BAB 5: Mantan

152 7 7
                                    

Tidak ada salahnya berteman dengan mantan. Karena sebelum dia menjadi kekasihmu, kalian juga awalnya berteman. Dan, seharusnya status berteman itu tak perlu berubah. Serta tak perlu bermetamorfosa menjadi seorang musuh.

[Loves All Of You]

🌹


Tepat hari Senin, tanggal 10 April 2017, Ujian Nasional hari pertama akan berlangsung selama dua jam ke depan. Tanganku terasa sangat dingin, aku benar-benar cemas. Suhu badanku terasa tidak stabil, panas-dingin. Alwi menatapku dengan menahan tawa. Ku rasa seperti itu.

"Tenang aja, jangan gugup. Kan semalem udah belajar," ucap Alwi, dia meraih tanganku, menyalurkan kehangatan pada seluruh tubuhku. Dalam hati, aku tiada henti untuk berdoa kepada Tuhan, semoga semuanya diberi kelancaran dan kemudahan.

"Tapi, tetep aja aku takut."

Obrolan kami harus terhenti, karena pengawas ruang sudah mengarah kan kami untuk segera baris dengan rapi di luar ruang ujian. Aku dan Alwi, berada pada ruangan yang berbeda. Karena sistem yang digunakan, kami semua kembali menempati kelas pada saat kelas sepuluh dahulu. Aku dahulu 10-E, sedangkan Alwi 10-A. Padahal jika kami satu ruangan, membuat aku lebih semangat dalam mengerjakan soal-soal itu. Tetapi, tak apa lah.

Setelah menerima kartu peserta Ujian Nasional, aku baru menyadari, jika aku satu ruangan dengan Kenta. Aku melihat, dia berjalan ke arahku, aku tersenyum tipis menatapnya.

"Hai, long time no see. Apa kabar?" tanya Kenta, terdengar sangat ramah.

"Alhamdulillah, baik."

"Ternyata kita satu ruangan, ya. By the way, Alwi mana?"

"Ruang satu."

Perhatian kami berdua beralih pada sosok lelaki dengan kumis tebalnya, beliau mengarahkan kami untuk segera masuk ke dalam ruangan. Saat satu langkah kakiku melawati pintu ruang sepuluh ini, jantungku berpacu lebih cepat. Aku benci rasa gugup ini, selalu.

"Alma ... kita seruangan lagi," ucap Ryan dengan genitnya.

Tanpa ingin berbalas ucapan dengannya, aku langsung saja duduk pada kursiku. Walaupun aku masih mendengar dia dengan kata-kata unfaedah-nya. Karena memang tempat duduk kami, hanya terhalang satu kursi. Yaitu, kursi yang duduki oleh Fadel.

"Kalian boleh log in sekarang." proktor ruang sepuluh mengarahkan kami secara sabar. Tetapi, setelah lima menit log in, token belum juga disampaikan oleh proktor. Rasa kantuk pun menghampiri diriku. Aku mendengus sebal, bisa-bisa aku lupa dengan materi yang sudah susah payah aku hapalkan tadi malam. Maklum, aku pelupa orangnya.

"Al, kalo lo mau nyontek sama gue. Gue rela kok," ucap Ryan dengan tawa pelan.

"Kebalik kali, Yan. Pasti lo yang nyontek Alma," sahut Fadel dengan menyebikkan bibir.

Aku tertawa pelan sembari menggeleng mendengar obrolan dua orang itu. Ryan masih sama, masih banyak omong dan tidak punya malu. Aku menyesal dulu pernah menyukainya. Tetapi, dulu aku masih SMP, zaman asal main terima orang jadi pacar.

Sebagai seseorang yang pernah hadir dalam hidup, dia cukup memberi arti. Mengajarkan banyak hal, termasuk sakitnya patah hati. Sampai saat ini, untungnya hubunganku cukup baik dengan dia. Tidak ada rasa canggung setiap bertemu, yang ada, aku sangat malas mendengarkan ocehannya. Sebab dia laki-laki yang memiliki mulut seperti ibu-ibu.

"Al, mulut lo lagi sariawan, ya? Dari tadi diem aja," ucap Ryan lagi.

Dalam hati, aku menyumpah serapahi Ryan. Lagipula, kenapa aku harus satu ruangan dengan dia? Baru satu hari saja, membuat kepalaku pusing karena mendengar mulutnya bercakap tiada henti. Aku menatapnya tajam, supaya dia berhenti ngomong. Tetapi, hal itu justru membuatnya tertawa.

LOVES ALL OF YOU (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang