#1, Bertemu Lagi

1.1K 36 1
                                    

Aku segera terperanjat dari tempat tidur empuk milikku saat ayah masuk ke kamar dan memberitahu hal yang cukup mengejutkan. Aku turun menapakkan kaki ke lantai, membuang selimut yang biasa kugunakan sebagai pertahanan diri di pagi hari. Kutengok rumah sebelah dari balik jendela samping. Yang benar saja, rumah yang sudah lima tahun tak berpenghuni itu menampakan adanya tanda-tanda kehidupan di dalamnya.

"Benarkah, Ayah?" Ayah mengangguk tanda membenarkan.

"Cie-cie..." Hanabi, adikku, menyaut tiba-tiba dari belakang Ayah dengan tatapan usil.

"Apaan, sih?"

Aku mengusir mereka berdua dari depan pintu kamarku. Aku menutup pintu itu dan menyembunyikan diri dibaliknya. Oh sungguh, aku tidak mungkin malu karena perkataan usil Hanabi tadi. Hanya saja, sudah lama kita tidak bertemu.

Apa dia tidak berubah?

Atau malah dia sudah banyak berubah?

Bagaimana rupanya sekarang?

Apa dia jadi lebih tampan?

Apa dia masih suka berisik seperti dulu?

Apa dia masih suka usil seperti dulu?

Dan yang terpenting, apa dia masih seperti sosok kakak seperti dulu?

Aku tertawa sendiri saat mengingat segala hal konyol yang kita lakukan bersama di masa lalu. Mulai dari hujan-hujanan bersama yang berakhir dengan sakit bersama, dia yang mengajariku memanjat pohon halaman belakang, sampai konyolnya kita yang sering dihukum karena mengerjai guru sewaktu SD. Sungguh nakal. Anggukkan kepala jika setuju!

Dialah orang yang merubahku. Aku yang dulunya adalah gadis pendiam dan pemalu, bisa berubah 180 derajat menjadi seperti diriku yang sekarang. Entah kekuatan magis apa yang dia lakukan terhadapku, tapi memang itu adanya saat beberapa tahun yang lalu keluarganya membeli rumah di sebelah dan menetap disana selama 4 tahun.

"Dengar, 'kan, Ayah? Kak Hinata tertawa sendiri."

"Biarkan saja ... nanti kamu juga bakal tahu gimana rasanya kasmaran sampai tertawa sendiri seperti itu."

Demi kerang ajaib, ternyata Ayah dan Hanabi masih berdiri di balik pintu. Ini adalah tindakan kriminal yang dikenal sebagai penyadapan. Sungguh tidak sopan menguping privasi gadis remaja yang seharusnya sudah mempunyai hak atas kebebasan dari orang tua menyangkut kehidupan pribadi di dalam kamar.

Hmm, aku mulai bermonolog seperti lulusan sarjana hukum. Suatu reaksi yang wajar saat dirimu senang, bukan?

Aku membuka pintu dan melotot ke arah mereka. Dengan wajah tanpa dosa mereka bersiul seperti tidak terjadi apapun. Aku sudah tau ... Kuusir lagi keduanya sampai benar-benar menjauh.

"Bagaimana pendapat Ayah?"

"Yah, mereka cocok juga. Ayah sih setuju-setuju aja."

Masih sempat mereka menggosip tentang diriku dari kejauhan. Bisa-bisanya juga Ayah mengatakan hal seperti itu di hadapanku. Aku tidak mempedulikanya, sekali lagi aku mencoba untuk tidak peduli walau masih terngiang di telinga. Lebih baik aku masuk lagi ke kamar dan segera mandi lalu berseragam untuk berangkat sekolah.

Sebelum masuk ke kamar mandi, aku sempat berhenti di depan cermin rias milikku. Aku berkaca sebentar. Walau belum mandi, aku masih terlihat cantik, hehehe.

Kuambil sebuah foto beserta bingkai kecil yang terletak diatas meja rias dan kupandangi foto itu. Terpampang foto diriku dan dia sedang tersenyum bersama. Aku masih ingat, foto itu diambil sebelum dia dan keluarganya pindah ke luar kota. Jika dibandingkan diriku yang terlihat di foto itu, aku yang sekarang terlihat jauh berbeda. Tentunya aku lebih tinggi, lebih cantik, lebih manis, dan lebih ketje ( hehehe ).

AitakattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang