Aspettare - 10

4.9K 361 6
                                    

Rasanya aku baru lima menit merebahkan diri di atas ranjang ketika aku mendengar seseorang mengetuk pintu dengan memanggil namaku. Aku menghela napas panjang, sudah tahu siapa yang bertamu di sore ini. Dengan masih mengenakan seragam yang sudah kusut, aku keluar dari kamar dengan malas. Kutemui Alison yang sudah berdiri di depan pintu dengan memasang mimik wajah datar.

"Mau ngapain?" tanyaku singkat.

Alison hanya diam dan dengan santainya melewatiku kemudian duduk di sofa tanpa rasa bersalah. "Lo pulang sama Arion lagi?" tanyanya setelah beberapa saat hanya diam.

Aku menatapnya dengan sinis. "Memangnya kenapa? Lagian kok lo bisa tahu?"

"Gue ketemu dia di jalan."

"Terus-terus?" tanyaku penasaran.

"Nabrak, bego. Lagian gue yang duluan tanya ke lo, kenapa lo malah balik nanya gue. Aneh," celetuknya dengan kesal.

"Iya, gue pulang sama Kak Arion. Ada masalah?" Aku duduk di sofa berhadapan dengan Alison yang kini memasang tampang sinis.

"Udah gue bilang lo harus hati-hati sama dia." Alison menegaskan ucapannya.

Aku mengedikkan bahu. "Sejauh ini dia baik ke gue. Kak Arion juga enggak pernah aneh-aneh. Gue enggak bisa ngejauhin orang gitu aja kalau enggak ada bukti yang jelas," tegasku.

Alison membalas, "Pokoknya gue udah peringatin lo, Kei."

"Lagian lo ada masalah apa sih sama dia sampai segitu bencinya sama Kak Arion? Kayaknya satu-satunya orang di sekolah kita yang benci Kak Arion cuma lo."

Alison hanya mengedikkan bahu untuk menggapi ucapanku. "Ayok siap-siap," ajaknya sembari membetulkan posisi rambutnya yang memang agak berantakan.

Seperti biasa, Alison mengalihkan topik ketika aku mulai membahas lebih jauh soal masalahnya dengan Kak Arion.

Mengerutkan kening, aku bertanya, "Hah, mau kemana?"

"Sekolah."

"Enggak mau!" tolakku tegas.

"Kenapa? Lo takut di sekolah ada hantu? Atau soal cctv yang bisa pantau kita? Astaga, Kei, gue udah jelasin kan kalau hantu itu belum tentu ada dan soal cctv itu udah dinonaktifkan setelah kita--"

"Diem!" ucapku kesal. "Gue capek, gue enggak mau ke sekolah," balasku.

"Lo enggak mau ke sekolah atau lo emang udah enggak mau nunggu Rakka balik?" tanya Alison dengan menatapku tajam-tajam.

Aku menelan ludahku dengan susah payah. Alison memang terkadang melontarkan pertanyaan yang terkesan mudah tetapi cukup sulit dan butuh waktu berpikir untuk menjawabnya. "Gue capek, Al. Lagian, kalau gue nunggu Rakka di sekolahpun enggak akan efektif. Kalau Rakka balik, dia pasti ke rumahnya yang cuma seupuluh langkah dari rumah gue. Gue bisa ketemu dia jauh lebih cepet ketika gue di rumah dibandingkan di sekolah," jelasku dengan kesal.

Alison masih diam dan malah beranjak dari tempat duduknya. Tak disangka-sangka, ia malah meletakkan punggung tangannya ke keningku, seakan sedang memastikan suhu badanku. "Lo enggak sakit, kan?"

"Mulai sakit sejak ada lo," jawabku dengan nada tinggi dan mencoba menyingkirkan tangannya dari wajahku.

"Enggak masalah kalau lo enggak mau, tapi lo harus tetep mandi," ucapnya tegas.

Aku menjulurkan lidah, "Kalau gue enggak mau, lo bakalan pulang kan?"

"Nggak!" Alison menggelengkan kepalanya dengan mantap. "Gue bakal tetep di sini sampai senja lewat. Gue mau lihat kalau Rakka beneran dateng ke sini. Gue penasaran, orang kayak apa yang berhasil buat lo jatuh sedalam-dalamnya."

AspettareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang