"TIDAK, sampai kapanpun tidak akan … bahkan untuk alasan apapun!"Setelah mendengar itu, Naruto melepaskan tautan tangannya dan pergi meninggalkanku tanpa berkata apapun. Wajahnya tampak kecewa, dia hanya menunduk lesu seperti anak anjing yang minta dipungut. Dia tampak menyedihkan sampai saat tadi kita bertemu di Sekolah. Walau begitu, aku akan menolaknya, TIDAK BOLEH, sampai kapanpun.
Huh, sudah kubilang itu pertanyaan gila … paling gila yang pernah kudengar selama 17 tahun aku hidup. Tanpa berpikir panjangpun aku pasti akan menolaknya—sampai kapanpun, walau dia akan sangat terluka atau apalah. Dia tidak akan bunuh diri 'kan hanya karena pernyataan gila itu kutolak.
"TIDAK!"
Sekali tidak ya tidak. Tapi kenapa kalimat gila itu terus terngiang di kepalaku? Rasanya kalimat itu baru saja terlontar—ya~ padahal sudah 2 hari lalu saat terakhir kali aku mendengarnya. Kalimat itu menghantuiku, seperti menempel karena kontrak yang tidak bisa diputus secara sepihak.
"TIDAK!"
Kubiarkan buku pelajaran tergeletak begitu saja. Lagipula apa yang kubaca sama sekali tak bisa dicerna otakku yang biasanya encer ini. Mungkin aku hanya bisa berharap pada Sakura untuk PR yang besok dikumpulkan. Aku butuh istirahat, membiarkan tubuh dan pikiranku merasakan kondisi yang dinamakan Tanpa Beban.
Kurebahkan tubuhku secara perlahan di atas kasur. Rasa empuk dan lembut, serta bau khas lavender menyeruak saat kugesekkan punggungku ke permukaan sprei berwarna ungu muda inu segera memanjakanku, tapi aku belum merasa tenang, walau kugulingkan tubuhku dengan berbagai macam posisi tidur—mulai dari telentang sampai tengkurap seperti kura-kura.
"TIDAK!"
Aku berdiri dan kembali duduk di depan meja belajar. Kembali tengkurap ke kasur dan kembali berdiri. Lalu aku berjalan mondar-mandir sambil memegang dagu layaknya manusia yang sedang berpikir keras, nyatanya aku sendiri tak tahu apa yang kupikirkan. Hasilnya nihil—karena mungkin aku yang tak tahu apa yang sedang kupikirkan—gelisah tanpa sebab yang diketahui masih menyerang kepalaku.
Oh sial, aku baru ingat! Tidakkah rasa gelisah tanpa sebab itu jahat? Aku harus mengerjakan PR dari Si Guru Killer mantan pembunuh bayaran (katannya) yang harus dikumpullan besok, paling tidak menyeranglah saat hari libur atau hari tanpa PR yang menyebalkan, dasar rasa gelisah!
Aku mulai gila, sampai-sampai menyalahkan pikiranku sendiri.
Aku menjambak rambutku yang indah-lembut-wangi-sehat-mengembang lagi.
"TIDA—"
BLAMM
Ucapanku terputus karena sebuah suara tiba-tiba terdengar, tidak mengijinkanku menyelesaikan sepenggal kata itu. Pelakunya adalah Ayah dan Hanabi. Secara mengejutkan membuka pintu tanpa salam dan berpakaian aneh (khususnya Ayah) layaknya … layaknya … hmm, layaknya apa, ya? … Ya, kalian bisa bayangkan sendiri bagaimana baju anti hantu dari jaman Bikibottomlitikum yang digunakan oleh sir Krab dari kerajaan Krusty. (Author nulis apa, yak?) intinya mereka (khususnya Ayah) datang dengan penampilan, ekspresi, dan pembawaan yang aneh.
"Ada apa?" aku bertanya, wajar saja karena penampilan mereka. Mungkin saja mereka kesambet setan saat perjalanan pulang.
"Hanabi, kau pegangi kakakmu! Kalo perlu ikat dengan tali yang sudah kita siapkan." Ayah memberi perintah pada Hanabi layaknya Sir Krab. Aku berjengit mendengarnya. Bukan hanya Naruto, kegilaan orang-orang sudah menular.
"Eh!? Tunggu, Hanabi!" aku mundur beberapa langkah, "ada sesuatu yang terjadi?" aku bertanya dengan normal, seperti manusia normal. Aku tidak ingin terjangkit kegilaan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aitakatta
FanfictionBertemu teman lama sepermainan semasa kecil? Pastinya bikin senang, apalagi temannya bukan sekedar teman. Tapi, bagaimana jika temanmu itu datang dengan ingatan dan kepribadian yang berbeda? Ya, amnesia. Hmm ... wait a minute! Hinata butuh waktu unt...