"Jadi, apa langkah selanjutnya, Ino?""Kau sudah dekat dengannya, 'kan? Lagi, panggil aku 'sensei'!Mengerti?"
Aku mengangguk saja menanggapi keinginan konyol Ino, lalu kembali
bertanya tanpa menghiraukan tatapan 'tidak enak' yang diberikan oleh Sakura dan Tenten."Oh~ jadi Hinata-chan ... kai sudah menerima kenyataan." Sakura mengerling masih dengan tatapan tidak enaknya padaku, diikuti oleh Tenten yang terkesan hanya ikut-ikutan.
Tidak kuhiraukan kedua temanku itu, aku hanya ingin bertanya pada Ino sekarang ini. Seharusnya tidak kuajak mereka ke kantin bersama. Ya, ini keputusan yang salah, seharusnya aku berdua saja dengan Ino.
"Hei, Ino ..." rengekku mencoba menyadarkan Ino yang tampak berfikir keras layaknya orang bijak—memejamkan mata dan meletakkan jarinya di dagu—, namun gagal.
Ino membuka mata perlahan, menatapku serius dan memajukan tusuk dango yang sudah habis dilahapnya. "Kau katakan saja padanya," katanya enteng, lalu kembali mengambil tusuk dango baru. "Beres, kan?" kali ini ia berkata dengan mulut penuh bulatan kue manis kesukaannya.
Tanpa kesepakatan dan aba-aba, aku, Tenten, dan Sakura serempak menheluarkan suara. "Apa?" dari nada satu kata itu sudah jelas kami bertiga ragu dengan kata yang baru saja keluar dari mulut Ino. Semudah itukah?
"Ya memang begitu. Kau mau menunggu apa memangnya? Kalian 'kan sudah dekat, kulihat tadi juga berangkat bersama dengan mesra. Lalu mau menunggu apa lagi? Menunggu Naruto yang pendiam itu menyatakannya duluan? Oh Hinata, kau pasti akan menunggu sampai Dinosaurus bangkit lagi." ceramah Ino panjang lebar. Dan jika semua perkataan Ino dicermati dengan seksama, hampir seratus persen mengarah ke kebenaran, termasuk kata 'mesra' yang terselip disana. Benarkah?
"Tapi tak semudah itu, Baka Ino!" protes Sakura mewakiliku.
"Lah, kok jadi kau yang protes?" protes balik Ino tidak terima.
"Aku hanya mewakili Hinata-chan. Lihat! Kau tidak lihat wajah bingungnya?"
"Kau tidak berhak mewakilinya. Kau pikir Hinata anakmu?"
Kubiarkan Sakura dan Ino yang saling berdebat dengan topik yang semakin lama semakin tak jelas. Aku hanya memikirkan saran Ino saat ini. Apa mungkin bisa? Mungkin saran Ino itu bisa ia praktekkan sendiri, namun kurasa tidak untukku. Sudah kubilang ini memalukan.
"Bagaimana, Hinata-chan?" tanya Tenten yang berada di sampingku. Kujawab saja dengan mengangkat kedua bahuku. Aku benar-benar tak tahu harus apa.
"Hei Hinata-chan, lihat di sana!" kata Ino yang dengan cepat merangkulku. Aku dibuat kaget dengan aksinya yang tiba-tiba itu. Tak hanya merangkulku, kali ini ia memutar tubuhku dan tak lupa wajahku juga untuk melihat seseorang yang duduk di salah satu bangku kantin.
Naruto?
Ino dan yang lain juga kaget sepertiku. Kami berempat dengan berjamaah memandangi punggung Naruto yang sedang duduk manis di sudut kantin. Bukan itu yang membuat kami kaget, namun seseorang lagi yang duduk menghadap Naruto menemaninya makan siang.
"Kalau tidak salah dia—" Sakura berbisik membuatku menoleh ke arahnya.
"Konan-senpai!"
Kali ini aku beralih pandangan ke Ino yang menyebut nama gadis yang duduk berhadapan dengan Naruto. Oh, semua menatap Ino bersamaan lalu kembali memperhatikan Naruto di sana. Satu pertanyaan, kenapa mereka saling mengenal?
"Apa mereka saling kenal, Hinata?" tanya Tenten padaku. Serupa dengan pertanyaan di kepalaku.
"Mana kutahu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Aitakatta
FanfictionBertemu teman lama sepermainan semasa kecil? Pastinya bikin senang, apalagi temannya bukan sekedar teman. Tapi, bagaimana jika temanmu itu datang dengan ingatan dan kepribadian yang berbeda? Ya, amnesia. Hmm ... wait a minute! Hinata butuh waktu unt...