusnya diperjuangan oleh kedua belah pihak. Supaya hubungan itu terus berkembang dengan baik dan semakin sempurna kedepannya.

"Nggak peka gimana?" balasnya, berbalik tanya. Ia tetap sibuk mengambil gambar dari kameranya itu. Aku pun memutar bola mata malas, rasa kesalku semakin bertambah.

"Aku juga mau difoto kayak stroberi itu Alwi!" ujarku keras, dengan satu helaan nafas. Nafasku memburu, mataku berkaca-kaca ingin menangis. Mengapa aku selalu ingin menitihkan air mata, jika rasa kesal menyelimuti pemikiranku? Aku terlihat sangat cengeng.

Alwi langsung berdiri tegak, menatap diriku dengan diam. Dia terlihat menghela nafas pelan. Pada saat itu juga tangannya tak lagi memegang kamera. Dia menarik diriku ke dalam pelukannya. Tanpa suara, dia terus memelukku hingga tangisku sedikit mereda.

"Kamu kenapa nggak pernah bisa ngertiin aku? Udah tiga tahun kita jalanin hubungan ini, aku pikir kamu bisa berubah. Kamu bisa hilangin sikap cuek kamu. Tapi, sampe saat ini kamu masih sama kayak dulu," ucapku disela-sela tangis. Aku menatapnya dengan penuh rasa kesal. Kedua bola mataku menatapnya tajam.

Dia masih tak berkutik, tetap menatap lurus ke arahku. Tanpa ucapan, tangannya terulur untuk menghapus air mataku. Matanya menyiratkan bahwa ia tak ingin melihat aku menangis seperti ini. Dia kembali menarik diriku ke dalam pelukannya. Mengelus punggungku dengan lembut. Tetapi, ia tetap tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Dalam dekapan Alwi, aku merasa sangat terlindungi. Aku merasakan ketenangan yang bersemayam dalam relung hatiku. Tetapi, tetap saja rasa kesalku pada dia yang lebih dominan. Perlahan, aku menjauh dari Alwi. Sebisa mungkin aku menatap matanya terang-terangan.

LOVES ALL OF YOU (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang