"Ayo pulang, Hinata." Naruto merengek seperti anak kecil. Sedari tadi, ia terus melakukan aksi memalukan itu setelah melihat jam dinding sudah lewat dari jam 11. Setelah itu, entah takut atau apa, Ia tak henti-hentinya terus membujukku untuk segera pulang. Bersamanya tentunya."Nanti dulu, nanggung nih belum sampai ke savepoint." aku mengabaikan rengekan Naruto yang tak ada hentinya. Aku terus fokus ke layar komputer yang menampangkan game aksi seru abad ini. Kurasa tak perlu kusebut judul game-nya.
"Kita kan sudah selesai dengan tugas Kakashi-sensei, sebaiknya kita pulang saja." Naruto masih mencoba membujukku, walau tentu Ia tahu akan sia-sia saja. Ia mulai gelisah dan tak tenang dengan duduknya. Bahkan sekarang mulai mengusik tanganku yang berkonsetrasi dengan keyboard untuk memenangkan boss pertama di game yang kumainkan.
"Kau pulang sendiri saja. Mubazir kalau ditinggalkan," ucapku mutlak tak akan goyah oleh apapun. Terdapat tanda titik besar di kalimat itu.
Naruto akhirnya menyerah dan hanya pasrah dengan keputusanku. Ia melumerkan tubuhnya di atas meja dan hanya ngambek sambil mengembungkan pipi. Kenapa dia? Kutebak pasti Naruto yang sekarang terlalu takut untuk pulang sendiri. Hahaha, aku sudah menduganya.
"Sampai kapan kita terus di sini?" tanya Naruto tanpa nada semangat sama sekali."Sampai waktunya habis." jawabku singkat. "Ayolah, Hinata."Naruto yang sudah menguap bosan protes dengan sisa-sisa kesadarannya. Aku jadi kasian melihatnya.
"Kita akan meninggalkan warnet ini segera kalau kau memanggilku 'Hinata-chan'," syaratku. Apakah benar akan kutepati? Tentu saja, setelah savepoint tentunya.
Naruto mengangkat kepalanya yang sudah berat akibat rasa kantuk. Dia benar-benar seperti anak kecil. Sekarang belum tengah malam, dan Ia sudah setengah mati menahan kantuknya. Ya ampun.
"Baiklah, Hinata-chan. Sudah, 'kan? Sekarang ayo pulang."
"Ya. Setelah sampai ke savepo—hatciii." aku mem-pause game yang kumainkan. Aku bersin untuk pertama kalinya. Apa mungkin aku akan terserang pilek. Payah sekali, padahal musim dingin baru saja datang, dan aku sudah mengalami gejala pilek ... apa yang akan dikatakan Sakura tentang ini? Mengejekku habis-habisan?
"Kau kedinginan, Hinata. Ayo segera pulang saja." ucap Naruto penuh perhatian. Tanpa kusadari Ia sudah melilitkan syal merah miliknya dengan hati-hati, seolah-olah aku adalah sesuatu yang amat sangat ingin Ia lindungi. Aku ke-geeran.
Setelah selesai mengalungkan syal miliknya, Naruto tersenyum padaku. Senyumannya sangat manis. "Bibirmu bergetar, kau butuh penghangat di sana." dengan cepat, tanpa kusadari dan tanpa kusangka. Bibir hangat Naruto menyententuh bibirku dengan lembut. Ya, ini hangat, Naruto.
.
.
Wha!? Apa barusan?
Aku terdiam mematung, mencerna setiap kejadian barusan yang terasa sangat nyata. Kulihat ke nakas kecil di samping tempat tidurku. Di sana tergeletak syal merah panjang milik Naruto. Syal itu nyata, dan kejadian yang kualami barusan juga nyata. Tapi jika dingat-ingat, ada delusi berlebihan yang menyelip di kejadian itu.
Hanya mimpi. Tepatnya kejadian terakhir saat Naruto tersenyum manis padaku dan seterusnya. Termasuk ciuman itu.
Jarum pendek jam weker yang kupandangi menunjuk ke angka 2. Kalau dihitung, kejadian di warnet tadi baru saja terjadi sekitar 2-3 jam yang lalu. Tidak aneh jika aku masih mengingat setiap menit kejadian itu. Tapi, sampai terbayang dalam mimpi? Ditambah dengan satu paragraf asing yang muncul tanpa diundang? Itu aneh.
Aku menepuk kedua pipiku. Tak ada yang perlu dipikirkan.
Aku kembali mencoba menutup mata dengan pikiran yang kalut. Aku kok jadi beper gini gara-gara mimpi? Oh ayolah, ciuman itu hanyalah mimpi. Bunga tidur. Tidak lebih. Tapi, apakah benar hanya bunga tidur? Bisa-bisa itu adalah keinginan terdalamku. Bisa saja. Orang yang mendambakan sesuatu dengan kata 'sangat' terselipkan, BIASANYA akan selalu terbayang sesuatu itu, tak peduli kapan dan dimana ia berada, sekalipun itu di alam mimpi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aitakatta
FanfictionBertemu teman lama sepermainan semasa kecil? Pastinya bikin senang, apalagi temannya bukan sekedar teman. Tapi, bagaimana jika temanmu itu datang dengan ingatan dan kepribadian yang berbeda? Ya, amnesia. Hmm ... wait a minute! Hinata butuh waktu unt...